Betapa banyak dan besar nikmat yang telah Allah subhanahu wata’ala anugerahkan kepada kita. Oleh karena itu, sepantas nyalah kita mensyukuri hal itu. Namun ada kalanya manusia lupa setelah dianugerahi nikmat-nikmat tersebut lalu menjadi kufur. Bila demikian halnya, dapatkah nikmat tersebut berubah menjadi azab dan bencana? Kapan dan bagaimana? Mengapa para pelaku dosa dan maksiat, khususnya orang-orang kafir hidup dalam kesenangan seakan seisi dunia dan segala jenis kebaikan tumpah ruah untuk mereka? Lalu bagaimana nikmat bisa hilang dari genggaman seorang Mukmin.?

Nikmat Berubah Menjadi Azab dan Bencana

Bila ditanyakan, “Dapatkah nikmat berubah menjadi azab dan bencana? Maka jawabannya secara pasti, ‘Ya.!’

Sedangkan kapan dan bagaimana? Maka hal itu dapat terjadi bila kita tidak pernah bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala.

Oleh karena itu, di antara doa yang sering diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah doa yang artinya, “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat, dari azab yang datang tiba-tiba, berubahnya keselamatan yang diberikan oleh-Mu dan dari semua kemurkaan-Mu.” (HR. Muslim).

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala memberikan kesenangan dengan nikmat kepada siapa saja yang Dia kehendaki; bila mereka tidak bersyukur, maka Dia akan membalikkannya menjadi adzab.”

Abu Hazim rahimahullah berkata, “Setiap nikmat yang tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wata’ala, maka ia adalah bencana.”

Nikmat akan abadi bila disertai dengan rasa syukur dan keta’atan sedangkan ia akan hilang karena perbuatan-perbuatan maksiat, keji dan pembangkangan terhadap Allah subhanahu wata’ala. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata, “Kaitkanlah nikmat-nikmat Allah subhanahu wata’ala dengan ungkapan rasa syukur kepada-Nya.”

Syubhat Pelaku Dosa dan Maksiat

Terkadang ada orang yang berkata, mengapa kita selalu melihat orang-orang fasiq yang bergelimang dosa dan maksiat dilimpahkan kepada mereka kesenangan dunia dan seisinya, kebaikan mengalir deras kepada mereka.? Untuk menjawab pertanyaan seperti ini, mari kita dengar penjelasan Sayyid asy-Syakirin (penghulu orang-orang yang pandai bersyukur) dan imam orang-orang yang bersabar, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Bila kamu melihat Allah memberikan kepada seorang hamba dunia dan apa yang ia sukai, padahal ia melakukan berbagai perbuatan maksiat, maka itu hanyalah ‘Istidraj’ (perdaya) dari-Nya.” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)

Ketika mengomentari firman-Nya, artinya, “Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui.” (QS. al-Qalam: 44). Sufyan rahimahullah berkata, “Yakni melimpah kan beragam nikmat kepada mereka dan menghalangi mereka untuk bersyukur.”

Demikian juga firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat Hud, ayat 102, artinya,
Dan begitulah azab Rabbmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.”

Allah subhanahu wata’ala memperdaya orang yang membangkang dan berpaling, meng ulur-ulur baginya akan tetapi Dia tidak pernah melalaikannya!! Jadi, nikmat berubah menjadi azab dan bencana, kemenangan berubah menjadi kekalah an dan kegembiraan berubah menjadi kesedihan bila kita tidak bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala dengan sebenar-benar nya atau sesuai dengan kemampuan.!

Bagaimana Nikmat Dapat Hilang?

Nikmat hilang karena beberapa hal:
Pertama, Perbuatan maksiat dan dosa, membalas nikmat dengan hal yang membuat Allah subhanahu wata’ala menjadi murka. Bila mendapat nikmat Allah subhanahu wata’ala, maka jagalah sebab perbuatan maksiat dapat menghilangkan nikmat. Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menegaskan hal itu, di antaranya, firman-Nya, artinya,
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum: 41).

Dan firman-Nya, artinya, “Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri” (QS.an-Nisa’:79). Dan ayat-ayat lainnya.

Apakah termasuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala atas nikmat ilmu, misal nya, jika menyembunyikannya, tidak mengajarkannya kepada manusia dan tidak mengamalkannya? Apakah termasuk bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala atas nikmat kesehatan, mengerahkan segenap tenaga dan upaya dalam hal-hal yang diharamkan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pergunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: hidupmu sebelum kematianmu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, masa mudamu dan masa kayamu sebelum masa tuamu.” (HR. Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi, dishahihkan Syaikh al-Albani)

Ke dua, Bila kamu menisbatkan nikmat tersebut kepada selain Allah subhanahu wata’ala, Sang Pemberi nikmat. Hal ini sebagai mana yang terjadi terhadap Qarun ketika ia menisbatkan nikmat kepada dirinya dan ilmunya melalui firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (QS. al-Qashash: 76).

Lalu apa akibatnya? Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam ayat-ayat selanjutnya, yang artinya, “Maka Kami benamkan Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS.al-Qashash:81).

Tidak boleh menisbatkan nikmat kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Hal ini seperti yang dikatakan oleh al-Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah bahwa itu termasuk kekufuran dan Juhud (ingkar) kepada Allah subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya, yang artinya, “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya.” (QS. an-Nahl: 83).

Contoh lain dari ucapan yang tidak mencerminkan kesyukuran adalah ucapan orang-orang awam, “Andaikata bukan karena si fulan, pastilah tidak terjadi seperti ini.” “Kalau bukan karena kekuatan dan perbekalan kita, pastilah begini dan begitu.” “Kita meraih kemenangan sebab pasukan kita kuat dan terlatih”, dan ucapan semisalnya. (Taisir al-‘Aziz al-Hamid, hal.583-585)

Dalam hal ini, tidak apa-apa, -bahkan selayaknya- berterima kasih kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita atau menjadi sebab kita mendapatkan nikmat atau terhindar dari bencana dengan mengatakan kepadanya, “Jazakallahu khaira, (Semoga Allah membalas kebaikan kepadamu).” Jika ia seorang Muslim, kita berdo’a untuknya dan berbuat baik kepadanya serta berterimakasih kepadanya, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “’Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterimakasih keapda manusia.” (Shahih al-Jami’, 7719).

Ke tiga, Bila seorang hamba ditimpa sifat Ghurur (percaya diri yang berlebihan) atau sombong dan congkak terhadap makhluk lain karena memiliki harta yang banyak, properti, ilmu, kedudukan dan sebagainya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya,
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung, Ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkan nya.” (QS. al-Humazah: 1-3)

Ke empat, Bila kamu tidak pernah memenuhi hak Allah subhanahu wata’ala atas nikmat tersebut. Bila kita memiliki ilmu, maka kita harus mengajarkannya; jika kita memiliki harta, maka kita harus menginfakkannya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” (QS. al-Ma’arij: 24-25)

Oleh karena itu, seperti di dalam kitab ash-Shahih, dua malaikat berdoa setiap harinya dengan doa, “Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak pengganti dan berikanlah kepada orang kikir kehancuran.” (HR.al-Bukhari dan Muslim).

Bila diberi kesehatan dan afiat, maka kita harus memanfaatkannya untuk berdakwah dan berjihad. Demikian seterusnya, kita mengeks presikan rasa syukur atas setiap anggota badan kita semampu kita. (Hanif Yahya Asy’ari, Lc)

SUMBER: Serial Kumpulan Khutbah Jum’at, penyusun Dr. Sulaiman bin Oadah