[1292] Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud dengan isnad yang hasan dari Ali, dia berkata,

حَفِظْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: لاَ يُتْمَ بَعْدَ احْتِلاَمٍ، وَلاَ صُمَاتَ يَوْمٍ إِلَى اللَّيْلِ.

“Saya hafal hadits dari Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam, ‘Tidak ada yatim setelah mimpi (baligh) dan tidak ada diam (puasa tidak bicara) sehari hingga malam’.

Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab al-Washaya, Bab Mata Yanqati’u al-Yutmu, 1/128, no. 2873; al-Uqaili dalam adh-Dhu’afa 4/428; ath-Thahawi dalam al-Musykil 1/280; ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 266; al-Baihaqi 6/57; dan Ibnu Asakir dalam at-Tarikh 29/356: dari jalur Yahya bin Muhammad al-Madini al-Jari, Abdullah bin Khalid bin Sa’id bin Abi Maryam telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Sa’id bin Abdurrahman bin Ruqaisy, dia mendengar syaikh dari Bani Amr bin Auf dan pamannya Abdullah bin Abi Ahmad, dari Ali, maka dia menyebutkannya.

Al-Uqaili berkata, “Yahya tidak dimutaba’ah, Ma’mar meriwayatkannya dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari an-Nazzal bin Sabrah dari Ali secara marfu’, ats-Tsauri dan lainnya meriwayatkannya dari Juwaibir secara mauquf, dan itulah yang benar.” Saya berkata, “Dan yang benar mengenai Yahya adalah bahwa dia tersalah, dan haditsnya la ba`sa bihi. Dan illatnya adalah pada Abdullah bin Khalid dan ayahnya, di dalam keduanya terdapat jahalah. Dan pendapat yang paling dekat adalah bahwa keduanya shalih dalam mutaba’ah, maka di dalam sanadnya terdapat kelemahan. Riwayat Juwaibir tidak ada kebaikan di dalamnya, karena dia dhaif sekali. Namun penggalan pertama dari hadits tersebut diriwayatkan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir, no. 953, al-Khathib dalam at-Tarikh 5/299 dari jalur Muhammad bin Ubaid bin Maimun, ayahku menceritakan kepadaku, dari Muhammad bin Ja’far bin Abi Katsir, dari Musa bin Uqbah, dari Aban bin Taghlib, dari Ibrahim an-Nakha’i, dari ‘Alqamah bin Qais, dari Ali….Dan di dalamnya sanad ini juga terdapat kelemahan, disebabkan Ubaid bin Maimun. Di dalamnya terdapat kelemahan dan kemajhulan. Dan penggalan pertama juga memiliki syahid berupa hadits Jabir dalam riwayat ath-Thayalisi, no. 1767; al-Baihaqi 7/319 dengan sanad dhaif. Sedangkan pertengahan kedua maka dia diberi syahid oleh hadits Abu Bakar yang datang sesudahnya, dan hadits Ibnu Abbas dalam riwayat al-Bukhari pada no. 6704 dalam pembahasan orang yang bernadzar untuk tidak berbicara, maka Nabi memerintahkannya untuk berbicara. Berdasarkan hal tersebut maka hadits tersebut dengan kepanjangannya adalah hasan. An-Nawawi menyatakannya hasan. Al-Albani menshahihkannya”

Kami meriwayatkan dalam Ma’alim as-Sunan Imam Abu Sulaiman al-Khaththabi, dia berkata tentang tafsir hadits ini, “Dahulu kala, di antara ibadah kaum jahiliyah adalah berdiam diri. Seseorang dari kalangan mereka akan beri’tikaf sehari semalam, berdiam diri dan tidak berbicara. Kemudian hal tersebut dilarang (dalam ajaran Islam), dan mereka diperintahkan untuk berdzikir dan berbicara baik.”

[1293] Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari Kitab al-Anshar, Bab Ayyam al-Jahiliyyah, 7/147, no. 3834 dari Qais bin Abi Hazim , dia berkata,

دَخَلَ أَبُو بَكْرٍالصِّدِّيْقُ عَلَى امْرَأَةٍ مِنْ أَحْمَسَ، يُقَالُ لَهَا: زَيْنَبُ، فَرَآهَا لاَ تَتَكَلَّمُ، فَقَالَ: مَا لَهَا لاَ تَتَكَلَّمُ؟ فَقَالُوْا: حَجَّتْ مُصْمِتَةً. فَقَالَ لَهَا: تَكَلَّمِيْ، فَإِنَّ هذَا لاَ يَحِلُّ، هذَا مِنْ عَمَلِ الْجَاهِلِيَّةِ، فَتَكَلَّمَتْ.

“Abu Bakar ash-Shiddiq menjumpai seorang wanita dari Ahmas. Dia dipanggil dengan nama Zainab, lalu dia melihatnya tidak mau bicara. Abu Bakar bertanya, ‘Kenapa dia tidak berbicara?’ Mereka menjawab, ‘Dia berhaji dalam keadaan diam’. Maka Abu Bakar berkata kepadanya, ‘Berbicaralah! Karena ini perbuatan yang tidak halal, perbuatan ini berasal dari perbuatan jahiliyah’, lalu dia mau bicara.”

Sumber: Ensiklopedia Dzikir Dan Do’a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta.