Ketahuilah, bahwa bagi orang yang mendengar ghibah seorang Muslim, hendaklah dia menyangkal dan mencegah orang yang mengatakannya. Apabila dia tidak bisa men-cegahnya dengan perkataan, dia mencegahnya dengan tangannya, apabila dia tidak bisa mencegahnya dengan tangan atau lisan, maka hendaklah dia meninggalkan majelis ter-sebut.

Apabila dia mendengar ghibah terhadap syaikhnya atau yang lainnya dari orang yang mempunyai hak atas dirinya, atau dia merupakan orang yang mempunyai keutamaan dan kebaikan, maka perhatian terhadap apa yang telah kami kemukakan tersebut lebih besar.

(1083) Kami meriwayatkan dalam Kitab at-Tirmidzi, dari Abu ad-Darda` radiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda,

مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ، رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Barangsiapa yang mencegah (terjadinya ghibah) terhadap kehormatan saudaranya, maka Allah akan melindungi wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.” ( Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad 6/450; at-Tirmidzi, Kitab al-Birr, Bab adz-Dzabb an Irdhi Muslim, 4/327, no. 1931; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamt, no. 250; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 7635: dari jalur Abu Bakar an-Nahsyali, dari Marzuq Abu Bakar, dari Ummu ad-Darda`, dari Abu ad-Darda` dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

(1084) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dalam hadits Itban radiyallahu ‘anhu , dalam haditsnya yang panjang dan masyhur, dia berkata,

قَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي، فَقَالُوْا: أَيْنَ مَالِكُ بْنُ الدُّخْشُمِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: ذلِكَ مُنَافِقٌ لاَ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لاَ تَقُلْ ذلِكَ، أَلاَ تَرَاهُ قَدْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، يُرِيْدُ بِذلِكَ وَجْهَ اللهِ.

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri untuk shalat. Mereka bertanya, ‘Di mana Malik bin ad-Dukhsyum?’ Maka seorang laki-laki berkata, ‘Dia adalah seorang munafik yang tidak mencintai Allah dan RasulNya.’ Maka Nabi a bersabda, ‘Janganlah kamu mengatakan demikian, tidakkah kamu mengetahui bahwa dia telah mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang dengan itu dia mengharapkan Wajah Allah’.” ( Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ash-Shalah, Bab al-Masajid Fi al-Buyut, 1/519, no. 425; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab ar-Rukhshah fi at-Takhalluf an al-Jama’ah, 1/455, no. 33.)

(1085) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim,(Kitab al-Imarah, Bab Fadhilah al-Imam al-Adil, 3/1461, no. 1830.)
dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah , bahwa Aidz bin Amr -dan dia termasuk sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke rumah Ubaidullah bin Ziyad seraya berkata,

أَيْ بُنَيَّ، إِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْهُمْ. فَقَالَ لَهُ: اِجْلِسْ فَإِنَّمَا أَنْتَ مِنْ نُخَالَةِ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: وَهَلْ كَانَتْ لَهُمْ نُخَالَةٌ؟ إِنَّمَا كَانَتِ النُّخَالَةُ بَعْدَهُمْ وَفِي غَيْرِهِمْ.

“Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah a bersabda, ‘Sesungguhnya sejelek-jelek pemerintah adalah yang diktator, maka jauhkanlah dirimu untuk menjadi salah seorang dari mereka.’ Maka dia berkata, ‘Duduklah karena kamu hanya (seperti) kulit (bukan termasuk ulama) sahabat Muhammad a.’ Maka dia menjawab, ‘Adakah pada generasi sahabat orang-orang yang tidak memiliki keutamaan (Nukhalah). Sesungguhnya orang-orang yang tidak memiliki keutamaan itu adalah sesudah mereka, dan berada dalam generasi selain mereka’.” ( الرِّعَاءjamak dari رَاعٍ. الْحُطَمَةُ bermakna orang yang keras dalam menggiring, mengatur dan mengarahkan untanya. Ini adalah perumpamaan bagi pemimpin yang jahat.)

