Kami meriwayatkan dalam Kitab at-Tirmidzi dan lainnya, dari Umar bin al-Khaththab radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ دَخَلَ السُّوْقَ، فَقَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَ اللهُ وَحْدَهُ، لاَ شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ، وَهُوَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ، وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ.

“Barangsiapa yang memasuki pasar kemudian dia mengucapkan, ‘Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya, milikNya kerajaan dan pujian, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan, dan Dia Mahahidup tidak akan mati, di tanganNya-lah kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu,’ niscaya Allah menuliskan baginya sejuta kebaikan dan menghapuskan darinya sejuta kejelekan serta mengangkat derajatnya hingga sejuta derajat’.”

Hasan: Saya telah menemukan hadits ini pada tiga jalur sanad.

Jalur pertama: Yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Kitab at-Tijarat, Bab al-Aswaq wa Dukhuluha, 2/752, no. 2235; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab Ma Yaqulu Idza Dakhala as-Suq, 5/491, no. 3428; ath-Thabrani dalam ad-Du’a` no. 789-791, Ibnu Adi 5/1785 dan 1786; Ibnu as-Sunni no. 182; al-Baghawi no. 1338: dari berbagai jalur, dari Amr bin Dinar Qahraman Alu az-Zubair, dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari bapaknya, dari kakeknya dengan hadits tersebut. Dan sanad ini lemah karena Amr, sebab dia adalah perawi dhaif sekali dan hampir sampai pada derajat matruk. Akan tetapi dia tidak meriwayatkan hadits ini sendirian, bahkan saya mendapatkan empat mutaba’ah baginya:

Pertama, Azhar bin Sinan dari Muhammad bin Wasi’ dari Salim pada riwayat Abd bin Humaid 48-Muntakhab; al-Bukhari dalam al-Kuna hal. 50 secara mu’allaq; at-Tirmidzi Ibid. no. 3428; al-Uqaili 1/133; ath-Thabrani dalam ad-Du’a` 792, Ibnu Adi 1/420; al-Hakim 1/538. Azhar adalah seorang syaikh dari Bashrah yang dhaif.

Kedua, Seorang lelaki dari Bashrah, dari Salim pada riwayat al-Hakim 1/ 538 secara mu’allaq. Dan di dalamnya terdapat perawi yang tidak jelas.

Ketiga, Abu Abdillah al-Farra`, dari Salim pada riwayat al-Bukhari di dalam al-Kuna, hal. 50 secara mu’allaq. Dan Abu Abdillah adalah perawi yang majhul.

Keempat, Muhajir bin Habib dari Salim pada riwayat ath-Thabrani dalam ad-Du’a` no. 793. Aku tidak mendapatkan biografi Habib ini, kecuali jika Habib ini pergantian dari nama Munib, maka dia adalah seorang perawi yang lemah dan haditsnya munkar.

Jalur kedua: Yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam al-Kabir 12/ 232/ 13175; Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah 8/ 280; Ibnu Asakir di dalam at-Tarikh 45/ 405: dari jalur Salm bin Maimun al-Khawwash, dari Ali bin Atha`, dari Ubaidillah bin al-Umari, dari Salim, dari ayahnya dengan hadits tersebut. Dia menjadikannya dari hadits Umar. Ini adalah sanad yang sangat lemah, karena Salim adalah perawi dhaif, jika bukan di bawahnya. Sedangkan Ali bin Atha` tidak saya dapatkan biografinya.

Jalur ketiga: Yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi secara mu’allaq (Ibid.), dan dimaushulkan oleh al-Hakim 1/ 539: Dari jalur Yahya bin Sulaim, dari Imran bin Muslim, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar dengan hadits tersebut. Sanad ini dhaif, karena Imran ini, apabila yang dimaksudkan adalah Imran al-Qashir, maka riwayatnya dari Ibnu Dinar dan riwayat Ibnu Sulaim darinya mengandung kelemahan dan kemunkaran. Namun jika selainnya, maka dia adalah perawi yang dhaif dan haditsnya munkar serta semi majhul. Hadits ini memiliki mutaba’ah dalam riwayat al-Hakim 1/ 539: dari jalur Masruq bin al-Marzuban; Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Hasan, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar dengan hadits tersebut. Dishahihkan oleh al-Hakim menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, namun adz-Dzahabi mengomentarinya dengan berkata, “Masruq tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.” Aku katakan, Akan tetapi dia bukan perawi yang dhaif, dan haditsnya layak, minimal dalam kapasitas syawahid.

Kesimpulannya, bahwa di antara semua jalur sanad di atas yang paling lemah adalah jalur yang kedua. Sedangkan jalur pertama, jika bukan hasan maka dengan kolektifitas mutaba’ahnya mungkin untuk menjadi hasan. Demikian juga dengan keadaan jalur ketiga. Dan dengan kolektifitas ketiga jalur sanad adalah hasan tanpa diragukan lagi. An-Nawawi, Ibnu Taimiyah, adz-Dzahabi, dan Ibnul Qayyim condong menguatkannya. Sedangkan al-Baghawi, al-Mundziri, dan al-Albani menghasankannya. Dan memang demikian, insya Allah.

Diriwayatkan oleh al-Hakim Abu Abdillah dalam al-Mustadrak Ala ash-Shahihain dari jalur sanad yang banyak, dan ditambahkan pada sebagian jalurnya “Dan Dia mendirikan rumah baginya di surga “. Dan di dalamnya termasuk tambahan. Perawi berkata, “Saya mendatangi Khurasan, lalu saya berkunjung kepada Qutaibah bin Muslim seraya berkata, ‘Saya datang kepadamu dengan membawa hadiah.’ Maka saya menceritakan kepadanya sebuah hadits, ketika itu Qutaibah bin Muslim menaiki kendaraannya sehingga sampai ke pasar, dan mengucapkannya, kemudian dia pergi.

Diriwayatkan juga oleh al-Hakim dari riwayat Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Apabila Ibnu Umar mendengarnya dari ayahnya suatu kali dan dari Nabi suatu kali,maka riwayat ini sebagai syahid bagi hadits Umar, dan apabila dia mendengarnya dari ayahnya saja dan memursalkannya, maka dia adalah jalur sanad dari jalur-jalur sanad hadits Umar sendiri. Dan saya telah membahasnya secara terperinci pada pembahasan lalu.

Al-Hakim berkata, “Pada bab ini juga terdapat riwayat dari Jabir, Abu Hurairah, Buraidah al-Aslami dan Anas.

Dia berkata, “Dan yang paling dekat dengan syarat kitab ini adalah hadits Buraidah selain lafazh ini. Dia meriwayatkannya dengan isnadnya dari Buraidah, dia berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا دَخَلَ السُّوْقَ، قَالَ: بِاسْمِ اللهِ، اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَ هذِهِ السُّوْقِ وَخَيْرَ مَا فِيْهَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا. اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُصِيْبَ فِيْهَا يَمِيْنًا فَاجِرَةً أَوْ صَفْقَةً خَاسِرَةً.

“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memasuki pasar, beliau mengucapkan, ‘Dengan nama Allah, ya Allah aku memohon kepadaMu kebaikan pasar ini dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan yang ada di dalamnya, ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari tertimpa sumpah palsu atau transaksi jual beli yang merugikan’.”

Dhaif: Diriwayatkan oleh al-Hakim 1/539, Abu Amr bin as-Sammak telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Isa al-Madaini telah menceritakan kepada kami, Syu’aib bin Harb telah menceritakan kepada kami, tetangga kami yang berkuniyah Abu Amr telah menceritakan kepada kami, dari Alqamah bin Martsad, dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya dengan hadits tersebut.

Al-Hakim telah memunculkan sebuah syahid bagi hadits yang telah lalu dan tidak mengomentarinya. Sedangkan adz-Dzahabi mengatakan, “Abu Amr tidak dikenal, dan al-Madaini adalah matruk.” Saya berkata, Telah datang dari jalur lain, diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 2/21, no. 1157, dan dalam ad-Du’a` no. 794 dan 795; Ibn as-Sunni no. 181: dari jalur Muhammad bin Aban, dari Alqamah bin Martsad, dari Sulaiman, dari ayahnya dengan hadits tersebut. Al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ 10/132, “Di dalamnya terdapat Muhammad bin Aban al-Ju’fi, dan dia dhaif.” Aku katakan, Mungkin dia adalah Abu Amr, tetangga Syu’aib bin Harb dalam jalur pertama. Kemudian ia memiliki illat yang lain, yaitu perbedaan mereka padanya dalam matan. Kesimpulannya, bahwa hadits ini tidak bisa menjadi kuat dengan kolektifitas kedua jalur yang ada, karena salah satunya dhaif, sedangkan yang lainnya dhaif sekali. Adapun perkataan Ibnu Taimiyah di dalam al-Kalim no. 230, “Isnad ini lebih kuat daripada yang pertama (yakni hadits Ibnu Umar yang lalu)” maka ini tidak menunjukkan bahwa dia menghasankannya apalagi menshahihkannya. Kemudian perkataan Ibnu Taimiyyah tersebut tidak bisa diterima, karena itu al-Albani mengomentarinya dengan mengatakan, “Akan tetapi hadits ini gharib dan hanya sendiri… dan menurut saya hadits yang pertama lebih shahih daripada hadits ini.”

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky