(1266) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Umar bin al-Khaththab radiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ، لَمْ يَحُطَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ.

“Dahulu Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam berdoa, beliau tidak meletakkan kedua tangannya sehingga beliau mengusap wajahnya dengan keduanya.

Dhaif Sekali: Diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, no. 39-Muntakhab; at-Tirmidzi, Kitab ad-Du’a`, Bab Raf’u al-Aidi inda ad-Du’a`, 5/463, no. 3386; Ath-Thabrani dalam ad-Du’a`, no. 212-213; Al-Hakim 1/536: dari beberapa jalur dari Hammad bin Isa al-Juhani, Hanzhalah bin Abi Sufyan menceritakan kepada kami, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dari Umar dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, “Hadits tersebut shahih gharib, kami tidak mengetahuinya melainkan dari hadits Hammad bin Isa, dan dia sendirian dalam meriwayatkannya, dan dia orang yang sedikit haditsnya, tapi orang-orang telah meriwayatkan hadits darinya”. Saya berkata, Orang yang memperhatikan biografinya dalam al-Mizan dan at-Tahdzib akan mengetahui tanpa perhatian khusus bahwa dia adalah seorang yang lemah, haditsnya munkar yang hampir ditinggalkan, maka orang sepertinya tidak dianggap dan tidak ada kemuliaan. Oleh karena itu, al-Hakim dan adz-Dzahabi diam terhadap haditsnya. An-Nawawi berkata, “Di dalamnya terdapat kelemahan”. Al-Albani sangat mendhaifkannya.

(1267) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, hadits semisal ini.

Dhaif Sekali: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab ash-Shalah, Bab ad-Du’a`, 1/468, no. 1485; al-Baihaqi 2/212: dari jalur Abdul Malik bin Muhammad bin Aiman, dari Abdullah bin Ya’qub bin Ishaq, dari orang yang menceritakan kepadanya, dari Muhammad bin Ka’ab, dari Ibnu Abbas dengan semisalnya. Abu Dawud berkata, “Hadits ini diriwayatkan tidak dari satu jalur, dari Muhammad bin Ka’ab, semuanya lemah, dan jalur ini adalah yang paling baik, tapi dia juga lemah.” Al-Baihaqi dan al-Mundziri menyetujuinya. Saya berkata, Sanadnya terputus, dari Abdul Malik ini. Dia seorang yang tidak diketahui (majhul). Sedangkan Abdullah bin Ya’qub adalah tertutup (mastur), kondisinya tidak diketahui (majhul al-hal). Di dalam sanadnya terdapat rawi yang tidak diketahui.

Dan diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, no. 715 Muntakhab; Ibnu Majah Kitab Iqamah ash-Shalah, Bab raf’u yadaihi bi ad-Du’a`, 1/373, no. 1181 dan 3866; al-Hakim 1/536: dari beberapa jalur. Dari Shalih bin Hassan, dari Muhammad bin Ka’ab, dari Ibnu Abbas. Al-Hakim dan adz-Dzahabi diam terhadapnya. Al-Bushiri berkata, “Sanadnya lemah karena kesepakatan mereka atas kedhaifan Shalih bin Hassan”. Saya berkata, “Bahkan mereka meninggalkan dan menuduhnya (berdusta).”

Dan di dalam isnad masing-masing hadits ini terdapat kelemahan. Adapun perkataan al-Hafizh Abdul Haq rahimahullah, bahwa at-Tirmidzi berkata pada hadits yang pertama, bahwa hadits tersebut merupakan hadits shahih, namun tidak ada dalam naskah yang dijadikan pedoman dari Sunan at-Tirmidzi bahwa ia adalah hadits shahih, yang benar dia berkata, “Hadits gharib”.

Saya berkata (pengarang red-), “Dalam cetakan at-Tirmidzi yang beredar (tertulis), ‘Ini hadits shahih gharib‘. Ini benar-benar merupakan keanehan. Dan mayoritas dugaan bahwa hal tersebut merupakan kesalahan dari para rawi, karena at-Tirmidzi adalah lebih terjaga dari terjerumus kepada (kesalahan fatal) seperti ini. Wallahu a’lam.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.