Dr. Aqil ibn Abdul Aziz Al-Aqil

Islam membangun generasinya untuk selalu bekerja dan berusaha dengan cara bersungguh-sungguh dan mandiri –setelah ia bertawakkal kepada Allah. Maka tidak selayaknya seorang muslim menjulurkan tangannya kepada orang lain, tidak layak pula mengambil hak orang lain tanpa meminta izin darinya, atau berlaku curang terhadap hak-hak dan harta mereka.

Dari hal ini, diketahui bahwa agama Islam melarang dari tindak pencurian dan larangan ini disertai ancaman hukuman yang setimpal. Maka Islam menetapkan hukuman potong tangan terhadap pelaku pencurian merupakan hukuman sekaligus upaya preventif agar tidak mencuri lagi dan peringatan terhadap orang lain agar tidak ikut mencuri, juga sebagai upaya menutup segala kemungkinan dari berlaku kriminal terhadap harta dan hak-hak orang lain.

Maka jika seseorang yang sudah baligh terjerumus kepada pencurian, maka hal itu menunjukkan jelek dan rusaknya hati dan akhlaqnya, menyepelekan kriminal ini, bahkan ia suka dengan tindakan ini. Akan tetapi jika hal ini terjadi pada anak-anak yang juga belum baligh, maka itu tidak tergolong pada tinadk kriminal atau pun dosa. Dari hal ini muncul sejumlah pertanyaan: Kenapa engkau mencuri wahai anakku? (Dengan menunjukkan rasa penuh cemas dan heran tentang sebab-sebab anaknya mencuri dan apa solusinya).

Dari hal ini, kami turunkan perkataan para masya’ikh yang mulia dan pakar pendidikan, psikolog dan sosiolog yang mengupas permasalahan ini.

Keluarga Adalah Pondasinya

Syaikh Abdullah ibn Abdul Aziz Al-Juwaid, guru besar ilmu agama di sekolah Haiy Musyrifah, Riyadh, mengatakan, “Tidak diragukan lagi bahwa persoalan ini adalah masalah yang berbahaya, dan mungkin penyebab utama terjadinya “pencurian” yang dilakukan anak-anak adalah lemahnya “kontrol agama” dan pendidikan keluarga, pergaulan yang jelek, jeleknya strata ekonomi (pada sebagian keluarga), lemahnya koordinasi diantara pemuka masyarakat dalam mengatasi masalah ini, serta pengaruh yang begitu besar dari media masa yang bermuatan misi barat. Yang terakhir ini membawa dampak negatif pada mayoritas anak. Tentang hal ini telah dibuktikan dengan hasil penelitian, baik penelitian yang dilakukan masyarakat Arab maupun Barat, bahwa media massa berdampak negatif kepada kejiwaan anak, mendorong merek berbuat kriminal dan dosa dan kebrutalan.”

Syaikh Abdullah Al-Juwaid berpendapat, “Media yang bisa menjadi obat atas penyakit ini (fenomena mencuri dan lain-lain di kalangan anak -pent) adalah memberikan porsi perhatian yang lebih dalam mendidik anak secara baik, semenjak kecil, mengajarkan kepada anak akan negatifnya perilaku itu oleh para pakar psikologi, pakar sosial dan pakar pendidikan. serta bergegas memperbaiki “kontrol agama” melalui berbagai institusi yang ada baik dalam keluarga maupun sekolah, media massa. Dan yang paling mendasar adalah menjaga keluarga, sebagai unsur masyrakat terkecil untuk pendidikan pengembangan. Maka, yayasan-yayasan yang berkiprah dalam masyarakat harus bisa membantu keluarga yang lemah sisi ekonominya, tanpa melupakan sisi lain, pengembangan pemahaman dan sosialisasi akan negatifnya perilaku ini.

Mencuri Adalah Musuh Tidak Langsung

Syaikh Muhammad ibn Sirar Al-Yamiy, Imam dan Khatib Tetap Masjid di Isybiliyah, Riyadh, ketika menjelaskan permasalahan “fenomena mencuri pada anak-anak” mengatakan, “Itu adalah tindakan permusuhan yang bisa saja mulai terlihat jelas dalam kehidupan keseharian. Fenomena ini merupakan perbuatan yang bertentangan pribadi dan masyarakat dan segala sesuatu.

Syaikh Muhammad Al-Yamiy mencontohkan perilaku Rasulullah, sang pembawa petunjuk, dalam mendidik anak kecil dengan penuh kesabaran, mengajari hal-hal yang bermanfaat bagi mereka. Beliau suatu saat membawa Hasan dan Husain (cucu beliau dari keturunan Fathimah dan Ali ibn Abi Thalib) dengan menggendong, mencandai dan menciumi keduanya. Perilaku yang demikian dalam masyarakat muslim bisa menumbuhkan kecintaan dan keakraban hati yang bisa menghilangkan “perilaku menyimpang”.

Teladan Yang Jelek

Prof. Muhammad mengkaitkan fenomena “mencuri di kalangan anak” kembali kepada sejumlah sebab, seperti:

  • Perasaan anak yang marah dan kurang (baik kekurangan harta atau kurang perhatian dari masyarakat);
  • Merasa hina atau sumpeg karena mendapat hinaan atau celaan;
  • Merasa gagal;
  • Merasa dihalangi;
  • Merasa butuh akan perlindungan yang lebih; dan
  • Ingin bebas dari kungkungan atau pengawasan orang tua.

Ia mengatakan lagi, “Juga, tidak mungkin melupakan “hobi berpetualang” pada sebagian orang dan keinginan mencuri padangan. Demikian juga penyimpangan masyarakat kepada sisi material yang menyebabkan anak kecil begitu bergantung pada materi, maka jadilah munculnya kebahagiaan berbalik pemahamannya dengan melupakan sisi “kejiwaan”, akhlaq yang mulia, penghormatan kepada pranata, dan hak-hak kemanusiaan”.

Kawan Yang Jelek

Prof. Muhammad Al-Yamiy menegaskan betapa kawan yang jelek memiliki pengaruh dalam penyimpangan perilaku anak-anak dan kecenderungannya untuk mencuri. Kepribadian kawan merupakan faktor yang begitu berperan mempengaruhi kepribadian kawannya sehingga ia menjadikannya contoh dan teladan. Solusi terhadap “fenomena mencuri di kalangan anak” tentu dengan menjadikan keluarga (untuk kesekian kalinya) sebagai awal pendidikan yang baik bagi anak-anak dalam hal menanamkan “pengawasan Allah” ke dalam jiwa anak, memberikan contoh yang baik dalam keluarga dan masysarakat merupakan solusi yang baik, insya Allah.

Mengembangkan Kontrol Agama

Syaikh Fahd ibn Su’ud Al-Ashimiy, Wakil Rektor di Institute of Arabian language Teaching, Univ. Imam Muhammad ibn Su’ud, mewanti-wanti bahayanya fenomena ini. Dan mendiskusikan hal ini dalam wacana semata justeru akan menimbulkan ketakutan.

Beliau menggaris bawahi agar diadakan kontrol agama dalam menyelesaikan problem ini. Sebab, kata beliau, lemahnya kontrol agama merupakan sebab terbesar munculnya masalah ini. Dan tidak adanya perhatian dari orang tua dalam menanamkan dan membentuk hati anak-anak dengan agama ini, akan semakin menyulitkan problem ini. Maka upaya preventifnya adalah dengan para orang tua memberikan perhatian dalam masalah pendidikan agama ini.

Pendidikan Adalah Jalan Solusi

Prof. Dr. Khalid Al-Dayil, Dosen di Jurusan Penelitian Psikologi dan Kemasyarakatan Univ. Malik Su’ud, mengatakan, “Allah telah memuliakan kita dalam Islam ini, dimana kita diminta untuk mulai mendidik anak sedari kecil. Hal ini dalam rangka mempersiapkannya, mengajari, mendidik, mengarahkan, dan meneranginya ke jalan yang lurus, sehingga ia menjadi “orang” ketika dewasa, teladan yang baik di masyarakat yang memimpin ummatnya.

Kini, lanjut beliau, kita melihat sebagian anak-anak kita –karena sebab tertentu– melakukan pencurian, jika meremehkan dan dibiarkan sendiri tanpa pengawasan dan tuntunan, serta evaluasi perilaku. Hal ini, dalam jangka panjang, akan menjadi kebiasaannya yang selanjutnya menjadi perilaku yang berbahaya ketika dewasa. Maka, lingkungan masyarakat dimana ia tinggal menjadi “bapak” bagi pengetahuan kesehariannya, pendidikan. Maka keluarga harus menjadi institusi pertama yang bertanggung jawab kepada santun atau nakalnya sang anak, dengan pendidikan yang baik, dan akhlaq yang mulia.

Ada sejumlah penyebab, lanjut beliau, munculnya fenomena mencuri pada anak-anak:

  • Orang tua menjauhi sistem dasar dalam pendidikan keluarga, tidak menggunakan pranata islami yang begitu hanif, indah, dan santun;
  • Kedua orang tua menyibukkan diri dengan aktivitasnya sendiri, seperti dagang, kerja kantor, ataupun permainan, sehingga melalaikan pendidikan anaknya;
  • Tidak membiasakan anaknya sejak dini dengan pendidikan dan nasihat serta tuntunan yang benar;
  • Terlalu keras, kekerasan orang tua kepada anaknya;
  • Terkadang anak mencuri karena ingin memuaskan keinginan dirinya semata. Hal ini karena ia tidak bisa memperoleh materi atau kejiwaan dan kemasyarakatan;
  • Mencuri juga bisa dikarenakan kecemburuan antar anak;
  • Suka memiliki barang orang, menekan dan permusuhan;
  • Ikut-ikutan, atau terpengaruh oleh apa yang ia lihat di televisi, seperti fari film, sinetron bersambung, dan lain-lain;
  • Kegagalan yang terus-menerus.

Solusi

  • Mengevaluasi perilaku anak dengan cara membantu dan memotivasinya dengan penuh santun, memberi hadiah, bermain bersama dan trik-trik lain yang disukai anak;
  • Menjauhi larangan-larangan, baik menurut norma masyarakat maupun kemanusiaan dari anak dan menemani dan akrab dengan anak;
  • Meningkatkan kebisaan orang tua tentang teknik bermuamalah dengan anak sejak kecil hingga dewasa, dalam cara pendidikan tanpa mencela dan memukulnya;
  • Berkawan dengan anak sejak kecil, menanamkan sifat dan perilaku yang santun, serta membekalinya dengan akhlaq yang mulia;
  • Berusaha mengembangkan skill dan pengetahuan anak dan usahakan mereka selalu sibuk dengan aktivitas yang bermanfaat;
  • Berikan kepadanya kisah dan cerita generasi salaf shalih sehingga mereka terpatri untuk bisa mengabilnya sebagai teladan;
  • Pandai-pandai dalam mengambil teman dan tempat-tempat untuk bertemu, seperti perpustakaan, mal, dll.;
  • Menyediakan sarana hiburan yang bisa memuaskan kebutuhan anak, (mainan harus bisa mengembangkan skill anak);
  • Memberikan pengawasan terhadap apa yang dilihat anak-anak melalui media massa, televisi, internet, ataupun media cetak.

Para masya’ikh, pakar pendidikan, pakar psikologi dan kemasyarakatan sepakat akan mendesaknya menetapkan solusi yang cepat setelah melalui diskusi dan penelitian untuk menetapkan teknis pelaksanaan penanganan fenomena ini (fenomena anak mencuri), diantaranya dengan penerangan melalui khatib-khatib masjid, seminar, acara televisi, media massa, dan konferensi-konferensi ilmiah.

Juga keluarga dan institusi pendidikan agar memberikan porsi perhatian yang lebih untuk membina anak didik, menasihati, memberi wejangan, diantaranya pengetahuan tentang sebab-sebab anak menjadi menyimpang (abnormal behavior); melakukan usaha penyembuhan/treatment, membekali anak-anak dengan skill dan akhlaq yang santun semenjak kecil.

Referensi:

  • Syaikh Fahd Al-Ashimiy, Wakil direktur institut of Arabian Language, Univ. Imam Muhammad Al-Suud
  • Syaikh Khalid Al-Dayil, Guru besar penelitian psikologi, Univ. Malik Su’ud
  • Syaikh Muhammad Al-Yamiy, Dosen ilmu syari’ah, Imam dan Khatib Jami’ Isybiliya Riyadh
  • Syaikh Abdullah Al-Juwaid, Dosen ilmu syari’ah di sekolah Hai Musyrifah, Riyadh
  • Profesor Muhammad Al-Udwan, Peneliti sosial

Sumber: Majalah Al-Da’wah (Riyadh-KSA) No. 1915/27 Sya’ban 1424H/23 Oktober 2003M
(abm)