(1257) Kami meriwayatkan di dalamnya dari Anas radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلِظُّوْا بِـ: يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ.

‘Berkonsistenlah dengan doa, ‘Wahai Dzat Yang Mahaagung lagi Mahadermawan’.”

Hasan Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 4/51, no. 1536-Shahihah, at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab, 5/539, no. 3524; Ibnu Adi dalam al-Kamil 7/2561; dan ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 93: dari beberapa jalur, dari Yazid ar-Raqasyi, dari Anas dengan hadits tersebut.

Hadits ini dhaif disebabkan oleh ar-Raqasyi. Akan tetapi at-Tirmidzi meriwayatkannya, 5/540, no. 3525; Abu Ya’la, no. 3833; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 94: dari jalur al-Mu`ammal, dari Hammad bin Salamah, dari Humaid dari Anas. At-Tirmidzi berkata, “Hadits tersebut gharib, dan tidak terjaga. Ia diriwayatkan dari Hammad, dari Humaid, dari al-Hasan, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan inilah yang paling shahih.” Saya berkata, Al-Mu`ammal adalah la ba`sa bihi dalam al-Mutaba’at. Rauh bin Ubadah telah memutaba’ahnya -sedangkan dia seorang yang tsiqah dan utama- dari Hammad, dari Tsabit dan Humaid dari Anas. Ibnu Abi Hatim menyebutkannya dalam al-Ilal, 2/170 dan 192. Maka hadits tersebut tidak turun dari derajat hasan dengan berkumpulnya dua jalurnya. Kemudian dia menjadi shahih dengan syahidnya yang akan datang setelahnya. Al-Albani menshahihkannya.

(1258) Kami riwayatkan dalam kitab an-Nasa`i dari riwayat Rabi’ah bin Amir yang seorang sahabat radiyallahu ‘anhu.

Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad 4/177; al-Bukhari dalam at-Tarikh 3/280; an-Nasa`i dalam al-Kubra, no. 3602-Tuhfah, ath-Thabrani 5/64, no. 4594 dan dalam ad-Du’a`, no. 92; al-Hakim 1/498; al-Qudha`i, no. 693; dan Ibnu Asakir 18/66-68: dari beberapa jalur, dari Ibnu al-Mubarak, dari Yahya bin Hassan, dari Rabi’ah. Dan sanad ini shahih, perawinya berderajat tsiqah. Al-Hakim, an-Nawawi, adz-Dzahabi, al-Asqalani dan al-Albani telah menshahihkannya.

Al-Hakim berkata, “Hadits ini isnadnya shahih.”

Saya berkata, Kata ‘أَلِظُّوْا‘ bermakna, konsistenlah dengan doa ini dan perbanyaklah.

(1259) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم يَدْعُو وَيَقُوْلُ: رَبِّ أَعِنِّيْ وَلاَ تُعِنْ عَلَيَّ، وَانْصُرْنِيْ وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيَّ، وَامْكُرْ لِيْ وَلاَ تَمْكُرْ عَلَيَّ، وَاهْدِنِيْ وَيَسِّرِ الْهُدَى لِيْ، وَانْصُرْنِيْ عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيَّ. رَبِّ اجْعَلْنِيْ لَكَ شَاكِرًا، لَكَ ذَاكِرًا، لَكَ رَاهِبًا، لَكَ مِطْوَاعًا، إِلَيْكَ مُخْبِتًا أَوْ مُنِيْبًا. رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِيْ، وَاغْسِلْ حَوْبَتِيْ، وَأَجِبْ دَعْوَتِيْ، وَثَبِّتْ حُجَّتِيْ، وَاهْدِ قَلْبِيْ، وَسَدِّدْ لِسَانِيْ، وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ قَلْبِيْ.

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa dengan mengucapkan, ‘Wahai Rabbku, berilah aku pertolongan dan janganlah Engkau menolong (musuh) terhadapku, berilah aku kemenangan dan jangan berikan kemenangan (musuh) atasku, berilah aku taktik (untuk melawan musuh) dan jangan engkau memberikan tipu daya (musuh) terhadapku. Berilah petunjuk kepadaku, dan mudahkanlah petunjuk untukku. Tolonglah aku untuk menghadapi orang yang berbuat zhalim terhadapku. Ya Rabbku, jadikanlah aku orang yang bersyukur kepadaMu, berdzikir kepadaMu, takut kepadaMu, tunduk kepadaMu, khusyu’ dan kembali kepadaMu. Ya Rabb, terimalah taubatku, cucilah dosaku, dan kabulkanlah doaku, tetapkanlah hujjahku, berilah petunjuk hatiku, dan luruskanlah lisanku, serta cabutlah dengki (hati)ku’.

Catatan : حَوْبَتِيْ bermakna, dosaku, أَوَّاهًا bermakna, yang banyak berdzikir dan bertilawah disertai dengan kekhusyu’an dan kerendahan diri. مُنِيْبًا bermakna, yang kembali dari perbuatan maksiat menuju kepada taat, dan kembali dari lalai menuju mawas diri. ”

Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 29381; Ahmad 1/227; Abd bin Humaid, no. 717-Muntakhab; al-Bukhari, al-Adab al-Mufrad, no. 664 dan 665; Ibnu Majah, Kitab ad-Du’a’, Bab Du’auhu Shallallahu ‘alaihi wasallam, 2/1259, no. 3830; Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab Ma Yaqulu ar-Rajul Idza Sallama, 1/474, no. 1510 dan 1511; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da’awat, Bab Du’auhu Shallallahu ‘alaihi wasallam , 5/554, no. 3551; Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah , no. 384; an-Nasa`i dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 612; Ibnu Hibban, no. 947 dan 948; ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 1411; al-Hakim 1/519; dan al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah, no. 1375: dari beberapa jalur, dari ats-Tsauri, dari Amr bin Murrah, Abdullah bin al-Harits al-Mu’allim telah menceritakan kepadaku, Thulaiq bin Qais telah menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abbas dengan hadits tersebut.

Ini adalah sanad shahih. Semua perawinya adalah tsiqah. Akan tetapi Muhammad bin Juhadah menyelisihi ats-Tsauri, maka dia meriwayatkannya dari Amru bin Murrah dari Ibnu Abbas. An-Nasa`i meriwayatkannya dalam al-Yaum wa al-Lailah, no. 613, seraya berkata, Hadits Sufyan terjaga. Yahya bin Sa’id berkata, ‘Saya tidak melihat perawi yang lebih terjaga daripada Sufyan’. Dan dikisahkan dari ats-Tsauri bahwa dia berkata, ‘Tidaklah hatiku menitipkan sesuatu, lalu dia mengkhianatiku’.” Saya berkata, Apalagi dia tidak bersendirian, bahkan dia dimutaba’ah oleh Mis`ar dalam riwayat ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 1412. Hadits tersebut dishahihkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa`i, al-Baghawi, al-Mundziri, al-Hakim, adz-Dzahabi, dan al-Albani.

Dalam riwayat at-Tirmidzi,


أَوَّاهًا مُنِيْبًا.

“…banyak berdzikir dan menyesali perbuatan dosa.”

At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”

(1260) Saya berkata, السَّخِيْمَةُ yaitu, dengki, jamaknya adalahالسَّخَائِمُ . Ini adalah makna السَّخِيْمَةُ pada hadits ini. Dan dalam hadits yang lain,

مَنْ سَلَّ سَخِيْمَتَهُ فِي طَرِيْقِ اْلمُسْلِمِيْنَ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ.

“Barangsiapa yang membuang kotorannya di jalanan kaum Muslimin, maka dia mendapatkan laknat Allah.”

Hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath, no. 5422 dan al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 812; al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa 4/111; al-Hakim 1/186; dan al-Baihaqi 1/98: dari jalur Kamil bin Thalhah, Muhammad bin Amr al-Anshari telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sirin telah menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah dengan hadits tersebut.

Al-Mundziri berkata, “Para perawinya tsiqah kecuali Muhammad bin Amr al-Anshari.” Al-Haitsami menyebutkan semisalnya. Saya berkata, Muhammad di sini adalah al-Waqifi. Dia seorang yang dhaif. Al-Uqaili berkata, “Dia tidak dimutaba’ah”. Akan tetapi dia memiliki syahid dari hadits Hudzaifah bin Asid dalam riwayat ath-Thabrani 3/179, no. 3050 dengan sanad yang di dalamnya terdapat kelemahan dengan lafazh,

مَنْ آذَي الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ طُرُقِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ لَعْنَتُهُمْ “

Barangsiapa yang menganiaya kaum Muslimin di jalan mereka, maka dia pasti terkena laknat mereka”. Dan cocok pula dengan hadits Muslim, no. 269 “Takutlah kamu terhadap dua hal yang mendatangkan laknat”. Menurutku, hadits tersebut hasan dengan syawahid ini, dan dalam masalah ini berasal dari sekelompok sahabat.

Makna السَّخِيْمَةُ di sini adalah الغَائِطُ (kotoran manusia).

