Setelah memperoleh kemenangan Rasulullah mengutus Abdullah bin Rawahah untuk menyampaikan kabar gembira kepada penduduk ‘Aliyah dan Zaid bin Haritsah kepada penduduk Saafilah. Kemudian beliau bergegas kembali ke Madinah dengan membawa para tawanan. Diantara mereka terdapat Uqbah bin Abi Mu’aith dan An-Nadhr bin Al-Harits. Beliau juga membawa harta rampasan perang yang diperoleh dari kaum musyrikin. Beliau memerintahkan Abdullah bin Ka’ab bin Amru bin ‘Auf untuk mengawalnya.

Beliau berjalan hingga sampai di Mudhayyiq Shafraa’ beliau singgah di sebuah bukit kecil antara Mudhayyiq dan Naziyah. Di situlah beliau membagi-bagikan harta rampasan perang yang Allah berikan kepada kaum muslimin. Beliau membaginya sama rata.

Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan. Sesampainya di Rau-ha’ beliau bertemu dengan sebagian kaum muslimin yang mengucapkan selamat atas kemenangan yang diberikan Allah kepada beliau bersama pasukan. Salamah bin Salamah berkata: “Ucapan selamat apakah yang kalian tujukan buat kami?! Demi Allah kami hanyalah menghadapi kaum yang lemah seperti unta-unta yang tertambat lalu kami datang menyem-belihinya!”

Rasulullah hanya tersenyum mendengar perkataan tersebut. Kemu-dian beliau berkata: “Hai saudaraku, mereka adalah kelompok yang besar!”

Setibanya di Ash-Shafraa’, An-Nadhr bin Al-Harits dibunuh, Ali bin Abi Thaliblah yang melaksanakan tugas membunuhnya. Kemudian pasukan kembali bergerak, setibanya di ‘Irq Zhabiyyah giliran Uqbah bin Abi Mu’aith yang dibunuh. Ketika Rasulullah SAW., memerintahkan agar membunuhnya, ia berkata: “Untuk siapakah mata pedang ini hai Mu-hammad?”

“Untuk Neraka!” jawab beliau.
‘Ashim bin Tsabit bin Abi Aqlah Al-Anshari yang melaksanakan tugas membunuhnya. Kemudian Rasulullah melanjutkan perjalanan hing-ga tiba di Madinah sehari sebelum rombongan yang membawa tawanan tiba. Ketika para tawanan datang, beliau membagi-bagikannya kepada para sahabat. Beliau berpesan agar berbuat baik terhadap para tawanan.

Orang Quraisy pertama yang sampai di Makkah setelah kekalahan itu ialah Al-Haisumaan bin Abdulllah.

Orang-orang Quraisy meratapi para korban yang gugur. Kemudian mereka berkata: “Jangan meratap seperti itu, jangan sampai Muhammad dan sahabat-sahabatnya mendengar ratapan kita sehingga mereka ber-gembira mendengarnya. Jangan utus seorang pun untuk menebus ta-wanan kalian. Tundalah niat kalian itu. Jangan sampai Muhammad dan sahabat-sahabatnya menekan kalian dalam penebusan tawanan tersebut!”

Dalam peperangan itu Al-Aswad bin Al-Muthalib kehilangan tiga orang anaknya: Zam’ah bin Al-Aswad, Uqeil bin Al-Aswad dan Al-Harits bin Zam’ah. Ia ingin sekali meratapi anak-anaknya itu. Tiba-tiba pada suatu malam ia mendengar suara ratapan. Pada saat itu pandangannya sudah lemah, ia berkata kepada seorang budaknya: “Coba lihat siapakah yang meratap itu? Apakah orang-orang Quraisy sedang meratapi korban-korban mereka yang gugur? Biar aku menangisi Abu Hakimah –yakni Zam’ah- karena dadaku sudah sesak rasanya! Sekembalinya si budak tadi ia berkata: “Itu hanyalah tangisan seorang wanita yang kehilangan untanya?” Saat itulah Al-Aswad melantunkan syair dukanya:
Apakah wanita itu menangisi untanya yang hilang
Hingga ia tidak bisa tertidur pulas?
Jangan tangisi unta itu tangisilah para korban perang Badar
Tangisilah Bani Husheish, Makhzum dan keluarga Abul Walid
Tangisilah Uqeil dan Harits singa milik Al-Aswad
Tangisilah mereka semua janganlah engkau jemu!
Sungguh Abu Hakimah memang tiada tandingannya!

Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus para tawanan. Mereka mengutus Mikraz bin Hafsh untuk menebus Suheil bin Amru. Setelah Mikraz mengemukakan maksudnya dan disetujui oleh kaum muslimin, mereka berkata: “Berikanlah tebusannya?” Mikraz ber-kata: “Ikatlah kakiku sebagai ganti dirinya, dan bebaskanlah dia hingga ia memberikan tebusannya kepada kalian. Maka kaum muslimin pun mem-bebaskan Suheil dan mengikat Mikraz sebagai gantinya.

Pada saat itu Umar bin Al-Khatthab RA., berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku menanggalkan giginya dan memotong lidahnya agar ia tidak bisa lagi menjelek-jelekkan dirimu!” Rasulullah SAW., berkata: “Aku tidak akan merusak dirinya sehingga Allah akan merusak diriku, meskipun aku seorang nabi.”

Di antara para tawanan terdapat Abul Ash bin Ar-Rabi’ bin Abdil Uzza, mantan menantu Rasulullah, bekas suami putri beliau, Zainab RA.,. Islam telah memisahkan mereka berdua. Hanya saja dahulu Rasulullah SAW., tidak kuasa memisahkan mereka berdua. Zainab yang ketika itu sudah memeluk Islam masih tetap hidup bersama Abul Ash yang masih musy-rik. Hingga Rasulullah berhijrah ke Madinah. Ketika pasukan Quraisy be-rangkat ke peperangan Badar, Abul Ash bin Ar-Rabi’ ikut bersama pa-sukan. Pada peperangan ini ia tertawan. Di Madinah ia berada di bawah pengawasan Rasulullah.

Ketika penduduk Makkah mengutus orang-orang mereka untuk me-nebus tawanan, Zainab binti Rasulullah SAW., meminta agar Abul Ash dibe-baskan dengan tebusan sejumlah harta. Zainab menyerahkan kalungnya yang dihadiahkan oleh Khadijah saat ia berumah tangga dengan Abul Ash. Melihat itu hati Rasulullah pun luluh, lalu beliau berkata: “Jika kalian setuju membebaskan Abul Ash dan mengembalikan kalung ini kepada Zainab, maka lakukanlah.” Para sahabat berkata: “Kami setuju wahai Rasulullah, bebaskanlah Abul Ash dan kembalikanlah kalung itu kepada Zainab.”

Lalu Abul Ash kembali ke Makkah, sementara Zainab tinggal ber-sama Rasulullah di Madinah. Islam telah memisahkan keduanya. Hingga menjelang penaklukan kota Makkah, Abul Ash berangkat berniaga ke negeri Syam. Ia adalah orang yang terpercaya. Ia membawa harta da-gangannya dan harta dagangan milik orang-orang Quraisy yang diinves-tasikan kepadanya. Setelah selesai berniaga dan hendak kembali ke Makkah, ia dihadang oleh pasukan Rasulullah SAW., dan merampas harta benda yang dibawanya. Abul Ash sendiri melarikan diri karena tidak mampu melawan. Sekembalinya pasukan dengan membawa harta yang baru mereka rampas, Abul Ash diam-diam datang ke Madinah pada ma-lam hari. Ia menemui Zainab binti Rasulullah dan meminta perlindungan kepadanya, Zainab pun melindunginya. Ia ceritakan bahwa tujuannya adalah mengambil kembali hartanya yang dirampas. Pagi harinya ketika Rasulullah mulai mengerjakan shalat Shubuh bersama para sahabat, tiba-tiba Zainab berteriak dari tengah shaf: “Wahai sekalian manusia, se-sungguhnya aku telah melindungi Abul Ash bin Ar-Rabi’. Selesai shalat Rasulullah berkata: “Apakah kalian dengar teriakan itu?”

“Kami mendengarnya!” jawab sahabat.
Rasulullah berkata: “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, aku tidak tahu menahu soal itu hingga mendengarnya tadi sebagaimana yang kalian dengar. Sesungguhnya wajib melindungi orang yang dilindungi oleh seorang muslim meski serendah apapun derajatnya.”

