Definisi

Mereka adalah sekelompok orang dari kaum muslimin yang berpemikiran ekstrim dengan mengambil manhaj Khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar dari kalangan kaum muslimin.

Pertumbuhan

Jamaah ini tumbuh berawal dari penjara-penjara Mesir pasca penangkapan terhadap orang-orang yang dituduh membangkang terhadap pemerintah tahun 1965 M, di mana tidak berselang lama setelah itu Sayyid Quthb dan rekan-rekannya dihukum mati atas perintah penguasa Mesir di zamannya, Jamal Abdun Nashir.

Kaum muslimin yang teguh beragama dan terciduk oleh pemerintah mengalami berbagai bentuk penderitaan dan penyiksaan di dalam penjara, tidak sedikit dari mereka gugur karena beratnya siksaan, di iklim yang sarat dengan teror dan penindasan seperti ini lahir pemikiran takfir dan ia pun mendapatkan respon dari sebagian kalangan.

Di tahun 1967 M, pihak militer menuntut semua da’i dan kaum muslimin yang dipenjara supaya mereka mendukung penguasa Jamal Abdun Nashir, maka mereka terbagi menjadi tiga kelompok:

Pertama: Kelompok yang bersegera mendukung penguasa dengan harapan pembebasan dan kembali meraih pekerjaan mereka sebelumnya, mereka pun berani berbicara mengatasnamakan para da’i yang lainnya.

Kedua: Kelompok mayoritas dari para da’i yang dipenjara, mereka diam tidak menentang dan tidak mendukung, pertimbangan mereka adalah bahwa mereka dalam keadaan terpaksa.

Ketiga: Kelompok anak muda penuh semangat, mereka menolak mendukung dan memproklamirkan bahwa pemimpin negara adalah kafir berikut aturannya, lebih dari itu dalam pandangan kelompok ini, siapa yang mendukung penguasa maka mereka adalah orang-orang murtad dari Islam dan siapa yang tidak mengkafirkan mereka maka mereka kafir.

Lebih jauh lagi kelompok ini mengkafirkan masyarakat karena kelompok ini menganggap masyarakat loyal kepada penguasa, imam dan pelopor kelompok ini adalah Syaikh Ali Abduh Ismail.

Syaikh Ali Abduh Ismail ini adalah imam dari kelompok ketiga di dalam penjara, berpendidikan di al-Azhar Kairo, saudara kandung Syaikh Abdul Fattah Ismail, satu dari enam orang yang dihukum mati bersama Sayyid Quthb.

Syaikh Ali Ismail meletakkan dasar-dasar uzlah dan takfir untuk kelompok ini dengan berpijak kepada rambu-rambu syar’i sehingga seolah-olah ia merupakan perkara syar’i dengan didukung oleh dalil dari al-Qur`an dan sunnah serta dari kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Makkah dan Madinah, namun dalam semua itu dia tidak lepas dari pengaruh kuat pemikiran Khawarij. Namun akhirnya Syaikh Ali Ismail ini menyadari kekeliruan manhajnya, dia kembali ke jalan yang benar dan mengumumkan berlepas diri dari pemikiran-pemikiran yang dulu pernah dia serukan.

Tokoh

Syukri Ahmad Mushtafa

Dikenal dengan Abu Saad, lahir di desa Hawatikah Usyuth tahun 1942 M, salah seorang anak muda dari Ikhwan Muslimun yang dipenjara tahun 1965 M karena dia dianggap memiliki keterkaitan dengan mereka dan saat itu umurnya dua puluh tiga tahun. Dia memimpin jamaah ini dari balik penjara setelah Syaikh Ali Abduh Ismail berlepas diri dari pemikiran-pemikirannya.

Syukri bebas dari penjara tahun 1971 M, selanjutnya sarjana pertanian ini mulai menyusun struktur organisasi bagi jamaah yang diawali dengan pengambilan baiat untuknya sebagai Amirul Mukminin dan pemimpin tertinggi jamaah. Selanjutnya Syukri mulai mengangkat beberapa amir atau gubernur di beberapa wilayah Mesir dan menyewa beberapa apartemen sebagai markas rahasia bagi gerakan jamaah ini.

September tahun 1973 M, dia mengeluarkan perintah umum kepada seluruh anggota jamaah agar meninggalkan kota-kota tempat mereka tinggal dan berpindah ke wilayah pegunungan dan goa-goa di kawasan Minya setelah sebelumnya mereka harus menjual apa yang mereka miliki dan membekali diri dengan senjata, hal ini merupakan penerapan dari pemahaman hijrah menurut Syukri.

Oktober tahun 1973 M, pihak militer bertindak atas mereka dengan menangkapi mereka dan mengajukan mereka ke pengadilan yang memutuskan memenjarakan mereka, namun hal ini hanya berlangsung satu tahun, sebab pada April 1974 M, pemerintah Mesir mengeluarkan keputusan maaf umum bagi Syukri dan jamaahnya.

Setelah bebas, Syukri kembali bergerak menyusun jamaahnya, akan tetapi kali ini lebih giat dari sebelumnya, di mana dia berupaya melebarkan sayap jamaah, menata ulang barisan dan struktur organisasi dan meningkatkan perekrutan terhadap simpatisan dan kader-kader baru di beberapa wilayah Mesir, sebagaimana dia mulai mengirim beberapa orang ke luar negeri sebagai penggali dana bagi gerakannya sekaligus sebagai alat menyebarkan pemikiran-pemikiran jamaah.

Syukri menyediakan sebuah lingkungan dan ruang lingkup kegiatan bagi anggotanya, dia membuat mereka sibuk dengan bekerja, berdakwah dan lain-lainnya, dengan itu dia membuat jamaahnya menyendiri dari masyarakat pada umumnya, karena dia menjadikan anggota bergantung kepada jamaah dalam segala hajatnya, siapa yang membelot maka dia diancam hukuman fisik yang berat, siapa yang meninggalkan jamaah maka dia kafir. Semua itu ditaati secara buta oleh anggota-anggota jamaahnya sebagai tuntutan baiat mereka kepada sang amir Syukri Mushthafa.

Jamaah ini sering berhadapan dengan pihak militer Mesir, lebih-lebih pasca terbunuhnya menteri wakaf Syaikh Husain adz-Dzahabi. Selanjutnya pihak militer mengambil tindakan tegas atas mereka dan menggiring mereka ke pengadilan kemudian ke penjara tahun 1977 M, tidak hanya itu, pengadilan juga menetapkan hukuman mati atas lima tokoh jamaah, salah satunya adalah Syukri Mushtafa sendiri. Dan pada 30 Maret 1978, setelah Anwar Sadat mengunjungi Baitul Maqdis, hukuman mati atas Syukri dilaksanakan.

Setelah tindakan tegas pihak militer Mesir atas jamaah, jamaah mengambil siasat sirri, gerakan rahasia, dengan itu jamaah bisa mempertahankan keberadaannya, sekalipun tidak hidup dan tidak mati, namun keberadaanya tidak lagi memiliki dampak berarti di depan arus kuat kebangkitan Islam di Mesir di tangan para da’i yang berakidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan bermanhaj salaf shalih, yang melakukan dialog dengan mereka baik di dalam maupun di luar penjara dan tidak sedikit dari mereka yang akhirnya keluar dari jamaah.

Pemikiran dan Keyakinan

1- Pemikiran dasar jamaah ini adalah takfir, mengkafirkan. Mereka mengkafirkan pelaku dosa besar yang terus menerus melakukannya dan tidak bertaubat darinya. Mereka juga mengkafirkan para penguasa yang tidak berhukum kepada hukum Allah secara mutlak tanpa perincian. Mereka juga mengkafirkan para ulama yang tidak mengkafirkan para penguasa tersebut. Mereka juga mengkafirkan orang-orang yang tidak menerima pemikiran mereka dan tidak bergabung bersama jamaah. Mereka juga mengkafirkan siapa yang bergabung lalu keluar, orang ini mereka hukumi murtad.

2- Memandang siapa yang mengambil pendapat para imam atau ijma’ mereka termasuk ijma’ para sahabat atau qiyas dan sepertinya maka dia kafir musyrik.

3- Abad setelah abad keempat hijriyah adalah abad kafir jahiliyah, karena orang-orang di zaman itu menyembah berhala taklid. Bagi mereka seorang muslim harus mengetahui agamanya dengan dalilnya, haram baginya bertaklid dalam masalah agama.

4- Pemikiran dasar kedua bagi jamaah ini adalah hijrah, dan maksudnya adalah menyingkir dari masyarakat yang mereka anggap jahiliyah dan bagi mereka semua masyarakat di zaman ini adalah jahiliyah.

5- Sejarah Islam tidak memiliki arti apa pun, sebab bagi mereka sejarah yang berarti hanyalah kisah al-Qur`an saja. Sebagaimana jamaah juga tidak menoleh kepada buku-buku induk para imam dan ulama di bidang akidah, tafsir dan lainnya, karena menurut mereka para ulama tersebut adalah orang-orang yang murtad dari Islam.

6- Mereka mengaku berdalil kepada al-Qur`an dan sunnah, namun seperti ahli bid’ah lainnya, hanya mengambil yang sejalan dengan akidah dan pemikiran mereka, sedangkan yang tidak sejalan maka mereka memiliki segala alasan untuk menolaknya.

7- Menafsirkan hadits, “Kami adalah umat yang ummi…” secara salah, sehingga mereka mengajak kepadanya, menyeru masyarakat agar tidak membaca dan menulis, bagi mereka ajakan memberantas buta huruf adalah ajakan Yahudi untuk menyibukkan kaum muslimin dari ilmu Islam dengan ilmu-ilmu kafir. Maka jamaah ini mengharamkan anggotanya belajar di sekolah-sekolah, universitas-universitas, baik Islam maupun non Islam, karena bagi mereka, semua itu adalah milik thaghut.

8- Jamaah ini menolak shalat jamaah dan Jum’at di masjid-masjid, karena bagi mereka masjid-masjid tersebut adalah masjid dhirar kecuali Masjidil Haram, masjid Nabi, masjid Quba dan Masjidil Aqsha, itu pun mereka hanya mau shalat di sana bila imamnya dari mereka.

9- Jamaah meyakini bahwa amir mereka Syukri Mushthafa adalah Mahdi yang dinantikan oleh umat ini, bahwa Allah akan mewujudkan kemenangan Islam melalui kedua tangannya dan jamaahnya dalam skala lebih besar daripada kemenangan Islam di tangan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

10- Para tokoh jamaah mengklaim diri mereka telah mencapai derajat imamah dan ijtihad mutlak sehingga mereka berhak menyelisihi umat dan ijma’nya dari dulu hingga sekarang.

11- Sebuah buku menyingkap rahasia akidah mereka bernama Dzikrayati ma’a Jama’ah al-Muslimin, at-Takfir wal Hajarah, ditulis salah seorang anggota jamaah yang telah meninggalkan jamaah, yaitu Abdurrahman Abu al-Khair.

Akar Pemikiran

Perkara takfir (vonis kafir) terhadap seorang muslim adalah perkara klasik, benihnya ditanam dalam tubuh umat oleh Khawarij dan meninggalkan dampak pemikiran dan prilaku pada sebagian dari mereka.

Benih takfir ini tumbuh atas dorongan beberapa sebab:

1- Mewabahnya ilhad, kerusakan dan dosa-dosa di masyarakat muslim tanpa ada pihak yang mengawasinya, tidak dari pemerintah dan tidak pula masyarakat sendiri, hal ini memicu kebencian dan kemarahan sebagian kaum muslimin yang memuncak menjadi sikap mengkafirkan pelaku dosa.

2- Lemahnya ilmu dan pegangan masyarakat terhadap agama dan pemahaman mereka terhadap akidah yang lurus sehingga mereka tidak kuasa menghadapi arus pemikiran menyimpang yang kuat.

Markas

Jamaah ini bermula dan menyebar di wilayah-wilayah Mesir, sebagaimana ia juga memiliki keberadaan di beberapa negara Islam seperti Yaman, Yordania, Aljazair dan lainnya.

Kesimpulan

Jamaah ini adalah jamaah ekstrim keras yang mencoba membangunkan pemikiran Khawarij dari alam kuburnya. Mengkafirkan orang yang melakukan dosa besar, penguasa yang tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah dan para ulama yang tidak mengkafirkan mereka. Jamaah beranggapan bahwa masyarakat Islam dewasa ini adalah masyarakat jahiliyah yang harus ditinggalkan dengan membuat komunitas sendiri, dan inilah yang mereka sebut dengan hijrah.

[Sumber: Dinukil dari al-Mausu’ah al-Muyassarah, isyraf Dr. Mani’ al-Juhani]