(1261) Kami meriwayatkan dalam Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan Sunan Ibnu Majah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Katakanlah,

قُوْلِي: اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا سَأَلَكَ بِهِ عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه و سلم ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَااسْتَعَاذَكَ مِنْهُ عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه و سلم ، وَأَسْأَلُكَ مَا قَضَيْتَ لِي مِنْ أَمْرٍ أَنْ تَجْعَلَ عَاقِبَتَهُ رَشَدًا.

‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu seluruh kebaikan yang segera (dunia) dan yang tertunda (akhirat) yang aku ketahui di antaranya dan yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepadaMu dari segala keburukan yang segera (dunia) dan yang tertunda (akhirat) yang aku ketahui di antaranya dan yang tidak aku ketahui. Aku memohon surga kepadaMu dan segala sesuatu yang mendekatkan kepadanya, berupa perkataan dan perbuatan. Aku berlindung kepadaMu dari neraka dan segala sesuatu yang mendekatkan kepadanya, berupa perkataan dan perbuatan. Aku meminta kebaikan kepadaMu yang hamba dan rasulMu, Muhammad memintanya kepadaMu. Aku meminta perlindungan kepadaMu dari segala kejahatan yang mana hamba dan rasulMu, Muhammad meminta perlindungan. Aku meminta segala sesuatu yang telah Engkau takdirkan untukku, hendaklah Engkau jadikan akibatnya adalah kesadaran (petunjuk)’.

Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 29336; Ahmad 6/134; al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no. 639; Ibnu Majah, Kitab ad-Du’a’, Bab al-Jawami’ Min ad-Du’a`, 2/1264, no. 3846; Abu Ya’la, no. 1542 –ash-Shahihah; dan Ibnu Hibban, no. 869; serta ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 1347: dari beberapa jalur, dari Hammad bin Salamah, dari al-Jariri (dan kadang muncul mengganti al-Jariri: dari Jabr bin Habib, kadang muncul: dari al-Jariri dan Jabr bin Habib bersama-sama, dan kadang muncul: dari al-Jariri, dari Jabr bin Habib), dari Ummu Kultsum binti Abu Bakar dari Aisyah dengan hadits tersebut.

Al-Haitsami berkata dalam az-Zawa`id, “Dalam isnadnya terdapat pembicaraan, dan Ummu Kultsum di sini, maka saya belum melihat ada yang mempermasalahkannya, dan sejumlah orang memasukkannya sebagai sahabat, tapi ini mengandung kritik, karena dia dilahirkan setelah meninggalnya Abu Bakar, sedangkan sisa perawi sanad adalah tsiqah”. Saya berkata, Adapun dinyatakannya memiliki illat dengan Ummu Kultsum maka ia tidak tepat, karena sejumlah perawi telah meriwayatkan darinya, dan Muslim berhujjah dengannya. Dan ia berasal darinya. Sedangkan pembahasan bahwa di dalam sanadnya terdapat pembicaraan, maka karena adanya ikhtilaf yang telah disebutkan, dan yang jelas, dia memiliki jalur selamat dari perselisihan. Al-Hakim telah meriwayatkannya 1/521: dari dua jalur, dari Syu’bah, dari Jabr bin Habib, dari Ummu Kultsum, dari Aisyah. Dan ini merupakan sanad yang shahih. Di dalamnya terjadi perselisihan yang tidak perlu disebutkan, karena ia tidak berbahaya. Dan hadits tersebut shahih dengan jalurnya yang terakhir semata. Maka bagaimana mungkin bila yang terdahulu masuk ke dalamnya? Al-Hakim telah menshahihkan hadits tersebut. An-Nawawi, adz-Dzahabi, dan al-Albani menyepakatinya.

Al-Hakim Abu Abdillah berkata, “Hadits ini isnadnya shahih.”

(1262) Saya telah menemukan dalam al-Mustadrak milik al-Hakim dari Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Di antara doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah,

كَانَ مِنْ دُعَاءِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم : اَللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ اثْمٍ، وَاْلغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَاْلفَوْزَ بِاْلجَنَّةِ، وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ.

‘Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadaMu sebab mendapatkan rahmatMu dan kekuatan (untuk mendapat) ampunanMu, serta keselamatan dari segala dosa. Aku meminta kekayaan dari segala kebaikan, kemenangan dengan surga dan terhindar dari neraka.

Dhaif Sekali: Diriwayatkan oleh al-Hakim 1/525: dari jalur Khalaf bin Khalifah, Humaid al-A’raj telah menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin al-Harits, dari Ibnu Mas’ud.

Al-Hakim berkata, “Hadits ini berdasarkan syarat Muslim”. Adz-Dzahabi menyepakatinya, padahal ia tidak demikian, demi Allah, bahkan ia merupakan hadits yang sangat lemah dengan illat-illatnya yang beruntun.

Pertama, bahwa Khalaf ini, walaupun shaduq, namun hafalannya telah bercampur di akhir hayatnya. Sedangkan Muslim meriwayatkan haditsnya hanya dalam asy-Syawahid.

Kedua, bahwa Humaid ini bukanlah putra Qais yang dijadikan hujjah oleh al-Bukhari dan Muslim sebagaimana yang disangkakan oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi. Akan tetapi dia adalah putra Atha’ al-Kufi dalam al-Qash yang Matruk.

Ketiga, bahwa tidak diketahui bahwa Ibnu al-Harits memiliki riwayat dari Ibnu Mas’ud.

Keempat, bahwa Ibnu Abi Syaibah meriwayatkannya pada no. 29523: dari jalur lain yang lebih baik dari jalur ini, tetapi secara mauquf pada Ibnu Mas’ud.

Al-Hakim berkata, “Hadits shahih berdasarkan syarat Muslim.”

(1263) Di dalamnya diriwayatkan, dari Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، فَقَالَ : وَا ذُنُوْبَاهُ، وَا ذُنُوْبَاهُ، مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا. فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم : قُلْ : اللّهُمَّ مَغْفِرَتُكَ أَوْسَعُ مِنْ ذُنُوْبِيْ، وَرَحْمَتُكَ أَرْجَى عِنْدِيْ مِنْ عَمَلِيْ. فَقَالَهَا. ثُمَّ قَالَ : عُدْ، فَعَادَ. ثُمَّ قَالَ: عُدْ، فَعَادَ. فَقَالَ : قُمْ، فَقَدْ غُفِرَ لَكَ.

“Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam , seraya berkata, ‘Alangkah besar dosaku, alangkah besar dosaku’, dua atau tiga kali. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, ‘Katakanlah, ‘Ya Allah, ampunanMu lebih luas daripada dosa-dosaku, rahmatmu lebih bisa diharapkan untukku daripada amalku.’ Maka dia mengucapkannya. Kemudian Nabi bersabda, ‘Ulangilah’. Maka dia mengulangi. Kemudian Nabi bersabda, ‘Ulangilah’. Maka dia mengulangi. Kemudian Nabi bersabda, ‘Berdirilah, sungguh dosamu telah diampuni untukmu‘.”

Dhaif: Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/543, dan al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab no. 7126: dari jalur Ibrahim bin al-Mundzir al-Hizami, Ubaidillah bin Muhammad bin Hunain telah menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Muhammad bin Jabir bin Abdullah, dari ayahnya, dari kakeknya Jabir bin Abdullah dengan hadits tersebut.

Al-Hakim berkata, “Para perawinya dari akhir mereka adalah dari kalangan penduduk Madinah dari kalangan yang tidak dikenal cacat pada mereka.” Adz-Dzahabi menyepakatinya. Saya berkata, “Sudah dimaklumi bahwa ini tidak berarti pernyataan tsiqah. Apalagi saya tidak mendapatkan biografi untuk Ibnu Hunain dan tidak pula perawi yang mengambil hadits darinya, kemudian pembicaraan tersebut tidaklah shahih secara mutlak, karena Muhammad bin Jabir telah didhaifkan haditsnya oleh Ibnu Sa’ad.”

(1264) Dan di dalamnya (al-Mustadrak) terdapat riwayat, dari Abu Umamah radiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ لله تعالى مَلَكًا مُوَكَّلاً بِمَنْ يَقُوْلُ: يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، فَمَنْ قَالَهَا ثَلاَثًا، قَالَ لَهُ الْمَلَكُ: إِنَّ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ قَدْ أَقْبَلَ عَلَيْكَ، فَسَلْ.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai seorang malaikat yang ditugaskan (mencari) orang yang mengucapkan, ‘Wahai Dzat yang paling Penyayang’. Maka barangsiapa yang mengucapkannya tiga kali, maka malaikat mengucapkan untuknya, ‘Sesungguhnya Dzat yang paling Penyayang telah datang kepadamu, maka mintalah kepadaNya’.”

Dhaif Sekali: Diriwayatkan oleh al-Hakim 1/554: dari jalur Fadhal bin Jubair, dari Abu Umamah dengan hadits tersebut.

Al-Hakim memunculkan hadits ini sebagai syahid, dan dia diam tidak mengomentarinya. Adz-Dzahabi mengikutinya seraya berkata, “Fadhal tidak ada nilainya'”. Saya berkata, “Dia seorang yang sangat lemah sekali atau matruk (ditinggalkan) sebagaimana biografinya menunjukkannya dalam al-Mizan dan al-Lisan. Demikian pula dengan haditsnya ini.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.