Salah satu realita di bulan Ramadhan adalah keluarnya kaum muslimin termasuk kaum muslimat ke masjid, khususnya di waktu Isya` karena setelahnya dilaksanakan shalat tarawih. Realita ini akan kembali terlihat ketika Hari Raya Idul Fitri tiba. Ada satu masalah terkait dengan keluarnya kaum muslimat ke masjid, masalah yang hampir terjadi pada mereka semua yang dianggap lumrah, mungkin karena kejahilan mereka ditambah tidak adanya penjelasan yang shahih kepada mereka, padahal masalah ini terkait dengan shalat, ia merupakan salah satu syarat sahnya shalat artinya ia bisa menjadi faktor tidak sahnya sebuah shalat, padahal shalat yang tidak sah sama dengan kewajiban mengulanginya. Masalah tersebut kembali kepada menutup aurat yang merupakan salah satu syarat sahnya shalat dan rata-rata pakaian yang dikenakan mayoritas kaum muslimat tidak memenuhi syarat menutup aurat karena rata-rata tipis sehingga hijau, kuning, merah pakaian yang di baliknya bisa terlihat, bahkan warna bahu dan rambut pun tidak terhalang oleh pakaian shalat tersebut. Pakaian yang tipis tidak menutup aurat padahal menutup aurat merupakan salah satu syarat sahnya shalat dan aurat wanita dalam shalat adalah seluruh badannya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Jadi shalat dengan pakaian tipis hukumnya tidak sah.
Dalil menutup aurat merupakan syarat sahnya shalat.
Firman Allah,

يابني ءادم خذوا زينتكم عند كل مسجد .

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf: 31).

Ibnu Sa’di berkata tentang ayat ini, “Yakni tutuplah auratmu dalam seluruh shalat, yang wajib dan yang sunah karena menutup aurat adalah perhiasan bagi badan sebagaimana membukanya membuat badan buruk dan tidak indah.” (Tafsir Sa’di hal. 287).
Sabda Nabi saw,

لا يقبل الله صلاة حائض إلا بخمار .

“Allah tidak menerima shalat wanita dewasa kecuali dengan kerudung.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Aisyah, at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.”).

Nukilan dari beberapa fuqaha tentang batasan pakaian yang menutup aurat dalam shalat:
1. Dalam Kitab Hasyiah asy-Syarh ash-Shaghir (madzhab Maliki), Allamah Syaikh Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Maliki berkata, “Penutup aurat haruslah tebal yakni tidak transparan begitu dipandang atau setelah diperhatikan, yang transparan begitu dipandang sama dengan tidak ada dan yang transparan setelah diperhatikan shalat dengannya harus diulang.”
2. Dalam Kitab Kifayatul Akhyar (madzhab Syafi’i), Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini ad-Dimisyqi asy-Syafi’i berkata, “Kemudian syarat pakaian yang menutup aurat adalah menghalangi warna kulit.” Selesai. Ini berarti pakaian yang menampakkan warna kulit bukanlah pakaian yang menutup aurat.
3. Dalam Kitab al-Uddah Syarah al-Umdah (madzhab Hanbali), Syaikh Bahauddin Abdur Rahman bin Ibrahim al-Maqdisi berkata, “Wajib menutup aurat dengan sesuatu yang menutupi warna kulit baik dengan kain atau kulit atau lainnya. Jika penutupnya tidak menghalangi warna kulit maka ia tidak dianggap karena ia tidak menutupi.”

Tiga nukilan di atas bisa dikatakan mewakili fuqaha-fuqaha yang lain, ia menetapkan bahwa pakaian tipis yang menampakkan apa yang di bawahnya tidak dianggap menutup aurat. Dan pakaian shalat wanita pada umumnya adalah demikian. Tidak ada jalan lain bagi wanita muslimah setelah dia mengetahui kecuali menukarnya dengan yang memenuhi syarat atau dia memakai pakaian yang menutup di bawahnya, dan yang lama bisa digunakan untuk keperluan lain, tidak usah diberikan kepada saudaranya karena dengan itu dia telah membantunya shalat dengan pakaian yang tidak memenuhi syarat. Kalau selama ini para muslimah belum mengetahui maka semoga Allah memaafkan dan tidak ada kewajiban atas mereka untuk mengulang shalatnya yang telah lalu akan tetapi tidak ada lagi alasan bagi yang telah mengetahui. Bagiamana kalau ia dipakai shalat di rumah di mana tidak ada orang asing yang melihatnya? Sama saja, tidak sah karena aurat shalat tidak berkait dengan manusia akan tetapi bekait dengan Allah, buktinya seseorang boleh membuka sebagian pakaiannya di luar shalat ketika tidak ada orang yang melihatnya, tetapi di dalam shalat, bolehkah seseorang shalat tanpa berpakaian dalam kegelapan? Pakaian shalat wanita seperti ini meramaikan pasar perlengkapan shalat, karena pembuatnya dan penjualnya rata-rata tidak mengerti agama ditambah kebiasaan para muslimah dalam kehidupan sehari-hari yang pada umumnya memakai pakaian yang demikian sehingga ia terseret ke dalam shalat tanpa disadari bahwa ia keliru. Wallahul musta’an.