Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana pandangan syariat terhadap operasi medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?

Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.

Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).

Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkan jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.

Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada operasi medis, tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakannya, jika tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas.

Adapun dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan pijakan dalam menetapkan dibolehkannya operasi medis, di antaranya:

A. Hadits hijamah (berbekam)

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari).
Dari Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan tempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Padanya terdapat kesembuhan’.” (HR. Al-Bukhari).

Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah dilakukan dengan membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.

B. Hadits Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah saw mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim).

Dalam hadits ini Nabi saw menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu.
Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.

Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan secara mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan pada tempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya.
Jika operasi medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka ia dibolehkan karena dalam kondisi ini target yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak mewujudkan sasarannya atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat melarangnya.

Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.

1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
3) Hendaknya penderita mengizinkan.
4) Hendaknya tim medis menguasai.
5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.

(Dari Jami’ al-Fatawa ath-Thibbiyah, Dr. Abdul Aziz bin Fahd bin Abdul Muhsin).