Hari-hari penuh barakah dan rahmat telah berlalu, malam-malam penuh ampunan dan maghfirah telah berpisah, embun-embun di lailatul qadar ikut meninggalkan kita, yang tersisa adalah sebongkah do’a di kalbu, semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadhan tahun depan, Amin.
Alhamdulillah, kita telah mendapat kesempatan berlatih dan digembleng di bulan suci dengan tempaan berbagai amal kebajikan dan menjauhkan diri dari setiap keburukan dan kenistaan. Kesempatan untuk mengikuti penggemblengan ini merupakan nikmat yang paling agung bagi umat Islam, karena mereka diseru untuk menapaki tangga-tangga amal kebajikan menuju derajat tertinggi di sisi-Nya yaitu derajat taqwa. Segala puji hanyalah bagi-Nya, marilah kita bersyukur dengan hakikat syukur yang sesungguhnya, sehingga harapan dan do’a kita terkabulkan, nikmat dan karunia bagi kita Dia l tingkatkan, dengan bulan suci tahun depan kita dipertemukan kembali.

Mensyukuri Nikmat Puasa
Sebulan penuh kita dilatih menahan hawa nafsu, Alhamdulillah, dengan pertolongan-Nya kita telah mampu, sehingga kita selamat dari dorongan syahwat yang jahat, bahkan puasa dapat mengarahkan kita ke dalam ibadah dan taat, sungguh kenikmatan yang berupa kekuatan dan benteng yang melindungi diri kita ini harus kita rawat, kita jaga jangan sampai rusak, apalagi kita campakkan percuma. Kita jaga perisai taqwa ini dengan melaksanakan setiap perintah agama sekuat tenaga kita, dan menjauhkan diri kita dari setiap kemaksiatan, serta menambahkan amalan-amalan sunnah dengan sebaik-baiknya, seperti: shalat-shalat sunnah, puasa-puasa sunnah, bershadaqah, dan menjauhi perbuatan-perbuatan makruh, atau kegiatan yang kurang bermanfaat. Dengan berbuat ihsan, insya-Allah benteng taqwa kita tetap dijaga oleh Allah l sebagaimana firman-Nya, artinya,
“Sesungguhnya Allah l beserta orang- orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl: 128)

Mensyukuri Ibadah Qiyamullail
Kenikmatan shalat malam di bulan suci Ramadhan telah dirasakan oleh kaum muslimin. Rasulullah n menjanjikan ampunan dari Allah l bagi mukminin yang mendirikannya, asal menepati satu syarat yaitu betul-betul hanya mengharap pahala dari sisi-Nya.
Kenikmatan dan ampunan itu haruslah terus kita pelihara dengan tetap menjaga malam-malam kita sepanjang tahun dengan amal-amal kebajikan, terutama dengan bacaan Al-Qur’an, dzikir, do’a, istighfar juga shalat malam, terlebih khusus lagi adalah dengan shalat witir, sesungguhnya kenikmatan dan janji ampunan itu tetap dijamin oleh Allah l di setiap penghujung malam di luar bulan Ramadhan sekalipun.

Mensyukuri Pelatihan Kesabaran
Ibadah puasa yang telah melatih diri kita dengan kesabaran adalah karunia yang amat agung untuk kita muliakan. Maka wajib kita bersyukur kepada Allah l dengan cara menjaga dan menggunakan kesabaran itu dengan sebaik-baiknya, sebab ujian dan cobaan dari Allah l tidak hanya diturunkan oleh Allah l di bulan Ramadhan saja, akan tetapi kapan saja Dia berkehendak sebagai bukti kecintaan kepada hamba-Nya yang mukmin. Allah l telah berfirman, artinya,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah l”. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah l itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
Tanpa kesabaran, cita-cita yang termulia sekalipun tidak akan dapat tercapai. Selain do’a dan shalat, kesabaran adalah senjata utama hamba mukmin dalam mengarungi badai dan gelombang ujian demi ujian dengan teguh, selamat dan jaya, insya-Allah. Allah l berfirman, artinya,
“Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah l beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153 )

Mensyukuri Pelatihan Kejujuran, Kedisiplinan, Ketaatan, dan Keikhlasan
Allah l berfirman dalam hadist qudsi, “Mereka meninggalkan makan, minum, dan syahwat karena Aku.” Itulah pengakuan Allah l atas puasa kita, wahai kaum mukminin yang dimuliakan oleh Allah l! Dengan pengakuan Allah l dan Taufiq-Nya, sebulan penuh kita telah berbuat jujur dan taat menahan dorongan nafsu yang halal maupun yang jahat, untuk kita tekan dan paksakan memenuhi perintah dan aturan Allah Rabbul alamin, dengan iman dan hanya mengharap balasan dari-Nya semata (ikhlas dan muhtasabah).
Maka kelulusan dan gelar disiplin, taat, jujur dan ikhlas itu, wajib kita pertahankan, sebab bila tidak, syaithon akan merebut dan merusaknya, dengan cara menghiasi amal-amal baik kita dengan sifat kemunafikan, riya, pamer, sum’ah, gila pujian, dan perbuatan syirik. Itulah senjata yang mereka bidikkan di hati manusia, sehingga amal ibadah mereka tertolak di sisi Allah l. ( fana’udzubillah)
Atau bila sifat jujur, disiplin, taat, dan ikhlas itu telah hilang dari jiwa kita, maka jiwa kita telah keluar dari lindungan Allah l dan pindah kepada perlindungan syaithon, maka sangat mudah bagi kita untuk berbuat maksiat, zhalim, curang, jahat, munafiq, penakut, dendam, sombong, dengki, rakus, dan segala perbuatan serta sifat buruk dan hina lainnya, dan itulah seburuk-buruk makhluq di muka bumi.
Untuk mempertahankan gelar dan kedudukan ketaatan, jujur, dan keikhlasan itu, kita harus terus menjaga iman kita, memperbaharuinya, memupuk dengan amal sholeh, dan menyiraminya dengan air murni keikhlasan dan khasyyah (perasaan takut). (Lihat firman Allah l QS. Al-Bayyinah: 7-8). Itulah sebaik-baik makhluq yang diakui oleh Allah l, mereka akan datang menghadap Allah l dengan hati yang bersih.
Sebagaimana firman-Nya, artinya,
“(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah l dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’araa’: 88-89)

Mensyukuri Ni’matnya Tilawatil Qur’an
Di bulan Ramadhan Rasulullah n bersama malaikat Jibril p bermudarasah Al-Qur’an. Dari sana beliau n mendapatkan tambahan keteguhan jiwa, kekuatan hafalan, serta urutan tertib ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an. Kaum mukminin menemukan kekuatan, keteguhan, jalan lurus yang terang benderang, petunjuk hidup yang menyelamat-kan, obat jiwa, penjelas dari petunjuk serta pembeda antara yang hak dan yang bathil, serta kenikmatan berdialog bersama Rabbil ‘alamin, menimbun barokah, menambah keteguhan iman, serta cermin rona jiwa adalah dari tilawah, tadarus, dan tadabbur ayat-ayat Al-Qur’an. Firman Allah l, artinya,
“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. 38 Shad: 29). Silakan periksa juga surat Yunus 57-58 dan surat Al-Baqarah 185.
Amirul mukminin Umar bin Al-Khoththob a berkata, “Sesungguhnya dengan kitab suci ini satu kaum (mukminin) akan diangkat Allah l dan dengan kitab suci ini pula satu kaum (kafir) akan dihinakan Allah l.”
Maka sangat tepat sekali bila kebangkitan umat ini adalah dengan caranya yang utama yaitu kembali dengan benar bertilawah, tadarrus Al-Qur’an, dan tadabbur, serta ikhlas mengamalkannya dengan bersungguh-sungguh sejak bulan suci Ramadhan terus sepanjang tahun sampai bertemu kembali ke dalam bulan suci ini, menjadikan mereka sahabat setia Al-Qur’an, maka Al-Qur’an pun akan menolong mereka menjadi syafaat bagi mereka di akhirat kelak.

Mensyukuri Nikmat Bershadaqah
Karena mengharap barokah di bulan suci, kaum mukminin menjadi orang yang lebih dermawan, sangat pemurah di bulan Ramadhan, kenikmatan itu harus kita pertahankan, kita lestarikan sepanjang tahun bahkan sampai akhir hayat kita, sebab Rasulullah n bersabda, “Shadaqah itu adalah bukti .” (HR. Muslim)
Bukti iman di dalam jiwa orang beriman, di akhirat kelak sebagai bukti bahwa hartanya telah dibelanjakan dengan benar, bukti bahwa cintanya bukan kepada harta, dunia, dan seisinya, bukti seorang beriman menyukai sifat zuhud, itulah bukti bahwa Allah l dan segenap makhluq mencintainya karena sifat zuhudnya. Rasulullah n bersabada, “Zuhudlah kamu dalam urusan dunia, maka Allah l akan mencintaimu, dan zuhudlah dari apa yang ada di sisi manusia, maka mereka akan mencintaimu.” (HR. Muslim)

Mensyukuri Ni’mat Berdo’a, Berdzikir, dan Beristighfar
Karunia yang amat agung bila hamba telah mendapat taufiq untuk senantiasa berdzikir, berdo’a, dan istighfar lalu Allah l mengampuninya dan menganugerahkan taubat nasuha. Seorang badui bertanya kepada Rasulullah n tentang amalan yang utama, Rasulullah n menjawab, “Engkau meninggalkan dunia, sedang lisanmu senan-tiasa basah dengan dzikir kepada Allah k.” (Musnad Ibnu Ja’d 1: 492)
Siapa yang membiasakan beristighfar, maka Allah l menjadikan baginya pada setiap kesempitan jalan keluar dan dari setiap kesedihan (Allah l jadikan) suatu kegem-biraan dan Dia l memberinya rizqi dari arah yang dia tidak menyangka-nyangka.” (HR. Abu Daud dari Ibnu Abbas h).
Sungguh jaminan ini terus berlaku sepanjang tahun bagi mukminin yang ikhlas dalam istighfar dan do’anya. Allah l berfirman, artinya, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagi kalian.” (QS. Ghafir: 60)

Mensyukuri nikmat ber’iktikaf memburu Lailatul Qadar
Ber’iktikaf telah melatih kaum mukminin untuk memusatkan hidup kepada Allah l dengan dzikir dan ibadah, sepenuhnya di masjid, seraya memutuskan hubungan diri dengan dunia, mempersiapkan diri menemui Rabbul ‘Alamin dengan hati yang bersih, dengan jiwa yang suci tulus dalam ketaatan kepada Allah Yang Maha Besar.
Menuju puncak derajat tertinggi di sisi Allah l yaitu derajat muttaqin, dengan memperbanyak dan mengutamakan istighfar, menyucikan diri dari dosa dan noda, mengharap ampunan dan ridha dari Allah l, serta anugerah taubat dari-Nya, itulah cita harapan kaum mukminin yang termulia, sehingga nilai dunia tiada menjadi tujuan utamanya, maka mereka meninggalkan kecintaan dunia yang amat hina.
Mereka menjadikan diri mereka sebagai musafir dalam perjalanan panjang ke alam Akhirat yang sedang berteduh di bawah naungan pohon dunia, maka bekal mereka adalah kewaspadaan, taqwa, bersungguh-sungguh melaksanakan ketaatan dan bersungguh-sungguh menghindari kemak-siatan, bersungguh-sungguh mengharap keridhoan Allah l dan bersungguh-sungguh pula memohon ampunan-Nya.
Itulah derajat yang tertinggi, itulah nasib yang paling menguntungkan. Itulah jalan kebahagiaan. Itulah hidayah yang telah diajarkan oleh Pemimpin Agung umat manusia, Rasulullah Muhammad n. (Waznin Mahfudz)