Faktor-Faktor Pembunuhan Terhadap
Nyawa Yang Tidak Berdosa

1. Kebodohan dan minimnya pengetahuan agama (ilmu syar’i).
Bila seseorang bodoh atau minim ilmu, maka terkadang banyak hal menjadi bercampur aduk dalam pemikirannya sehingga tidak dapat membedakan mana yang haram dan mana yang wajib di dalam agama Islam.

Kemudian berkeyakinan bahwa membu-nuh nyawa tak berdosa adalah suatu kewajiban bahkan dibolehkan sehingga berani melakukan hal itu karena kebodohannya dan tanpa dasar ilmu.

2. Tidak Tatsabbut (cek-ricek) di dalam menerima berbagai informasi.
Artinya, seseorang mendapatkan beberapa informasi dan isu-isu, yang dominannya tidak benar atau sebagiannya ada yang benar tetapi dibumbui oleh berlipat-lipat kebohongan sementara informasi-informasi atau berita-berita ini datang dari sumber yang tidak jelas atau dari sosok-sosok anonim sebagaimana yang dipampangkan melalui internet atau sebagian channel satelit.

3. Tidak memiliki orientasi yang benar di dalam menuntut ilmu agama.
Sebagian orang menimba ilmu kepada orang-orang yang belum diakui kapasitas ke-ilmuan dan keagamaannya, yaitu mereka yang tinggal di luar negeri dan tidak direkomendasikan oleh salah seorang pun dari para ulama yang telah diakui keilmu-annya.

Dan, bisa jadi si penuntut ilmu ini mendapatkan pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa mereka melalui internet atau sampai kepadanya ketika ia bepergian ke luar negeri, lalu tertipu oleh perkataan-perkataan tersebut padahal bertentangan dengan pendapat yang benar.

4. Semangat berlebihan dalam agama yang tidak terkontrol.
Kecintaan seorang Muslim kepada agama dan ghirah-nya terkadang bisa melahirkan semangat dan bila ia tidak terkontrol dengan kontrol syari’at, maka akan menyebabkan akibat yang tidak baik.

5. Kurangnya rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dan tidak mau berhenti sebatas aturan-aturan-Nya, khusus-nya bagi orang yang sudah jelas baginya hukum yang dijelaskan ulama-ulama besar yang Rabbani, yang me-ngetahui permasalahan-permasalahan dari yang sekecil-kecilnya sebelum permasalahan yang besar-besarnya, yaitu para ulama yang telah diakui oleh kaum Muslimin secara umum akan ketulusan dan ketakwaan mereka semisal Samâhah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Fadlîlah asy-Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimîn dan ulama-ulama yang masih hidup seperti Samâhah al-Mufti, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz آli Syaikh, Fadlîlah asy-Syaikh Shâlih al-Fauzân, Fadlîlah asy-Syaikh ‘Abdullah bin Ghudyân dan ulama-ulama lain-nya yang tergabung dalam Hai`ah Kibâr al-‘Ulamâ` (Sidang Ulama Besar) dan anggota komisi fatwa. Juga, Menteri Urusan Keislaman (Menag), Fadhîlah asy-Syaikh Shâlih آli Syaikh dan banyak lagi ulama lainnya yang berilmu dan wara’.

6. Ijtihad para penuntut ilmu pemula yang tanpa merujuk kepada para ulama mereka.
Seperti yang su-dah dimaklumi bahwa para penuntut ilmu sejak dulu selalu merujuk kepada para ulama mereka terhadap hal-hal yang musykil akan tetapi ada sebagian dari para penuntut ilmu tersebut (sekarang ini) yang ber-ijtihad di dalam masalah-masalah yang besar tanpa merujuk lagi kepada para ulama mereka.

Inilah yang dominannya, sehingga menyebabkan mereka tergelincir dan jauh dari kebenaran.