Di dalamnya terdapat hadits Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu dalam kisah Umar Radiyallahu ‘anhu pada bab sebelumnya.

Ketahuilah bahwa bab ini termasuk bab yang perhatian terhadapnya perlu ditekankan, maka manusia wajib memberikan nasihat dan wejangan, amar ma’ruf dan nahi munkar untuk anak kecil ataupun orang dewasa, apabila terdapat dugaan kuat tidak akan mengakibatkan kerusakan dari nasihatnya.

Allah Subhanahu waTa`ala berfirman,

اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. (An-Nahl: 125)

Sedangkan hadits-hadits semisal yang telah kami sebutkan, maka ia adalah sangat banyak untuk dihitung (satu persatu).

Sedangkan apa yang dilakukan oleh kebanyakan manusia yaitu meremehkan nasihat dan amar ma’ruf kepada kelompok masyarakat yang memiliki kedudukan (sosial) lebih tinggi dengan asumsi bahwa hal tersebut adalah haya` (rasa malu), maka itu merupakan perbuatan salah yang nyata dan kebodohan yang jelek, karena sikap tersebut bukanlah malu, melainkan sikap takut, kehinaan, kelemahan, dan ketidakberdayaan. Sesungguhnya malu adalah suatu sifat yang baik seluruhnya. Sifat malu tidak muncul kecuali dengan kebaikan. Sedangkan sifat di atas datang dengan kejelekan, maka tidak bisa disebut malu (haya`). Al-Haya` menurut ulama rabbaniyyin dan para imam peneliti adalah akhlak yang membangkitkan seseorang untuk meninggalkan sesuatu yang jelek dan menghalangi seseorang bersikap lalai untuk menyampaikan haq (kebenaran-ed) kepada yang berhak menerimanya. Ini merupakan makna yang kami riwayatkan dari al-Junaid radiyallahu ‘anhu dalam Risalah al-Qusyairi. Dia berkata, “Al-Haya`” merupakan (rasa malu) dengan pertimbangan adanya kenikmatan dan pertimbangan adanya kelemahan diri sehingga timbul dari keduanya suatu kondisi yang disebut al-Haya`.

Dan ini adalah definisi yang kurang memadai disebabkan dua hal,

Pertama, bahwa pertimbangan adanya kenikmatan dan pertimbangan adanya kekurangan diri menyebabkan banyak kondisi, di antaranya rasa cinta; pengakuan terhadap keutamaan tertentu, dan ridha dari Allah.

Kedua, Bahwa ini apabila kami menerima definisi tersebut sebagai kebenaran tidak mencakup keumuman al-haya’ (rasa malu), sesungguhnya al-haya’ diraih dari Allah

Saya telah menjelaskan pembahasan ini di awal syarah shahih Muslim. Segala puji bagi Allah. Wallahu a’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky