Ketahuilah bahwa tujuan kami terhadap kitab ini adalah menyebutkan doa-doa penting yang dianjurkan pada seluruh waktu tanpa mengkhususkan waktu atau keadaan tertentu.

Dan ketahuilah bahwa bab ini sangat luas, tidak memungkinkan untuk mengkajinya secara menyeluruh dan tidak mungkin pula mencakup kesemuanya walaupun sepersepuluhnya, akan tetapi saya menunjukkan kepada intinya yang paling penting.

Yang pertama sekali adalah doa-doa yang disebutkan dalam al-Qur`an yang telah Allah kabarkan, dari para nabi ’Alaihimus Shalatu Was Salam dan dari orang-orang yang terpilih. Dan doa-doa ini sangat banyak dan terkenal.

Yang lain adalah doa yang shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau mengamalkannya atau mengajarkannya kepada orang lain, dan bagian ini sangat banyak sekali. Sejumlah doa-doa tersebut telah dikemukakan dalam bab-bab terdahulu, dan saya akan menyebutkannya di sini beberapa doa yang shahih sebagai tambahan doa-doa di dalam al-Qur`an dan doa-doa yang telah dibahas terdahulu. Wabillahi at-Taufiq.

BAB TENTANG KEUTAMAAN DOA

(1220) Kami meriwayatkan dengan isnad yang shahih dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa`i dan Sunan Ibnu Majah dari an-Nu’man bin Basyir radiyallahu ‘anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,

اَلدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ.

“Doa itu adalah ibadah.

Shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi, no. 801; Abdurrazaq dalam at-Tafsir, no.2685; Ibnu Abi Syaibah, no. 29158; Ahmad 4/267, no. 271 dan 276; al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 714; Ibnu Majah, Kitab ad-Du’a`, Bab Fadhlu ad-Du’a`, 2/1258, no. 3828; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab ad-Du’a`, 1/466, no. 1479; at-Tirmidzi, Kitab at-Tafsir, Bab Surah al-Mukmin, 5/374, no. 3247 dan 3372; an-Nasa`i dalam al-Kubra, no. 11643-Tuhfah; Ibnu Hibban, no. 890; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 1-7; al-Hakim 1/490; Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 8/120; al-Qudha`i, no. 29; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 1105; dan al-Baghawi, no. 1384: dari dua jalur sanad, dari Dzar, dari Yusai’ al-Kindi, dari an-Nu’man bin Basyir dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”

(1221) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dengan isnad yang jayyid (baik) dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَى ذلِكَ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai doa-doa yang simpel dan padat makna (al-Jawami) dan beliau meninggalkan doa-doa selainnya.”

Shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi, no. 1491; Ahmad 6/148 dan 189; Abu Dawud, Ibid., 1/467, no. 1482; Ibnu Hibban, no. 867; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 50; dan al-Hakim 1/538: dari beberapa jalur, dari al-Aswad bin Syaiban, dari Abu Naufal bin Aqrab, dari Aisyah dengan hadits tersebut.
Sanad ini shahih, para perawinya adalah tsiqah, perawi Muslim dan al-Mundziri, an-Nawawi serta as-Sakhawi telah menghasankannya, sedangkan al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani telah menshahihkannya.

(1222) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللهِ تعالى مِنَ الدُّعَاءِ.

“Tidak ada sesuatu pun di sisi Allah Ta’ala yang lebih mulia daripada doa.”

Shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi, no. 2585; Ahmad 2/362; al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 712; Ibnu Majah, Kitab ad-Du’a’, Bab Fadhlu ad-Du’a`, 2/1258, no. 3829; at-Tirmidzi,Kitab ad-Da’awat, Bab Fadhlu ad-Du’a`, 5/455, no. 3370; al-Uqaili 3/301; Ibnu Hibban, no. 870; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 2544 dan 3718, dan dalam ad-Du’a`, no. 28; Ibnu Adi 5/1742; al-Hakim 1/490; al-Qudha`i, no. 1213; al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab, no. 1106; dan al-Baghawi, no. 1388: dari beberapa jalur, dari Imran al-Qaththan, dari Qatadah, dari Sa’id bin Abu al-Hasan, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan gharib.” Kami tidak mengetahuinya secara marfu’ kecuali dari hadits Imran al-Qaththan.” Ath-Thabrani berkata, “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Qatadah melainkan Imran al-Qaththan.” Dan al-Baghawi berkata, “Hadits ini gharib.” Saya berkata, Hadits Imran tidak patut ditadh’ifkan, bahkan ia hasan atau dekat dengannya, sedang rawi-rawi sisanya adalah tsiqah. Dia tidak sendiri dalam meriwayatkannya sebagaimana disebutkan oleh at-Tirmidzi dan ath-Thabrani, akan tetapi dia dimutaba’ah, maka al-Qudha`i, no. 1214 meriwayatkannya dari jalur Basyar al-Khaffaf, Abdurrahman bin Mahdi telah memberitahukan kepada kami, dari Aban al-Athar, dari Qatadah. Dan Basyar dhaif, banyak melakukan kesalahan. Al-Bukhari telah meriwayatkannya secara mu’allaq dalam at-Tarikh 2/355, dari jalur Abu al-Malih al-Farisi, dia mendengar Abu Shalih, dia mendengar Abu Hurairah. Dan Abu Shalih ini adalah al-Khuzi, dia layyin (lemah), akan tetapi berkumpulnya jalur-jalur ini menjadikan hadits ini kuat dan shahih, at-Tirmidzi dan al-Albani menghasankannya, Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Mundziri dan adz-Dzahabi men-shahihkannya.

(1223) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ لَهُ عِنْدَ الشَّدَائِدِ وَالْكُرَبِ، فَلْيُكْثِرِ الدُّعَاءَ فِي الرَّخَاءِ.

“Siapa saja yang suka agar Allah mengabulkan doanya pada waktu kesusahan dan kesempitan maka hendaklah dia memperbanyak doa pada waktu senang.

Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Kitab ad-Du’a`, Bab Da’wah al-Muslim Mustajabah, 3/462, no. 3382; Abu Ya’la no. 6396 dan 6397; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 45; Ibnu Adi 5/1990; dan al-Ashbahani dalam at-Targhib 1304: dari dua jalur yang salah satunya shahih, dari Syahr, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut.

Dan Syahr padanya terdapat kelemahan, dan tidak jauh apabila dia layak dalam kapasitas Mutaba’ah. Dan dia telah diikuti, maka ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 44, dan al-Hakim 1/544 meriwayatkannya dari beberapa jalur, dari Abdullah bin Shalih, Muawiyah bin Shalih telah menceritakan kepada kami, dari Abu Amir al-Alhani, dari Abu Hurairah. Al-Hakim menshahihkannya dan adz-Dzahabi menyetujuinya, dan dia tidak demikian: Abdullah bin Shalih dalam dirinya terdapat kelemahan sehingga tidak akan menjadi layak dalam syawahid. Sedangkan Abu Amir maka al-Hakim menampakkan bahwa dia adalah al-Hauzani. Dan saya menduga bahwa dia adalah al-Yahshabi al-Muqri’ ad-Dimasyqi, keduanya adalah tsiqah, sehingga sanadnya la ba`sa bihi dalam syawahid. Dengan terkumpulnya dua jalurnya, maka hadits tersebut tidak akan turun dari derajat hasan. Al-Hakim telah menshahihkannya. Al-Mundziri dan adz-Dzahabi menyepakatinya, dan al-Albani menghasankannya.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.