Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam urusan.” (Q.S. Ar-Rahman : 29)

Ayat di atas menjelaskan tentang kesempurnaan kekuasaan Allah subhanahu wata’ala dan hikmah-Nya, dan bahwa segala urusan adalah milik-Nya, Ia Maha mengatur hamba-hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, baik dalam masalah keamanan, ketakutan, kegembiraan, kesedihan, kemudahan, kesulitan, kelebihan atau kekurangan.

Allah subhanahu wata’ala selalu mengatur setiap urusan makhluk-Nya, dan ketetapan-Nya berlaku untuk mereka sesuai dengan hikmah dan keadilan-Nya. Allah subhanahu wata’ala tidak berbuat zhalim kepada seorang pun, sebagaimana firman-Nya, artinya,
“Kami tidak berbuat zhalim kepada mereka, tetapi merekalah orang-orang yang berbuat zhalim terhadap diri mereka sendiri.” (Q.S. Az Zukhruf : 76)

Wahai kaum muslimin, sesungguhnya kita beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan kepada taqdir-Nya. Iman kepada takdir Allah I baik dan buruknya merupakan salah satu dari rukun-rukun iman.

Sesungguhnya kita meyakini, segala kebaikan dan kesenangan yang kita perolah adalah rahmat dari Allah subhanahu wata’ala semata. Karenanya, kita wajib bersyukur kepada-Nya dengan melakukan ketaatan, melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

Apabila kita taat dan mensyukuri segala nikmat Allah subhanahu wata’ala, maka kita berhak untuk mendapatkan segala kebaikan sesuai dengan janji-Nya, dan Allah subhanahu wata’ala akan memberikan tambahan karunia-Nya kepada kita. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah lah (datangnya), dan bila kalian ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nya lah kalian minta pertolongan.” (QS. An Nahl : 53)
“Dan ingatlah tatkala Rabb kalian mema’lumkan, ‘Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS : Ibrahim : 7)

Wahai kaum muslimin, sesung-guhnya berbagai musibah baik yang menimpa pribadi maupun masyarakat berupa kesempitan, kekurangan, krisis moneter atau kekacauan, itu semua disebabkan maksiat mereka kepada Allah subhanahu wata’ala, kelalaian dan kelengahan mereka terhadap perintah dan syari’at-Nya, sehingga mereka lebih memilih jalan hidup dan petunjuk selain apa yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Padahal Allah subhanahu wata’ala adalah Dzat yang telah menciptakan mereka, Allah subhanahu wata’ala lebih sayang kepada mereka daripada sayangnya orangtua kepada anaknya, dan Allah subhanahu wata’ala lebih mengetahui tentang maslahat mereka daripada mereka sendiri. Allah subhanahu wata’ala menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya, agar kita tidak melanggar ketentuan-ketentuan-Nya. Dia telah berfirman, artinya,
“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Q.S. Asy- Syura : 30)
“Apa-apa yang kamu peroleh berupa kebaikan maka itu dari Allah dan apa-apa yang menimpamu berupa keburukan maka itu disebabkan dirimu sendiri.” (Q.S. An-Nisa : 79)

Wahai kaum muslimin, sesungguh nya kebanyakan manusia menyandar kan segala musibah, baik krisis moneter atau keamanan dan politik hanya kepada sebab-sebab materi semata. Tidak diragukan lagi bahwa ini menunjukkan dangkalnya pemahaman mereka, kelemahan iman dan kela-laian mereka dari mengkaji Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya .

Sesungguhnya di balik sebab-sebab materi, ada sebab-sebab syar’i yang lebih kuat dan lebih besar pengaruhnya. Sebab-sebab materi hanya merupakan akibat dan konsekuensi logis dari sebab-sebab syar’i. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Ruum : 41).

Wahai kaum muslimin, mengapa kita semua tidak menyandarkan musibah-musibah yang menimpa kepada kelalaian kita terhadap ajaran Islam, supaya kita semua kembali ke jalan Allah I. Inilah yang dapat menyelamatkan kita dari kebinasaan.

Hendaklah kita takut kepada Allah subhanahu wata’ala, introspeksi diri, bertaubat kepada-Nya dan memperbaiki jalan hidup kita masing-masing. Ketahuilah bahwa musibah-musibah yang menimpa manusia merupakan balasan dari Allah subhanahu wata’ala disebabkan dosa-dosa mereka, maka bertaubatlah kepada Allah subhanahu wata’ala atas setiap musibah yang menimpa, mintalah perlindungan kepada-Nya dari kehancuran materi dan iman.

Adapun kehancuran materi, ia bisa berupa penganiayaan, pembunuhan dan kebinasaan harta benda. Sedang kehancuran keimanan, ia tempatnya di hati berupa kekacauan pemahaman (syubhat) dan ketundukan kepada hawa nafsu (syahwat). Syuhbat dan syahwat inilah yang memalingkan umat dari ajaran Islam. Keduanya pula yang menjauhkan mereka dari jejak kaum salaf (Rasulullah n, para sahabatnya, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka). Syuhbat dan syahwat inilah yang telah menjerumus kan banyak manusia pada kebinasaan.

Dan sesungguhnya kerusakan hati lebih besar, lebih dahsyat dan lebih buruk akibatnya daripada kerusakan dunia dan materi. Karena bila kerusakan dunia itu menimpa manusia, kerugiannya hanyalah kerugian dunia dan tidak kekal, sedangkan kerusakan agama kerugiannya di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang- orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat.’ Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (Q.S. Az-Zumar : 15)

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar menjadikan kami orang-orang yang mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Mu yang penuh dengan peringatan saat datang hukuman-Mu.

Ya Allah, jadikanlah kami manusia yang benar-benar beriman, yang menyandarkan segala musibah kepada sebab-sebab syar’i yang telah Engkau jelaskan dalam Kitab Suci-Mu dan melalui lisan mulia Rasul-Mu, Muhammad.

Ya Allah berilah kekuatan kepada umat Islam dan pemerintahnya untuk kembali menuju jalan-Mu, untuk melakukan taubat nashuha secara lahir bathin, dalam ucapan maupun perbuatan, sehingga umat menjadi baik disebabkan baiknya pemerintah yang meniti jalan-Mu.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu untuk memperbaiki para penguasa kaum muslimin, jadikanlah mereka mengambil pelajaran dari apa yang telah terjadi, berilah mereka petunjuk sehingga berjalan di atas kecintaan dan keridhaan-Mu, wahai Penguasa seluruh alam.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar Engkau jauhkan dari para penguasa kaum muslimin pejabat-pejabat dan teman-teman dekat yang buruk.

Ya Allah berilah karunia kepada penguasa kaum muslimin untuk memilih pejabat-pejabat dan teman-teman dekat yang baik yang menunjukkan, menganjurkan dan memerintahkan kepada kebaikan.

Ya Allah, jauhkanlah dari penguasa kaum muslimin teman-teman dekat yang tidak memperbaiki mereka dan tidak memperbaiki rakyat, gantilah dengan yang lebih baik daripada mereka.

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wata’ala, Penguasa seluruh alam, semoga shalawat dan salam tetap dicurahkan atas Nabi kita Muhammad n, keluarganya dan para sahabatnya.

Sumber: Buletin Jedah Dakwah Center, disarikan dari buku “Atsarul Ma’ashi ‘alal fardi wal Mujtama’ Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah