Di antara fenomena yang marak di masyarakat dewasa ini adalah pemutusan silaturrahim, baik terjadi di internal keluarga maupun dengan kalangan kerabat. Apa sebenarnya penyebab terjadinya pemutusan silaturrahim tersebut? Apa pula solusinya?

Sebab-Sebab Terjadinya Pemutusan Silaturrahim

1. Ketidaktahuan akan akibat-akibat memutuskan silaturrahim, baik akibat yang segera muncul atau pun yang kelak akan terjadi.

2. Ketidaktahuan akan keutamaan menyambung silaturrahim, baik keutamaan yang segera akan diperoleh atau pun yang kelak akan diperolehnya.

3. Lemahnya ketakwaan seseorang dan kurang kuat agamanya

4. Sikap sombong.
Contohnya bila mendapatkan pangkat yang tinggi atau sebagai seorang tajir besar, seseorang bersikap sombong terhadap kaum kerabatnya, enggan mengunjungi mereka dengan anggapan bahwa dirinyalah yang pantas untuk dikunjungi, bukan sebaliknya.!?

5. Terputusnya Hubungan yang Ber-langsung Lama.
Hal ini menimbulkan adanya jarak dan jurang di antara mereka. Hubungan menjadi tidak akrab lagi dan suka menunda-nunda untuk berkunjung. Akibatnya, lama kelamaan malah terputus total dan terbiasalah dengan pemutusan silaturrahim dan saling menjauhi.

6. Cercaan yang Berlebihan.
Sebagian orang ada yang bila salah seorang kerabatnya baru mengunjunginya setelah sekian lama terputus, maka ia langsung menghujaninya dengan serentetan omelan, cercaan, kecaman pedas atas keteledoran dan keterlambatannya datang itu. Dari sini, terjadilah tindakan menjauhi orang tersebut dan keengganan untuk datang karena takut diomeli, dicerca, dan dikecam.

7. Sambutan Berlebihan.
Ada pula orang menyikapi sebalik-nya; bila salah seorang kerabatnya datang, maka ia menyambutnya secara berlebihan dengan pembo-rosan dari sisi pengeluaran dan bersusah payah untuk menghormatinya padahal bisa jadi, bukan termasuk keluarga yang mampu dan berada. Dari sini, para kerabatnya menjaga jarak dan membatasi diri untuk datang ke rumahnya karena takut menyusahkannya.

8. Kurang Perhatian terhadap Tamu.
Ini termasuk sebab yang menimbulkan pemutusan silaturrahim di antara kalangan kerabat. Ada semen-tara orang yang bila kalangan kerabatnya mengunjunginya, ia tidak menunjukkan perhatian terhadap mereka dan tidak mendengarkan pembicaraan mereka. Malah, berpaling dan membuang muka bila mereka berbicara, tidak suka dengan kedatangan mereka, tidak berterima kasih atas kedatangan mereka dan menyambut mereka dengan berat dan dingin. Hal inilah yang menyebabkan mereka tidak suka berkunjung kepadanya.

9. Sikap Bakhil dan Pelit.
Sementara orang ada yang bila dianugerahi rizki oleh Allah subhanahu wata’ala dengan harta atau kedudukan, ia selalu menghindar dari kalangan kerabatnya. Sikap ini bukan karena kesombongan tetapi karena takut kalau pintunya yang selalu terbuka buat kalangan kerabatnya itu disalah-artikan di mana lama kelamaan membuat mereka mulai berani meminjam uang kepadanya, mengaju-kan berbagai permintaan atau hal lainnya. Karena itu, alih-alih membu-kakan pintu, menyambut dan memberikan pelayanan kepada mereka, ia malah berpaling dan membuang muka serta mengisolir mereka agar tidak selalu menyusahkannya dengan berbagai permintaan.

10. Keterlambatan Pembagian Harta Warisan.
Bisa jadi, di antara kalangan kerabat terdapat warisan yang belum dituntaskan pembagiannya, baik karena masih bermalas-malasan mengurusinya, karena sebagian mereka ada yang keras kepala, atau sebab lainnya. Semakin pembagian warisan itu ditunda-tunda dan berlangsung lama, maka akan semakin rentan terjadi permusuhan dan kebencian di antara sesama kerabat; yang satu ingin segera mendapatkan jatah warisan agar dapat menikmatinya, yang satu lagi bisa jadi meninggal dunia sehingga anak-anaknya sibuk menghitung-hitung seberapa besar bagian yang didapat orang tua mereka bahkan dengan membayar para pengacara agar dapat mengambil bagian orangtuanya. Sementara ada yang lain lagi, selalu curiga dan berburuk sangka terhadap salah satu dari kalangan kerabatnya itu.

Demikianlah, akhirnya permasalahan menjadi semakin tumpang-tindih dan kacau bahkan kian bertumpuk sehingga akhirnya terjadi jurang pemisah di mana pemutusan silaturrahim menjadi lebih dominan.

11. Sibuk Dengan Urusan Duniaw dan Bersenang-Senang di Balik Gemerlapnya.
Maka, orang seperti ini tidak mendapatkan waktu untuk menyambung silaturrahim dengan kerabatnya dan menjalin kasih sayang dengan mereka.

12. Sering Terjadinya Perceraian di Kalangan Kerabat.
Terkadang terjadi perceraian di kalangan kerabat sehingga permasalahan yang terjadi antara suami isteri semakin banyak, baik disebab-kan anak-anak, sebagian hal yang terkait dengan talak atau hal lainnya.

13. Jarak yang Jauh dan Malas Ber-kunjung.
Ada sementara orang yang kediamannya jauh dan mengalami kesulitan untuk mencapai tempat berkunjung. Akibatnya, lebih memilih untuk menghindar dari keluarga dan kerabatnya. Bila berkeinginan untuk mengunjungi mereka, ia selalu merasa kesulitan, malas untuk datang dan berkunjung.

14. Tempat Tinggal yang Berdekatan antara Kerabat.
Barangkali hal ini dapat menimbulkan sikap saling menghindar dan memutuskan hubungan di antara kalangan kerabat. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Perintahkanlah kaum kerabat untuk saling ber-kunjung dan tidak untuk saling bertetangga.”

Maknanya, Beliau (Umar) mengatakan hal itu karena bertetangga dapat menimbulkan tumpang tindih atas hak, dan barangkali menimbulkan keterasingan dan pemutusan silaturrahim. Berkunjung hendaknya dilakukan secara jarang-jarang sebab sering dikatakan, “Berkunjunglah jarang-jarang, niscaya akan menambah kecintaan.”

15. Tidak Tahan dan Sabar Atas Tindakan Kalangan Kerabat.
Sebagian orang ada yang tidak tahan dengan tindakan kalangan kerabatnya, walau pun hanya sepele. Begitu terjadi kesalahan tak sengaja dari salah seorang kerabat atau mendapat cercaan darinya, langsung memutus silaturrahim dan mengisolir mereka.

16. Melupakan Kalangan Kerabat di Hari Walimah dan Pesta.
Terkadang salah seorang keluarga mengadakan walimah atau pesta tertentu, lalu mengundang kalangan kerabatnya baik melalui lisan, kartu undangan atau via telepon. Terkadang lupa dengan salah seorang dari mereka dimana kebetulan orang yang tidak sengaja dilupakan ini memiliki jiwa yang lemah, temperamental atau selalu berburuk sangka. Lalu kelupaan itu, ia tafsirkan sebagai tindakan sengaja melupakannya atau menghinakan dirinya sehingga sangkaan ini kemudian menyeretnya untuk mengisolir kerabatnya tersebut atau memutuskan silaturrahim.

17. Iri Hati.
Ada sementara orang yang dianu-gerahi oleh Allah subhanahu wata’ala dengan ilmu, kedudukan, harta atau mendapat kecintaan dari orang banyak. Ia selalu melayani keluarga dan kalangan kerabatnya serta selalu terbuka untuk mereka. Karena hal ini, bisa jadi sebagian kerabatnya ada yang iri hati terhadapnya, me-musuhinya, membuat keributan di seputarnya dan meragukan ketulus-annya tersebut.!?

18. Terlalu Banyak Canda.
Kebiasaan ini memiliki dampak negatif. Bisa jadi, keluar kata-kata yang menyakitkan dari seseorang dengan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain, lalu kebetulan yang jadi sasaran adalah orang yang sangat sensitif sehingga menimbul-kan kebencian dalam dirinya terhadap orang yang mengucapkan kata-kata menyakitkan itu.! Ini banyak terjadi di kalangan kaum kerabat karena mereka terlalu sering berkumpul dan berjumpa.

19. Adu Domba dan Senang Mendengar-kannya.
Sebagian orang ada yang ‘hobi’nya hanya merusak hubungan baik orang lain. Ia selalu berupaya untuk memisahkan antara orang-orang yang saling berkasih sayang dan memperkeruh suasana. Dan, sungguh akan lebih besar lagi bahayanya bilamana ada orang yang selalu mendengarkan adu domba ini dan membenarkannya.!!

Solusi

Solusi dari terjadinya pemutusan silaturrahim ini adalah dengan mewaspadainya dan menghindarkan diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkannya. Kemudian melakukan hal yang sebaliknya, yaitu menyambung silatur-rahim, mengenali maknanya, keutamaannya, jalan-jalannya, faktor-faktor yang mendukungnya serta etika-etika yang harus dijaga dalam berinteraksi dengan kalangan kerabat. Wallahu a’lam. [Hafied M Chofie]

Sumber: Qathi’atur Rahim, al-Mazhahir, al-Asbab, Subulul ‘Ilaj karya Muhammad bin Ibrahim al Hamad)