Mahdiyah adalah salah satu gerakan perbaikan yang muncul di dunia Arab dan Islam di akhir abad 19 dan awal abad 20 masehi. Gerakan agamis sekaligus politis yang tercampuri oleh penyimpangan akidah dan pemikiran, pusat gerakan ini adalah Afrika khususnya Sudan.

Pendiri

Pendiri gerakan ini adalah Muhammad Ahmad al-Mahdi bin Abdullah, lahir tahun 1854 M dan wafat tahun 1885 H. Lahir di pulau Labab selatan kota Danqalah. Muhammad al-Mahdi ini tumbuh dalam lingkungan agamis, berguru kepada Syaikh Mahmud asy-Syinqithi, namun dia menganut tarekat sufi, Sammaniyah Qadiriyah dengan syaikhnya Muhammad Syarif Nur ad-Daim. Dua orang syaikh Muhammad al-Mahdi adalah syaikh tarekat sufi di zamannya yang paling terkenal.

Selanjutnya Muhammad meninggalkan syaikhnya karena dia melihatnya meremehkan sebagian perkara, lalu dia berpindah kepada Syaikh al-Qurasyi Wadd az-Zain dan memperbarui baiat kepadanya.

Di tahun 1870 M, Muhammad al-Mahdi menetap di pulau Aba, di sana dia tinggal bersama keluarganya, dia bersemedi di sebuah gua dan tenggelam dalam perenungan dan tafakur.

Tahun 1880 M, syaikhnya, al-Qurasyi wafat dan al-Mahdi membangun kuburnya dengan mendirikan kubah besar di atasnya, dia memproklamirkan diri sebagai penerusnya dan mengajak para pengikutnya untuk membaiatnya.

Di tahun 1881 M, dia mengeluarkan fatwa jihad melawan orang-orang Inggris yang menjajah Sudan, dia mulai menebarkan pengaruhnya di belahan barat wilayah Sudan.

Setelah bersemedi selama 40 hari di sebuah gua di pulau Aba, dia mengumumkan kepada seluruh ulama dan syaikh di 29 Juni 1881 M bahwa dialah al-Mahdi yang ditunggu-tunggu dan akan mengisi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya diisi dengan kezhaliman.

Al-Mahdi menghadapi kekuatan pemerintah yang dikirim kepadanya untuk memadamkan gerakannya pada Agustus 1881 M dan dia berhasil mengalahkan mereka, hal ini membuat dakwah dan gerakannya semakin kokoh.

Al-Mahdi hijrah ke gunung Masah dan di sana dia mengangkat panjinya, dia menunjuk empat orang khalifah, mereka adalah:
1- Abdullah at-Ta’ayusyi, pemegang panji biru dengan julukan Abu Bakar.
2- Ali Wadd Hulw, pemegang panji hijau, berjuluk Umar bin al-Khatthab.
3- Muhammad al-Mahdi as-Sanusi, pemimpin terekat Sanuisayah yang berpengaruh di Lybia, ditawari gelar Usman bin Affan, namun dia tidak meresponnya.
4- Muhammad Syarif, sepupu al-Mahdi, pemegang panji merah dan berjuluk Ali bin Abu Thalib.

Pasukan al-Mahdi bertemu dengan pasukan Gordon di Khourtum pada 26 Januari 1885 M, terjadilah perang di antara kedua kubu dan kemenangan berpihak kepada al-Mahdi. Gordon gugur, kelapanya di penggal dan dikirim ke al-Mahdi yang sebenarnya ingin menangkapnya hidup-hidup sehingga dia bisa menukarnya dengan Ahmad Irabi yang diusir dari bumi Mesir.

Sejak hari itu al-Mahdi mendirikan negaranya dengan mengawali pembangunan masjid khusus yang selesai pembangunannya pada 17 Jumadil Ula 1305 H. Al-Mahdi menunjuk Syaikh Muhammad Ahmad Jabbarah sebagai hakim dan menjulukinya dengan Qadhi Islam.

Pada 22 Juni 1885 HR., al-mahdi wafat setelah mendirikan negaranya yang masih berusia kanak-kanak, dia dimakamkan di tempat di mana dia wafat. Negara al-Mahdi ini tidak berlangsung lama karena pada tahun 1896 M, Lord Katsnir, seorang panglima Inggris yang berkuasa di Mesir, berhasil menggulingkan kekuasaan yang dibangun al-Mahdi, bahkan membongkar kuburnya dan mengirimkan jasadnya termasuk kepalanya ke museum Inggris sebagai balas dendam atas kematian Gordon.

Dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani.