Tabarruk yang dilarang mempunyai beberapa bentuk:

1- Tabarruk kepada Nabi saw setelah beliau wafat, kecuali dengan beriman kepadanya, menaati dan mengikutinya. Siapa yang melakukan hal ini maka dia meraih kebaikan yang banyak sekali, pahala yang agung dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Selain ini tidak disyariatkan, tidak disyariatkan bertabarruk dengan kuburan Nabi saw, tidak pula dengan melakukan perjalanan untuk ziarah ke kubur Nabi saw, karena hal itu hanya dilakukan untuk tiga masjid saja: masjidil haram, masjid Nabi saw dan masjid Aqsha. Ziarah kubur Nabi saw hanya dianjurkan bagi siapa yang ada di Madinah atau dia mengunjungi masjid Nabi saw kemudian mengunjungi kuburnya.

Tidak disyariatkan untuk bertabarruk dengan tempat-tempat di mana Nabi saw pernah duduk di sana, atau jalan-jalan yang pernah dilalui oleh beliau, atau tempat turunnya wahyu, atau tempat kelahiran beliau atau hari kelahiran beliau atau malam hijrah atau malam Isra` dan Mi’raj, karena semua itu termasuk perkara yang tidak disyariatkan oleh Allah dan rasulNya.

2- Termasuk tabarruk yang dilarang adalah tabarruk dengan orang-orang shalih, tabarruk dengan diri mereka, bekas-bekas mereka, tempat-tempat mereka beribadah, kubur mereka, tidak disyariatkan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kubur mereka, tidak boleh melakukan shalat di kuburan orang shalih atau membaca al-Qur`an atau berdoa di sana.

Barangsiapa melakukan sebagian dari hal ini untuk mendekatkan diri kepada mereka maka dia telah melakukan syirik akbar jika dia meyakini bahwa orang-orang shalih yang sudah mati itu bisa menghadirkan manfaat atau mudharat, atau memberi dan menahan. Adapun siapa yang melakukan hal itu demi meraup berkah dari mereka atau dari Allah maka dia telah berbuat bid’ah yang buruk.

3- Termasuk tabarruk yang dilarang adalah tabarruk dengan gunung-gunung atau lembah-lembah yang tidak dinyatakan oleh Allah dan rasulNya memilik keberkahan, hal itu menyelisihi tuntunan Nabi saw dan mengakibatkan pengkultusan dan pensakralan terhadap tempat-tempat tersebut yang akhirnya membawa kepada syirik.

Tidak sah menyamakannya dengan mencium hajar aswad atau thawaf di Ka’bah, karena semua itu adalah ibadah tauqifiyah, maka dari itu selain hajar aswad dari Ka’bah tidak ada yang diusap atau dicium kecuali rukun Yamani di mana Nabi saw mengusapnya.

Imam Ibnul Qayyim berkata, “Di muka bumi ini tidak ada tempat yang dsyariatkan untuk dicium atau diusap selain hajar aswad dan rukun yamani.”

Tidak boleh mengusap atau mencium maqam Ibrahim, dinding Masjidil Haram atau dinding masjid Nabi saw,, tidak boleh bertabarruk dengan gua Hira atau gua Tsur, tidak boleh menyegaja mengunjunginya atau naik ke sana lebih-lebih shalat di sana, karena semua itu tidak ada tuntunannya dari Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Lahirnya tabarruk yang dilarang ini kembali kepada kebodohan terhadap agama, sikap berlebih-lebihan terhadap orang shalih, meniru penganut agama lain dan mengagungkan warisan nenek moyang.

Akibat buruk tabarruk yang dilarang adalah munculnya syirik di muka bumi, dan ini adalah akibat yang paling berbahaya, karena tabarruk bisa merupakan syirik atau jalan menuju syirik. Termasuk akibat tabarruk ini adalah munculnya perbuatan bid’ah dalam agama, dipercayainya berbagai macam kisah palsu dan lahirnya keyakinan khurafat, semua itu merusak akidah dan ibadah manusia.

Cara menanggulangi tabarruk yang dilarang ini adalah dengan menyebarkan ilmu yang shahih, menanamkan akidah yang lurus, berdakwah dengan manhaj yang benar, membuang segala sarana yang membawa kepada sikap berlebih-lebihan dan menyingkirkan segala sarananya.

Dari Aqidah al-Muslim fi Dhau`il Kitab was Sunnah, Dr. Said bin Ali bin Wahaf al-Qahthani.