MENYERU KEPADA DAKWAH TAUHID

Setelah seorang muslim mempelajari dan merealisaikan tauhid, takut dan menjauhi syirik maka hendaklah dia menyebarkan dan mendakwahkan tauhid ini kepaa orang lain karena tidak sempurna keimanan kecuali dengan berdakwah kepada tauhid. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr: 1-3)

Maka di samping seseorang harus bertauhid dia juga harus berdakwah kepada tauhid tersebut, kalau tidak maka keimanannya kurang sempurna. Dan tidak diragukan bahwa orang yang menempuh jalan tauhid, dia tidak menempuh jalan tersebut melainkan dia memandang bahwa tauhid adalah jalan yang paling utama. Dan jika ia benar dalam keyakinannya maka pasti dia akan mendakwahkan dan menyebarkan keyakinanya. Dakwah kepada Laa illaha illallahu adalah termasuk kesempurnaan tauhid, tidak sempurna tauhid kecuali dengannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ {108}

“Katakanlah:”Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS.Yusuf :108)

“Jalanku” yang dimaksud adalah apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berupa syari’at. Aku meyeru kepada jalan Allah, hal ini karena da’I ada dua, yang
pertama da’i yang menyeru kepada jalan Allah yaitu da’i yang ikhlas yang berniat menunjuki manusia ke jalan Allah
kedua da’i yang menyeru kepada selain Allah yang kadang-kadang dia menyeru kepada dirinya sendiri dengan cara berdakwah kepada kebenaran/al-haq tetapi tujuannya supaya dihormati dan dimuliakan, oleh sebab itu engkau akan melihat dia marah kalau manusia tidak melakukan apa yang dia perintahkan. Kadang pula dia menyeru/berdakwah kepada pemimpinnya sebagaimana yang terjadi di sebagian besar negara di mana di dalamnya terdapat ulama-ulama sesat yang selalu membenarkan perilaku pemerintah waluapun salah dan menyelisihi syariat.

Barang siapa yang berdakwah kemudian manusia tidak mau menerima dakwahnya dan bahkan menjauhinya, maka janganlah berputus asa, dan meninggalkan dakwah, karena seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang dengan perantara dakwahnya maka itu lebih baik baginya daripada ia mendapatkan unta merah (barang paling berharga) (HR.Bukhari dan Muslim). Maka apabila dia berdakwah dan tidak mengikutinya maka dia marah karena kebenaran tidak diikuti bukan karena dirinya tidak diikuti. Dan apabila ada satu orang yang menerima dakwahnya maka itu sudah mencukupi, apabila tidak ada yang menerimanya maka dia telah terbebas dari kewjibannya (dakwah).

Kemudian cukuplah dengan adanya dakwah kepada kebenaranan dan memperingatkan dari kebatilan terdapat kejelasan bagi manusia bahwa hal ini adalah benar dan yang ini adalah salah. Karena ketika manusia semuanya tidak menjelaskan kebenaran dan menyetujui kebatilan, maka dengan berlalunya zaman kebenaran akan berbalik menjadi kebatilan dan kebatilan menjadi kebenaran.

Dan hendaknya dakwah dilakukan di atas bashirah/Ilmu dan yang dimaksud adalah bukan hanya ilmu agama/syar’i saja akan tetapi mencakup ilmu tentang kondisi orang yang didakawahi dan lmu tentang metode berdakwah. Maka bekal ilmu syari’i saja tidak cukup dalam berdakwah, tetapi dibutuhkan sikap hikmah dalam berdakwah yaitu sikap di mana kita menggunakan metode dakwah sesuai dengan kondisi orang yang kita dakwahi. Maka orang-orang yang tidak memiliki ilmu tidak layak untuk berdakawah, karena dakwahnya orang yang tidak berilmu/jahil lebih banyak merusak daripada memberikan perbaikan. Dan jalan dakwah inilah (dakwah di atas ilmu) jalannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti beliau.

عن ابن عباس – رضي الله عنهما – أن رسول الله لما بعث معاذاً إلى اليمن قال :« إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب ، فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله – وفي راوية : إلى أن يوحدوا الله – فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة ، فإن أطاعوك لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم. فإن هم أطاعوك لذلك، فإياك وكرائم أموالهم ، واتق دعوة المظلوم ، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب ».