Kemudian Rasulullah menemui putrinya dan berkata: “Wahai putri-ku, muliakanlah dia, namun janganlah mendekatinya karena ia tidak halal bagimu.”

Abdullah bin Abi Bakar menuturkan kisahnya: “Rasulullah SAW., mengutus pasukan yang merampas harta benda milik Abul Ash. Rasulullah berkata kepada mereka: “Lelaki ini (Abul Ash) dalam perlindungan kami sebagaimana yang kalian ketahui, dan kalian telah merampas hartanya. Jika kalian berbaik hati mengembalikan harta yang kalian rampas maka kami sangat mensyukurinya. Jika kalian menolak maka itu merupakan harta fa’i yang Allah berikan kepada kalian. Kalian lebih berhak terha-dapnya.” Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, kami akan mengembali-kannya.”

Maka mereka pun mengembalikannya. Ada yang mengembalikan timba, ada yang mengembalikan tempat air, ada yang mengembalikan bejana kulit, bahkan ada yang mengembalikan kayu pemikul karung. Mereka mengembalikan seluruh harta bendanya tanpa ada satupun yang tertinggal. Lalu Abul Ash membawanya ke Makkah dan menyerahkannya kepada pemiliknya dan kepada orang yang telah menanamkan modal kepadanya. Kemudian ia berkata: “Wahai sekalian kaum Quraisy, adakah orang yang belum mengambil harta yang dititipkannya kepadaku?”

“Tidak ada, semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan, engkau adalah orang yang amanat lagi mulia!” jawab mereka.

Abul Ash melanjutkan perkataannya: “Sesungguhnya aku telah ber-saksi tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya! Demi Allah tidak ada perkara yang meng-halangiku masuk Islam di hadapan beliau melainkan aku khawatir kalian akan menuduhku sebagai orang yang ingin mengambil secara tidak sah harta orang lain. Setelah aku mengembalikannya kepada kalian dan sudah selesai urusan di antara kita, maka aku pun menyatakan ke-Islamanku!”

Kemudian ia meninggalkan Makkah dan pergi menemui Rasulullah.

Di antara para tawanan yang kami ketahui namanya dan diberi pe-ngampunan selain Abul Ash bin Ar-Rabi’ adalah Al-Muthalib bin Hanthab, Shaifi bin Abi Rifaa’ah, Abu Azzah Amru bin Abdillah bin Utsman bin Uhaiib bin Hudzafah bin Jumah, ia adalah seorang fakir dan banyak memiliki anak perempuan. Ia datang menghadap Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah, engkau tahu aku tak punya harta, aku adalah orang miskin dan banyak anak, bebaskanlah diriku.” Maka Rasulullah pun membebaskannya dan mengambil janji darinya supaya ia tidak mem-bantu seorang pun dalam memusuhi Rasulullah.

Abu Azzah memuji Rasulullah dan menyebutkan keutamaan beliau di tengah kaumnya dalam sebuah syair:
Siapakah yang sudi mengabari dariku
tentang Muhammad Rasulullah,
tentang penguasa yang terpuji,
sesungguhnya seruanmu adalah hak
engkau menyeru kepada kebenaran dan hidayah
Cukuplah Allah Yang Maha Agung menjadi saksinya
Engkaulah orang yang memiliki kedudukan yang tinggi
Siapa saja yang engkau perangi niscaya akan celaka
Dan siapa saja yang engkau lindungi niscaya akan bahagia

Tebusan kaum musyrikin ketika itu seribu sampai empat ribu dirham untuk satu orang. Kecuali yang tidak memiliki harta, Rasulullah SAW., mengampuni mereka.

Peserta perang Badar dari kalangan Muhajirin yang diberi bagian harta rampasan perang berjumlah delapan puluh tiga orang. Peserta perang Badar dari kalangan suku Aus yang diberi bagian harta rampasan perang berjumlah enam puluh satu orang. Dan peserta perang Badar dari kalangan suku Al-Khazraj berjumlah seratus tujuh puluh orang.

Jumlah keseluruhan peserta perang Badar dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang diberi bagian harta rampasan perang adalah tiga ratus empat belas orang. –Habis