(1086) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ka’ab bin Malik radiyallahu ‘anhu , dalam haditsnya yang panjang pada kisah taubatnya, dia berkata,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ جَالِسٌ فِي الْقَوْمِ بِتَبُوْكَ: مَا فَعَلَ كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، حَبَسَهُ بُرْدَاهُ وَالنَّظَرُ فِي عِطْفَيْهِ، فَقَالَ لَهُ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ رضي الله عنه: بِئْسَ مَا قُلْتَ، وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ إِلاَّ خَيْرًا. فَسَكَتَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم.

“Rasulullah bersabda sedangkan beliau duduk di tengah sekelompok (para sahabat) di Tabuk, ‘Apa yang dikerjakan oleh Ka’ab bin Malik?’ Maka seorang laki-laki dari Bani Salimah berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia tertahan oleh kedua selendangnya dan terlena oleh kekaguman pada dirinya.’ Maka Mu’adz bin Jabal radiyallahu ‘anhu berkata kepadanya, ‘Alangkah jeleknya yang kamu ucapkan. Demi Allah, wahai Rasulullah, tidaklah kami mengetahui pada dirinya melainkan hanya kebaikan saja.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam diam.”

Saya berkata, ‘عِطْفَاهُ’ bermakna kedua sisinya. Ini merupakan isyarat kepada kekagum-annya terhadap dirinya sendiri.

(1087) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, dari Jabir bin Abdullah dan Abu Thalhah radiyallahu ‘anhuma, keduanya berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنِ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيْهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلاَّ خَذَلَهُ اللهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنِ امْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ، إِلاَّ نَصَرَهُ اللهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ نُصْرَتَهُ.

‘Tidaklah seseorang menghinakan seorang Muslim pada suatu sisi yang (biasanya) menjadi sasaran direndahkannya kehormatannya dan dicelanya harga dirinya, melainkan Allah akan meng-hinakannya pada suatu tempat yang dia menginginkan pertolonganNya. Dan tidaklah seseorang menolong seorang Muslim pada suatu sisi yang harga dirinya dicela dan kehormatannya direndah-kan, melainkan Allah akan menolongnya pada tempat yang dia menginginkan pertolonganNya’.” (Dhaif: Diriwayatkan oleh Ahmad 4/30; al-Bukhari at-Tarikh 1/347; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Man Radda an Muslim Ghibatan, 2/687, no. 4884; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 8637; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 8/189; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 7632: dari jalur al-Laits bin Sa’ad, Yahya bin Sulaim bin Zaid telah mence-ritakan kepadaku, dia mendengar Ismail bin Basyir, saya mendengar Jabir bin Abdullah dan Abu Thalhah al-Anshari dengan hadits tersebut

(1088) Kami meriwayatkan di dalamnya, dari Mu’adz bin Anas, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ (أُرَاهُ قَالَ)، بَعَثَ اللهُ c مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى مُسْلِمًا بِشَيْءٍ يُرِيْدُ شَيْنَهُ بِهِ، حَبَسَهُ اللهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ.

“Barangsiapa yang melindungi seorang Mukmin dari seorang munafik (saya menduga dia berkata), niscaya Allah akan mengutus seorang malaikat yang menjaga dagingnya dari api Neraka Jahanam pada Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang menuduh seorang Muslim dengan suatu aib, dia bermaksud mencelanya dengannya, niscaya Allah akan menahannya di atas jembatan Jahanam sehingga dia keluar dari perkataan yang diucapkannya.” (Hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd, no. 686; Ahmad 3/441; al-Bukhari dalam at-Tarikh 1/377; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Man Radda an Muslim Ghibatan, 2/687, no. 4883; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamtu, no. 248; ath-Thabrani 20/194, no. 433; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 7631; al-Baghawi, no. 3527; dan al-Ashbahani, no. 2203: dari jalur Yahya bin Ayyub, (dari Abdullah bin Sulaiman), dari Ismail bin Yahya al-Ma’afiri, dari Sahl bin Mu’adz al-Juhani, dari ayahnya dengan hadits tersebut.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Rifki Solehan