Pemikiran dan Akidah

Mereka mengingkari syafaat bagi ahli tauhid yang melakukan dosa, karena pelaku dosa menurut mereka kekal di dalam neraka, tidak ada syafaat yang bisa mengentaskan mereka dari neraka.

Seorang imam atau pemimpin tidak harus dari Quraisy, karena setiap muslim layak untuk menjadi pemimpin bila dia memenuhi syarat, namun saat pemimpin berbuat zhalim maka dia harus dicopot dan kudeta.

Sebagian dari pengikut aliran ini bersipa kurang ajar kepada Amirul Mukminin Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan dan Amru bin al-Ash.

Tidak sah kepemimpinan melalui wasiat, pemimpin hanya sah dipilih melalui baiat, dan keberadaan pemimpin dalam jumlah banyak di berbagai wilayah tidak menjadi masalah.

Tidak mewajibkan memberontak kepada pemimpin yang zhalim, hanya membolehkan, bila mudharatnya sedikit dan keondisi memungkinkan maka pembolehan ini meningkat menjadi wajib, sebaliknya ia bisa turun kepada larangan bila kondisinya tidak memungkinkan dan mudharatnya besar.

Mendoakan seorang muslim agar mendapatkan surga tidak boleh, kecuali bila muslim tersebut adalah muslim yang taat, memenuhi tuntutan imannya. Adapun mendoakan kebaikan dunia maka ia tidak masalah.

Mereka mempunyai tatanan yang disebut dengan Halaqah al-Izabah, sebuah panitia yang anggotanya terbatas dan terdiri dari orang-orang terbaik di sebuh wilayah dari sisi ilmu dan kebaikan, mereka ini bertugas mengawasi secara sempurna segala urusan di masyarakat Ibadhi, mencakup ahama, pendidikan, sosial dan politik. Halaqah ini berubah menjadi ahli syura saat mereka menang dan berkuasa.

Mereka membentuk panitia-panitia pengumpul zakat dan membagikannya kepada kaum fakir miskin, namun mereka melarang dengan keras meminta zakat dan bentuk-bentuk harapan terhadap pemberian zakat.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.