(1131) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Sahl bin Hunaif dan dari Aisyah radiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda,

لاَ يَقُوْلَنَّ أَحَدُكُمْ: خَبُثَتْ نَفْسِيْ، وَلكِنْ لِيَقُلْ: لَقِسَتْ نَفْسِيْ.

“Janganlah salah seorang di antara kalian mengatakan, ‘Khabutsat Nafsi (jiwaku jelek),’ akan tetapi ucapkanlah, ‘Laqisat nafsi (jiwaku tercela)’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab La Yaqul: Khabutsat Nafsi, 10/563, no. 6179 dan 6180; dan Muslim, Kitab al-Adab, Bab Karahah Qauli: Khabutsat Nafsi, 4/1765, no. 2250 dan 2251: dari hadits Ummu al-Mukminin Aisyah dan Sahl bin Hunaif radiyallahu ‘anhuma secara berurutan.

(1132) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dengan isnad yang shahih, dari Aisyah radiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

لاَ يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ: جَاشَتْ نَفْسِي، وَلكِنْ لِيَقُلْ: لَقِسَتْ نَفْسِي.

“Janganlah salah seorang di antara kamu mengatakan, ‘Jasyat nafsi (jiwaku jelek),’ akan tetapi ucapkanlah, ‘Laqisat nafsi (jiwaku tercela)’.” Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab La Yuqal Khabutsat Nafsi, 2/713, no. 4979; Musa bin Ismail telah menceritakan kepada kami, Hammad telah menceritakan kepada kami: dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah dengan hadits tersebut.

Sanad ini shahih, para perawinya tsiqah, mereka adalah para perawi asy-Syaikhain, kecuali Hammad, dia adalah Ibnu Salamah yang merupakan perawi Muslim saja, maka sanadnya berdasarkan atas syarat Muslim. Bahkan dia benar-benar mengeluarkannya, akan tetapi dengan lafazh terdahulu.

Para ulama berkata, “لَقِسَتْ dan جَاشَتْ bermakna غَثَتْ (tercela) Semua lafazh ini menunjukkan pada satu perkara yaitu goncangnya alat pencernaan yang mendahului muntah.
.” Mereka berkata, “Dan kata خَبُثَتْ dibenci karena berasal dari lafazh الْخُبْثُ (kejelekan, tipu daya) dan الْخَبِيْثُ (kekejian, kejahatan).” Al-Imam Abu Sulaiman al-Khaththabi berkata, لَقِسَتْ dan خَبُثَتْ adalah satu makna, dan sesungguhnya kata خَبُثَتْ dibenci disebabkan lafazh الْخُبْثُ (kejelekan, tipu daya) dan kejelekan nama dari kata tersebut, dan Nabi mengajarkan mereka adab dalam penggunaan kata-kata yang baik dan meninggalkan kata-kata yang jelek.

Pasal:

(1133) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَقُوْلُوْنَ: اَلْكَرْمُ، إِنَّمَا الْكَرْمُ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ.
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ :لاَ تُسَمُّوا الْعِنَبَ الْكَرْمَ، فَإِنَّ الْكَرْمَ الْمُسْلِمُ. وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ : فَإِنَّ الْكَرْمَ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ.

‘Mereka mengatakan, ‘Al-Karmu (anggur)’, sesungguhnya ‘al-Karmu’ itu adalah hati orang yang beriman’.”

Dan dalam riwayat lain milik Muslim, ‘Janganlah kamu menamakan anggur dengan ‘al-Karmu’, karena al-karmu adalah seorang Muslim’.

Dan dalam riwayat lain miliknya, ‘Karena al-Karmu adalah hati seorang Mukmin’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adab, Bab La Tasubbu ad-Dahra, 10/564, no. 7182 dan 7183; dan Muslim, Kitab al-Adab, Bab Karahah Tasmiyah al-Inab Karman, 4/1763, no. 2247.

Dalam riwayat Muslim,

لاَ تَسُمُّوا اْلعِنَبَ الْكَرْمَ، فَإِنَّ الْكَرْمَ الْمُسْلِمُ.

“Janganlah kalian menamakan anggur dengan kata ‘al-Karmu,’ karena ‘al-Karmu’ adalah seorang Muslim.”

Dan dalam riwayatnya,

فَإِنَّ الْكَرْمَ قَلْبُ الْمُؤْمِنِ.

“Karena ‘al-Karmu’ merupakan hati orang yang beriman.”

(1134) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim, Kitab al-Adab, Bab Karahah Tasmiyah al-Inab Karman, 4/1764, no. 2248, dari Wail bin Hujr radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

لاَ تَقُوْلُوا الْكَرْمَ وَلكِنْ قُوْلُوا الْعِنَبَ وَالْحَبَلَةَ.

“Janganlah kalian menyebutnya ‘al-Karm’, akan tetapi sebutlah ia dengan ‘al-Inab’ dan ‘al-Habalah’.

Saya berkata, “Al-Habalah”, sedangkan al-Jauhari dan lainnya berkata, “Al-Hablah.” Maksud dari hadits ini adalah larangan menamakan anggur dengan sebutan “al-Karmu,” sebagaimana orang-orang jahiliyah pada saat itu menamakannya “al-Karm,” begitu juga dengan sebagian manusia dewasa ini, Juga pada saat ini, bahkan mayoritas dari mereka menamakannya al-Karm, al-Kurum, dan al-Karmah Bahkan istilah tersebut dipakai pada kurikulum sekolah. Hanya kepada Allah semata tempat mengadu, mereka menamakannya demikian. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang pemberian nama ini.

Al-Imam al-Khaththabi dan para ulama lainnya berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam khawatir, kebaikan namanya (al-Karmu) dapat menyeru mereka untuk meminum khamar yang diambil dari buahnya, maka nabi menyatakan nama ini negatif.” Wallahu A’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Rifki Solehan El-Hawary.