Bab ini merupakan bab yang paling penting atau termasuk diantara yang terpenting, disebabkan banyak nash yang turun dalam masalah ini besar kedudukannya, sangat penting perhatian terhadapnya, serta banyaknya orang yang meremehkannya. Tidak mungkin menyelidiki secara mendalam pembahasan di dalamnya di sini, namun kami tidak akan melalaikan sesuatu dari ushulnya. Para ulama telah mengarang pembahasannya secara terpisah-pisah. Dan saya telah mengumpulkan sebagian darinya pada awal “Syarh Shahih Muslim,” dan saya telah memperingatkan di dalamnya pembahasan yang penting yang harus diketahui.

Allah Subhanahu waTa`ala berfirman,

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran: 104).

Dan Dia juga berfirman,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf.” (Al-A’raf: 199).

Dan Dia juga berfirman,

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar.” (At-Taubah: 71).

Dan Dia juga berfirman,

كَانُوا لاَيَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ

“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat.” (Al-Ma`idah: 79).

Dan ayat-ayat yang semakna dengan ayat yang telah saya sebutkan sangatlah masyhur.

Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, ( Kitab al-Iman, Bab an-Nahyu an al-Munkar Min al-Iman, 1/69, no. 49.) dari Abu Sa’id al-Khudzri radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا، فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَبِقَلْبِهِ، وَذلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ.

‘Barangsiapa yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegahnya dengan tangannya, apabila tidak bisa maka mencegahnya dengan lisannya, apabila tidak bisa maka menolaknya dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman’.”

Kami meriwayatkan dalam Kitab at-Tirmidzi, dari Hudzaifah radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ، وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ، أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ سبحانه و تعالى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, kalian benar-benar menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, atau (kalau tidak) Allah hampir akan mengirimkan azabNya atas kalian, atau kalian berdoa kepadaNya, namun tidak dikabulkan bagi kalian.”

Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad 5/388 dan 391; at-Tirmidzi, Kitab al-Fitan, Bab Ma Ja`a fi al-Amri bi al-Ma’ruf, 4/468, no. 2169; al-Baihaqi 10/93; dan al-Baghawi, no. 4154: dari berbagai jalur, dari Amr bin Abi Amr, dari Abdullah bin Abdurrahman al-Asyhali al-Anshari, dari Hudzaifah dengan hadits tersebut.

Al-Baghawi berkata, “Sesungguhnya kami mengetahuinya dari hadits Amr bin Abi Amr.” Saya berkata, Dia tsiqah. Dan illat sesungguhnya berasal dari syaikhnya al-Asyhali, dan dia majhul, tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Amr, dan tidak ada yang mentsiqahkannya kecuali Ibnu Hibban, dan al-Asqalani menerimanya dalam al-Mutaba’at. Ya, dia mempunyai jalur yang lain pada Ibnu Adi 5/1796, akan tetapi dia gugur, tidak bisa dijadikan pegangan. Hanya saja terdapat syawahid yang banyak yang semisalnya. Di antaranya:

Pertama, hadits Aisyah dalam riwayat Ibnu Majah, no. 4004, dengan sanad yang di dalamnya terdapat jahalah.

Kedua, hadits Ibnu Mas’ud dalam riwayat Ahmad 1/291; Ibnu Majah, no. 4006; Abu Dawud, no. 4336 dan 4337; at-Tirmidzi, no. 3047 dan 3048; dengan sanad yang dhaif.

Ketiga, hadits Ibnu Umar dalam riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 1389; al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 299; dengan sanad yang di dalamnya terdapat jahalah, dan

Keempat, hadits Abu Hurairah dalam riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 1401; dengan sanad yang dhaif, maka hadits tersebut tidak turun dari derajat hasan dengan adanya syawahid yang ada ini. Dan yang menshahihkannya tidak terlalu jauh, dan at-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Mundziri, an-Nawawi dan al-Albani telah menghasankannya.

Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa`i, dan Sunan Ibnu Majah dengan isnad yang shahih, dari Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallahu ‘anhu dia berkata,

يَاأَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُ وْنَ هذِهِ اْلآيَةَ: يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَيَضُرُّكُمْ مَّنْ ضَلَّ إِذَااهْتَدَيْتُمْ (المائدة105 🙂 وَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ: إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ، فَلَمْ يَأْخُذُوْا عَلَى يَدَيْهِ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ.

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini, ‘Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.’ (al-Ma`idah: 105), dan saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya manusia apabila mereka melihat orang yang berbuat aniaya, lalu mereka tidak mencegahnya dengan kedua tangannya, maka hampir pasti Allah akan menimpakan azabnya secara umum’.”

Shahih: Diriwayatkan oleh al-Humaidi, no. 3; Ibnu Abi Syaibah, no. 37572; Ahmad 1/2, no. 5 dan 7; Ibnu Majah, Kitab al-Fitan, Bab al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyu an al-Munkar, 2/1327, no. 4005; Abu Dawud, Kitab al-Malahim, Bab al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyu an al-Munkar, 2/525, no. 4338; at-Tirmidzi, Kitab at-Tafsir, Bab al-Maidah, 5/256, no. 3057; an-Nasa`i dalam al-Kubra, no. 6615-Tuhfah; Abu Ya’la, no. 128-132; ath-Thabari, no. 12877; Ibnu Hibban, no. 304; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 2532; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 7550 dan al-Baghawi, no. 4153: dari berbagai jalur, dari Ismail bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hazim, dari Abu Bakar dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Dan hadits ini hasan shahih.” Dan tidak hanya satu orang yang telah meriwayatkan hadits semisal ini secara marfu’ dari Ismail bin Abi Khalid, dan sebagian lainnya telah meriwayatkan ucapannya dari Ismail, dari Qais, dari Abu Bakar, tetapi tidak secara marfu’.

Saya berkata, ‘Isnad yang marfu’ adalah shahih, dan di antaranya adalah sanad berdasarkan syarat asy-Syaikhain, maka marfu’ tambahan tsiqah (ziyadah ats-tsiqah) yang harus dikatakan. Di samping itu, bahwa Ismail tidak sendirian memarfu’kannya dari Qais, bahkan Isa bin al-Musayyab dan Mujalid bin Sa’id memutaba’ahnya pada ath-Thabrani. Maka hadits tersebut shahih sebagaimana diterangkan oleh at-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Mundziri, an-Nawawi, Ahmad Syakir, dan al-Albani.

Dan kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan at-Tirmidzi serta yang lainnya, dari Abu Sa’id, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ.

“Jihad yang paling utama adalah mengatakan keadilan (kebenaran) kepada penguasa yang zhalim.”

Hasan Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Kitab al-Fitan, Bab al-Amru bi al-Ma’ruf, 2/1329, no. 4011; Abu Dawud, Kitab al-Malahim, Bab al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyu an al-Munkar, 2/527, no. 4344; at-Tirmidzi, Kitab al-Fitan Bab Afdhal al-Jihad, 4/471, no. 2174; al-Qudha`i 1286 dan 1287; dan al-Ashbahani dalam at-Targhib no. 2149: dari jalur Israil, dari Muhammad bin Jahadah, dari Athiyah, dari Abu Sa’id dengan hadits tersebut.

Sanad ini dhaif dari sisi Athiyah al-Aufi, tetapi diriwayatkan oleh al-Humaidi no. 752; Ahmad 3/19 dan 61; dan al-Hakim 4/505: dari berbagai jalur, dari Ali bin Zaid, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa’id. Dan Ali bin Zaid bin Jud’an di dalamnya juga terdapat kelemahan, dia mempunyai syawahid di antaranya: hadits Thariq bin Syihab dalam riwayat Ahmad 4/315; dan an-Nasa`i 7/161, no. 4220; dengan sanad yang shahih. Dan hadits Abu Umamah dalam riwayat Ahmad 5/251 dan 256; dan Ibnu Majah, no. 4012; dengan sanad yang hasan. Dan lainnya. Kesimpulannya, hadits ini hasan dengan mengumpulkan kedua jalurnya, shahih dengan adanya syahid, at-Tirmidzi telah menghasankannya, dan al-Mundziri serta an-Nawawi menyetujuinya, as-Sakhawi menguatkannya, dan al-Albani menshahihkannya.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

Saya berkata, Dan hadits-hadits dalam bab ini lebih masyhur untuk disebutkan.

Dan ayat-ayat yang mulia ini merupakan ayat-ayat yang dengannya tertipu mayoritas orang-orang jahil (bodoh), dan mereka cenderung kepada yang bukan maksudnya. Akan tetapi makna yang paling benar adalah bahwasanya kalian apabila mengerjakan apa yang diperintahkan, maka kesesatan orang yang sesat tidak akan membahayakan kalian, dan dari kalimat Ma Umiru Bihi bermakna amar maruf nahi munkar. Dan ayat ini maknanya dekat dengan firman Allah Subhanahu waTa`ala,

وَمَاعَلَى الرَّسُولِ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ

“Dan kewajiban rasul itu, tidak lain hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya.” (Al-Ankabut: 18)

Dan ketahuilah bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu mempunyai syarat-syarat dan tata cara yang bukan di sini tempat pembahasannya secara panjang lebar, dan tempat yang paling baik (dalam pembahasannya) adalah Ihya Ulumi ad-Din, dan saya telah menjelaskan hal-hal penting dalam Syarh Shahih Muslim. Wabillahi at-Taufiq.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Yusuf Al-Lomboky