(1244) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan an-Nasa`i dengan dua isnad yang shahih dari Anas radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,


اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَسَيِّئِ اْلأَسْقَامِ.

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari penyakit kulit belang, penyakit gila, penyakit lepra, dan penyakit yang (berakibat) buruk.

Shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi, no. 2008; Abdurrazaq, no. 19634; Ibnu Abi Syaibah, no. 29120; Ahmad 3/192; Abu Dawud, Ibid., 1/484/1554; an-Nasa`i, Kitab al-Isti’adzah, Bab al-Isti’adzah Min al-Junun, 8/270, no. 5508; Abu Ya’la, no. 2897; Ibnu Hibban, no. 1017; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 317, dan ad-Du’a`, no. 1343, dan al-Hakim 1/530: dari beberapa jalur, dari Qatadah, dari Anas dengan hadits tersebut.

Al-Hakim berkata,”Berdasarkan syarat asy-Syaikhain.” Adz-Dzahabi menyetujuinya. Saya berkata, Dan jalur Abdurrazaq juga berdasarkan syarat keduanya, dan Qatadah juga telah diikuti (mutaba’ah). An-Nawawi, al-Haitsami, dan al-Albani telah menshahihkannya

(1245) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan an-Nasa`i, dari Abu al-Yasar yang seorang sahabat radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa,


اللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَدْمِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّيْ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْغَرَقِ وَالْحَرَقِ وَالْهَرَمِ، وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ يَتَخَبَّطَنِيَ الشَّيْطَانُ عِنْدَ الْمَوْتِ، وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَمُوْتَ فِي سَبِيْلِكَ مُدْبِرًا، وَأَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَمُوْتَ لَدِيْغًا.

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kehancuran, aku berlindung kepadaMu dari jatuh, dan aku berlindung kepadaMu dari tenggelam, terbakar, dan kepikunan. Aku berlindung kepadaMu dari kerasukan setan ketika meninggal, dan aku berlindung kepadaMu dari meninggal di jalanMu dalam keadaan melarikan diri (dari medan jihad). Aku berlindung kepadamu dari meninggal dalam keadaan tersengat (binatang berbisa).”

Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad 3/427; Abu Dawud, Ibid., 1/484/1552 dan 1553; an-Nasa`i, Kitab al-Isti’adzah, Bab al-Isti’adzah Min at-Taraddi wa al-Hadmi, 8/282, no. 5546-5548; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, 19/170, no. 381, dan dalam ad-Du’a`, no. 1362 dan 1363, al-Hakim 1/531, dan al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 314: dari beberapa jalur, dari Abdullah bin Sa’id bin Abu Hind, dari Shaifi bekas budak Abu Ayyub, dari Abu al-Yasar dengan hadits tersebut.

Dan sanad ini telah diperselisihkan, maka mayoritas perawi membawanya kepada jayyid. Sebagian mereka meriwayatkan dari Abdullah bin Sa’id dari kakeknya Abu Hind, dari Shaifi dari Abu al-Yasr.

Tidaklah saya menduganya melainkan kesalahan dari para perawi dengan mengganti اِبْنٌ (bin) menjadi عَنْ (dari) kemudian mereka menambahkan “جَدِّهِ” (kakeknya) untuk menjadikannya ma’rifah. Dan yang menjadikan rajih menurutku adalah beberapa perkara:

Pertama, Mayoritas perawi tidak menyebutkan Abu Hind ini.

Kedua, bahwa Abdullah tidak diketahui memiliki riwayat dari kakeknya, dan kakeknya juga tidak diketahui.

Ketiga, bahwa Abdullah terkenal dengan riwayat dari Shaifi.

Keempat, bahwa tidak mungkin Abu Hind ini meriwayatkan dari Shaifi karena dia berasal dari periode sahabat atau kibar tabi’in. Oleh karena itu, wallahu a’lam, al-Mizzi dan al-Asqalani tidak mengisyaratkan kepada perselisihan ini. Adz-Dzahabi dalam Talkhish al-Mustadrak cenderung untuk menguatkan bahwa riwayat ini sangat parah. Al-Hakim dan al-Albani menshahihkan hadits tersebut, padahal ia tidak demikian, bahkan ia hanya berderajat hasan saja. Karena Abdullah bin Sa’id ini, walaupun termasuk perawi al-Bukhari dan Muslim, namun mereka telah memperbincangkan kredibilitasnya. Al-Hafizh telah meringkas kondisinya -dan dia membenarkan hakikat kebenarannya- dengan perkataannya, “Dia seorang yang shaduq, namun mungkin melakukan kekeliruan”. Maka orang semisalnya tidak mungkin haditsnya naik kepada derajat shahih.

Ini adalah lafazh Abu Dawud, dan dalam riwayat lain miliknya, (ada tambahan) “Wa al-Ghammi” (dan dari kesedihan).

(1246) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dan Sunan an-Nasa`i dengan isnad yang shahih dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu , dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,


اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُوْعِ، فَإِنَّهُ بِئْسَ الضَّجِيْعُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخِيَانَةِ، فَإِنَّهَا بِئْسَتِ الْبِطَانَةُ.

’Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari rasa lapar, karena rasa lapar itu merupakan seburuk-buruknya teman tidur, dan aku berlindung kepadaMu dari perbuatan khianat, karena khianat itu merupakan seburuk-buruk tabiat’.”

Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibid., 1/483, no. 1547; an-Nasa`i, Kitab al-Isti’adzah, Bab al-Isti’adzah Min al-Ju’i 8/263, no. 5483 dan 5484; Ibnu Hibban, no. 1029; dan ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 1360 dan 1361: dari beberapa jalur, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut.
Al-Mundziri berkata, “Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ajlan, dan dia diperbincangkan kredibilitasnya”. Dan yang terpercaya adalah bahwa haditsnya hasan. Muslim telah meriwayatkannya dalam al-Mutaba’at, kemudian ia tidak sendirian dengannya. Bahkan ia diikuti oleh tiga hadits mutaba’ah.

Dan hadits ini telah muncul dari jalur yang lain, Abdurrazaq meriwayatkannya pada no. 19636; Ibnu Majah, Kitab al-Ath’imah, Bab at-Ta’awwudz min al-Jiya’, 2/1113, no. 3354; Abu Ya’la, no. 6412; dan al-Baghawi, no. 1370: dari beberapa jalur, dari Laits bin Abi Salim, dari Ka’ab, (sekali dia mengatakan, dari seseorang ), dari Abu Hurairah. Laits adalah dhaif, tetapi dapat dijadikan syahid. Dan Ka’ab adalah majhul, dan hadits ini walaupun belum berderajat shahih dengan jalurnya yang pertama saja, namun dia shahih dengan menyatukan kedua jalurnya. An-Nawawi dan al-Albani telah menshahihkannya.

(1247) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Ali radiyallahu ‘anhu,

إِنَّ مُكَاتَبًا جَاءَ هُ فَقَالَ: إِنِّيْ قَدْ عَجَزْتُ عَنْ كِتَابَتِي، فَأَعِنِّي. قَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ عَلَّمَنِيْهِنَّ رَسُوْلُ اللهِ لَوْ كَانَ عَلَيْكَ مِثْلُ جَبَلٍ دَيْنًا، أَدَّاهُ عَنْكَ؟ قُلْ: اَللّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ.

“Sesungguhnya seorang budak mukatab (yang tengah dalam proses membayar tuannya untuk mendapatkan kemerdekaan) mendatangi Ali seraya berkata, ‘Sesungguhnya aku tidak mampu menebus diriku, maka tolonglah aku.’ Ali berkata, ‘Maukah kamu saya ajarkan beberapa kalimat yang mana Rasulullah mangajarkannya kepadaku, kalau seandainya kamu memiliki hutang yang banyaknya seperti gunung, niscaya Allah akan menunaikannya untukmu. Katakanlah, ‘Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rizkiMu yang halal dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karuniaMu dari (butuh kepada) selainMu’.”

(pent), الْمُكَاتَبُ bermakna, seorang hamba yang mempunyai kesepakatan dengan tuannya untuk memerdekakannya dengan pembayaran sejumlah harta, kemudian dia berusaha dan bekerja untuk mendapatkan sejumlah harta ini agar dia mendapatkan kebebasan.

Tertulis “seperti gunung”, namun dalam sebagian naskah “seperti Uhud”.

Hasan: Telah dikemukakan pembahasannya pada no. 397.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

(1248) Kami meriwayatkan di dalamnya dari Imran bin al-Hushain radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan ayahnya, Hushain dua kalimat yang beliau berdoa dengan keduanya,


اَللّهُمَّ أَلْهِمْنِيْ رُشْدِيْ، وَأَعِذْنِيْ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ.

“Ya Allah, tunjukkanlah aku agar memilih yang baik dan hindarkanlah aku dari kejahatan diriku.”

Dhaif dengan susunan seperti ini: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam at-Tarikh 3/1, at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab, 5/519, no. 3483; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 18/103, no. 186 dan 396; dan dalam ad-Du’a`, no. 3193; dan al-Baihaqi dalam al-Asma wa ash-Shifat hal. 534: dari jalur Syabib bin Syaibah, dari al-Hasan, dari Imran, dalam suatu kisah.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits gharib“. Saya berkata, Syabib di dalamnya terdapat kelemahan dan haditsnya tidak akan melebihi menjadi hadits layak dalam syawahid. Al-Hasan telah melakukan ‘an’anah, padahal dia seorang mudallis terlepas dari perbedaan pendapat terhadapnya, apakah dia mendengar dari Imran atau tidak. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini telah diriwayatkan dari Imran dari selain jalur ini”. Saya berkata, Yang meriwayatkannya dari Imran adalah Mutharrif dalam riwayat ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 18/115, no. 223; Ibnu Sirin dalam riwayat ath-Thabrani, al-Mu’jam al-Kabir 18/185, no. 439 dan al-Mu’jam al-Ausath, no. 7871 dan al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 683 dengan dua lafazh yang dekat dengan lafazh hadits ini. Sanad keduanya tidak terlepas dari kelemahan. Pada mulanya saya cenderung menguatkan hadits tersebut dengan dua jalur ini. Kemudian tampak olehku bahwa kejadiannya hanya terjadi satu kali ketika masuk Islamnya al-Hushain. Sehingga penguatan berbagai lafazh yang berbeda untuknya, karena persamaannya dalam makna adalah perkara yang ditolak oleh perasaan yang benar. Karena yang diperbolehkan dalam masalah seperti ini adalah mentarjih lafazh yang paling shahih, dan meninggalkan lafazh lainnya yang lemah yang diduga kuat tidak akurat, dan riwayat secara maknawi.

Dan riwayat yang paling shahih di sini adalah riwayat Ahmad 4/444; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 1000-1001; Ibnu Hibban, no. 899; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 18/238, 599, ad-Du’a`, no. 1394, al-Hakim 1/510: dari beberapa jalur, dari Manshur dari Rib’i, dari Imran, lalu dia menyebutkannya dengan lafazh:


اللّهُمَّ قِنِيْ شَرَّ نَفْسِيْ وَاعْزِمْ لِيْ عَلَى أَرْشَدِ أَمْرِيْ

“Ya Allah, jagalah diriku dari keburukan diriku sendiri, dan tekadkanlah aku pada perkaraku yang paling berpetunjuk.

Al-Hakim menshahihkannya dengan syarat al-Bukhari dan Muslim. Adz-Dzahabi menyepakatinya, dan ia sebagaimana yang diucapkan oleh keduanya.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

(1249) Kami meriwayatkan dalam kitab Abu Dawud dan an-Nasa`i dengan isnad yang dhaif dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengucapkan,


اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشِّقَاقِ وَالنِّفَاقِ وَسُوْءِ اْلأَخْلاَقِ.

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari perpecahan, kemunafikan dan keburukan akhlak.

Dhaif: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab al-Isti’adzah, 1/482, no. 1546; dan an-Nasa`i, Kitab al-Isti’adzah, Bab al-Isti’adzah Min asy-Syiqaq wa an-Nifaq, 8/264, no. 5486; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 1386; dan al-Ashbahani dalam at-Targhib, no. 315 dan 1193: dari jalur Amr bin Utsman, Baqiyah telah menceritakan kepada kami, Dhabarah bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, dari Duwaid bin Nafi’, Abu Shalih telah menceritakan kepada kami, Abu Hurairah telah berkata dengannya.

Al-Mundziri berkata, “Di dalam isnadnya terdapat Baqiyah bin al-Walid dan Duwaid bin Nafi’. Pada diri keduanya terdapat pembicaraan.”

Saya berkata, Sesungguhnya yang ditakutkan dari Baqiyah adalah tadlis. Sedangkan dia telah menegaskan bahwa dia mendapat hadits dengan diceritakan (langsung), namun tidak pada semua periode sanad. Sedangkan Duwaid, maka biografi ringkasnya adalah dia seorang yang hasan. Al-Mundziri telah disibukkan dengan Walid dan Duwaid tentang illat yang muncul yang mana Dhabarah bin Abdullah inilah illatnya. Dia seorang yang majhul. Dan hadits tersebut dhaif disebabkan olehnya. Al-Mundziri, an-Nawawi, dan al-Albani mendhaifkannya.

(1250) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, “Saya berkata kepada Ummu Salamah radiyallahu ‘anha,

يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ، مَا (كَانَ) أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: كَانَ أَكْثَرُ دُعَائِهِ: يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.

‘Wahai Ummu al-Mukminin, doa apakah yang paling banyak yang pernah diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau berada di dekatmu?’ Dia menjawab, ‘Doa yang paling banyak yang pernah diucapkannya adalah, ‘Wahai Dzat Yang Membolak-balik hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu’.

Hasan Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 29188 dan 30397; Ahmad 6/294, no. 302, dan 315; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab, 5/538, no. 3522; Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah, no. 100/223; Abu Ya’la, no. 6919; Ibnu Jarir, no. 6647-6649; ath-Thabrani 23/334, no. 772, 785, dan 786; dan al-Ajurri dalam asy-Syari’ah hal. 316: dari beberapa jalur, dari Syahr bin Hausyab dengan hadits tersebut.

Ini merupakan sanad shalih dalam syawahid disebabkan Syahr. Di dalamnya terdapat kelemahan disebabkan lemahnya hafalannya. Akan tetapi ath-Thabrani meriwayatkannya juga 23/366, no. 865; al-Ajurri, hal. 316 dari jalur al-Walid bin Muslim, Salim al-Khayyath menceritakan kepada kami. Hadits tersebut memiliki syawahid dari Anas, Jabir, Ibnu Amru, dan an-Nawwas, Aisyah, dan selain mereka dengan riwayat yang memastikan orang yang berpedoman padanya tentang keshahihan hadits tersebut. At-Tirmidzi dan an-Nawawi telah menghasankannya. Dan al-Albani menshahihkannya.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.”

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.