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus Muadz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau bersabda:’Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum ahli kitab, maka jadikanlah awal dakwahmu adalah syahadat Laa ilaha illallahu –di dalam riwayat lain: Supaya mereka mentauhidkan dan mengesakan Allah-, apabila mereka mentaatimu, maka beritahu mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, apabila mereka mentaatimu, maka beri tahu mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shadaqah/zakat yang diambil dari orang kaya di antara mereka, dan di bagikan kepada orang miskin mereka. Apabila mereka mentaatimu, maka hati-hatilah terhadap harta terbaik mereka (untuk zakat), dan takutlah kepada do’anya orang yang teraniaya, sesungguhnya antara do’a mereka dengan Allah tidak ada penghalang.’”

Yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai seorang pengajar, hakim dan da’i pada bulan rabi’ul awal tahun 10 H, bersama Abu Musa al-As’ari maka beliau menasehatkan kepada mereka untuk memberikan kemudahan dan tidak menyusahkan.

Dalam hadits di atas ada beberapa pelajaran yang bisa diambil di antarannya:
1.Kedudukan tauhid sebagai awal kewajiban atas seorang hamba, ini diambil dari sabda beliau” maka jadikanlah awal dakwahmu adalah syahadat Laa ilaha illallahu –di dalam riwayat lain: Supaya mereka mentauhidkan dan mengesakan Allah.

2.Memulai dakwah dengan tauhid sebelum yang lainnya.

3.Makna “untuk mengesakan Allah adalah makna syahadat/persaksian Laa ilaha illallahu” ini diambil dari ungkapan Shahabat dalam satu riwayat dengan ungkapan” Syahadat/persaksian Laa ilaha illallah” dan dalam riwayat yang lain dengan ungkapan” Supaya mereka mentauhidkan dan mengesakan Allah.”

4.Peringatan tentang pentingnya belajar dan mengajar dengan cara beretahap.

5.Memulai segala sesuatu dari yang paling penting kemudian kepada sesuatu yang penting (memakai skala prioritas).

6.Tuntunan penyaluran zakat, diambil dari sabda beliau” diambil dari orang kaya di antara mereka, dan di bagikan kepada orang miskin mereka”

7. Dianjurkannya seorang alim untuk membongkar syubhat atau kerancuan dari hati para penuntut ilmu. Yang dimaksud syubhat adalah syubhat ilmu, maksudnya ada kebodohan pada diri seseorang, ini diambil dari sabda beliau” maka beritahu mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, apabila mereka mentaatimu, maka beri tahu mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shadaqah/zakat yang diambil dari orang kaya di antara mereka, dan di bagikan kepada orang miskin mereka”. Maka beliau menjelaskan bahwa zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan disalurkan dan dibagikan kepada orang miskin mereka.

8.Larangan untuk memungut zakat dari harta terbaik mereka, sebagaimana sabda beliau” dan terhadap harta terbaik mereka (untuk zakat)” karena kata “berhati-hatilah”memberikan makna peringatan dan peringatan menunjukkan larangan.

9.Perintah untuk takut terhadap do’anya orang-orang yang teraniaya/terdzalimi, sebagaimana sabda beliau ”takutlah kepada do’anya orang yang teraniaya”.

10.Penjelasan bahwa do’a mereka tidak terhalangi, sebagaimana sabda beliau “sesungguhnya antara do’a mereka dengan Allah tidak ada penghalang”. Maka dihubungkannya at-Targhib(motivasi) dan at-Tarhib(ancaman) dengan hukum adalah sesuatu yang bisa mendorong dan memotivasi kita apabila berupa at-Targhib, dan akan menjauhkan kita dan membuat kita takut apabila berupa at-Tarhib sebagaimana sabda beliau “takutlah kepada do’anya orang yang teraniaya”,maka kadang-kadang seseorang tidak takut, akan tetapi apabila dikatakan kepadanya” sesungguhnya antara do’a mereka dengan Allah tidak ada penghalang” maka dia takut dan akan meninggalkan larangan itu.

(Disarikan dari al-Qoul al-Mufid (edisi Arab) bab.Dakwah Kepada Tauhid,cet.Daar Ibnul Jauzi.oleh Abu Yusuf Sujono )