Tanya :

Apa hak-hak dan kewajiban-kewajiban istri?

Jawab :

Hak-hak mutlak dan kewajiban-kewajiban istri tidak disebutkan rinciannya di dalam syari’at, tapi standarnya adalah “tradisi” yang patut, berdasarkan firman Allah,
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (An-Nisa’: 19) dan firman-Nya,
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228).
Dengan demikian, hal-hal yang berlaku secara tradisi/kebiasaan, maka itulah yang wajib. Adapun yang tidak berlaku secara tradisi maka tidak wajib, kecuali jika tradisi itu bertentangan dengan syari’at, maka yang jadi patokannya adalah ketetapan syari’at. Jika tradisi yang berlaku adalah suami tidak memerintahkan istrinya untuk shalat dan tidak bersikap baik, maka ini tradisi yang batil. Namun jika tradisi itu tidak bertentangan dengan syari’at maka Allah mengembalikan kepada ayat-ayat tadi.
Kewajiban setiap penanggung jawab rumah tangga adalah bertakwa kepada Allah dalam menangani orang-orang yang urusannya telah diserahkan Allah kepadanya, baik laki-laki maupun perempuan, maka jangan sampai meremehkan mereka. Adakalanya seorang ayah tidak memperdulikan anak-anaknya, baik yang laki-laki maupun yang perem-puan, tidak menanyakan siapa yang sedang tidak di rumah atau yang ada di rumah, tidak duduk-duduk bersama mereka, bahkan selama sebulan atau dua bulan tidak pernah berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Ini kesalah besar.
Kami sarankan kepada saudara-saudara kami, hendak-nya mereka berusaha keras menciptakan kebersamaan, bukan perpecahan (bersikap masing-masing), hendaknya makan siang dan makan malam dilakukan bersama-sama, tapi dalam hal ini para wanita tidak boleh berkumpul bersama laki-laki yang bukan mahromnya. Di sebagian masya-rakat, ini merupakan tradisi, tapi jelas ini tradisi yang bertentangan dengan syari’at, karena berkumpulnya wanita dan laki-laki yang bukan mahrom ketika makan bersama hukumnya dilarang. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua.
( Majmu’ Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, juz 3, hal. 245, Syaikh Ibnu Utsaimin. )