Kami meriwayatkan dalam Kitab Ibn as-Sunni, dari Ali radiyallahu ‘anhu,

إِنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم كَانَ إِذَا نَظَرَ فِي اْلمِرآةِ قَالَ: اْلحَمْدُ للهِ، اللّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِيْ فَحَسِّنْ خُلُقِيْ

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila bercermin beliau mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah, Ya Allah sebagaimana Engkau membaguskan ciptaanku (jasmaniku), maka baguskanlah pula akhlakku’.”

Dhaif Sekali: Diriwayatkan oleh Ibn as-Sunni, no. 163; Muhammad bin al-Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami; al-Husain bin Abi as-Sari telah menceritakan kepada kami; Muhammad bin al-Fudhail telah menceritakan kepada kami: dari Abdurrahman bin Ishaq, dari an-Nu’man bin Sa’ad, dari Ali dengan hadits tersebut.

Dan sanad ini gelap; Ibnu Abi as-Sari adalah dhaif muttaham (tertuduh), Ibnu Ishaq dhaif, Ibnu Sa’ad majhul (tidak diketahui), tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Ibnu Ishaq. Oleh karena itu, Al-Asqalani berkata, “Janganlah berhujjah dengan khabarnya,” dan al-Albani sangat mendhaifkannya.

Dan kami meriwayatkannya, dari riwayat Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu dengan disertai tambahan.

Dhaif Sekali: Diriwayatkan oleh Abu Ya’la, no. 2611; Ibnu Hibban dalam al-Majruhin 3/116; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 10/314, no. 10766 dan ad-Du’a`, no. 402; dan Ibn as-Sunni, no. 164: dari jalur Amr bin al-Hushain al-Uqaili, Yahya bin al-a’la` telah menceritakan kepada kami, dari Shafwan bin Sulaim, dari Atha’ bin Yasar, dari Ibnu Abbas dengan hadits tersebut.

Dan kami meriwayatkan hadits ini di dalamnya, dari riwayat Anas radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا نَظَرَ وَجْهَهُ فِي اْلمِرْآةِ، قَالَ: اْلحَمْدُ للهِ الَّذِي: سَوَّى خَلْقِيْ فَعَدَّلَهُ، وَكَرَّمَ صُوْرَةَ وَجْهِيْ فَحَسَّنَهَا، وَجَعَلَنِي مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat wajahnya di cermin beliau bersabda, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan ciptaanku (jasmaniku) dan Dia menjadikannya serasi dan memuliakan bentuk wajahku dan Dia membaguskannya dan menjadikanku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri’.”

Dhaif: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam asy-Syukr, no. 117; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 791; Ibn as-Sunni, no. 165; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 4458: dari jalur Salam (atau Sulaim, atau Salim, atau Muslim) bin Qadim, Hasyim bin Isa al-Yazani telah menceritakan kepada kami, dari al-Harits bin Muslim, dari az-Zuhri, dari Anas dengan hadits tersebut.

Ath-Thabrani berkata, “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari az-Zuhri selain al-Harits bin Muslim, tidak ada pula yang meriwayatkan hadits dari al-Harits selain Hasyim bin Isa, dan Sulaim bin Qadim sendirian dalam periwa-yatannya.”

Al-Haitsami berkata dalam al-Majma’ 10/142, “Di dalamnya terdapat Hasyim bin Isa al-Bazzi, dan saya belum mengenal-nya, dan rawi selainnya adalah tsiqah.” Saya berkata, Adapun Hasyim maka dia adalah majhul tidak dikenal sebagaimana kata al-Haitsami dan adz-Dzahabi, kemudian tambahan atas hal tersebut, dia haditsnya munkar sebagaimana yang dikatakan oleh al-Uqaili. Sedangkan pernyataan bahwa rawi yang lain tsiqah, tidak dapat diterima, karena al-Harits juga majhul. Maka sanadnya lemah atau lebih rendah dari itu.

Dan Hadits ini telah muncul dari jalan yang lain dalam riwayat al-Bazzar dalam al-Musnad, no. 2135-Mukhtashar az-Zawa`id, dan ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 403: dari dua jalur sanad, dari Tsumamah bin Abdullah, dari Anas, dengan hadits yang semisalnya. Akan tetapi pada jalur sanad al-Bazzar, terdapat Dawud bin al-Muhabbar yang tertuduh (dusta), dan dari jalur sanad ath-Thabrani, terdapat al-Abbas bin Bakkar adh-Dhabbi, merupakan orang yang banyak berdusta dan pemalsu hadits, dan Abu Bakar al-Hudzali adalah ditinggalkan (matruk).

Dan hadits ini mempunyai jalan yang ketiga yaitu pada riwayat al-Marwazi dalam Zawa`id az-Zuhd 1/115 –Irwa’ al-Ghalil: dari jalur Abdullah bin al-Mutsanna bin Anas, seseorang dari keluarga Anas telah menceritakan kepadaku, dari Anas. Dan jalur ini lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya, akan tetapi dia juga dhaif disebabkan perawi yang tidak diketahui. Selanjutnya, sudah dimaklumi bahwa seperti sanad-sanad ini, maka sebagiannya tidak membawa sebagian yang lain (kepada derajat yang lebih baik), walaupun riwayatnya banyak, disebabkan parahnya kelemahannya, dan kejelekan kondisi perawinya. Oleh karena itu, mayoritas ahli ilmu mendhaifkan perseorangan hadits ini. Al-Albani mendhaifkannya secara kolektifitasnya.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky