Mencari dan mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya bukan perbuatan yang tercela di dalam Islam, apalagi dilarang. Demikian halnya berharap pahala dari ibadah yang dikerjakan, bukanlah merupakan suatu yang dapat mengurangi ataupun dapat menghilangkan rasa ikhlash kepada Allah subhanahu wata’ala. Justeru hal tersebut merupa kan bagian dari perintah Allah subhanahu wata’ala itu sendiri.

Banyak sekali nash baik di dalam Al-Qur’an maupun as-Sunnah yang bisa dijadikan hujjah atau dalil dalam hal ini. Karena Allah subhanahu wata’ala sendiri memang menjanjikan pahala dan ‘iming-iming’ yang tak ternilai harganya kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang ikhlas beribadah kepada-Nya semata. Hal itu untuk memotivasi hamba-Nya agar selalu semangat, istiqamah dan “fastibiqul khairat” (berlomba-lomba dalam kebaikan dan ibadah kepada-Nya). Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam banyak ayat-Nya di antaranya, artinya,

“Orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan kedalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah”. (QS. an-Nisa: 122)

“Mereka (orang-orang yang bertaqwa) itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”. (QS. Ali’Imran: 136)

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS.65:2-3)

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”. (QS. an-Najm: 39-41)

Dengan motivasi tersebut pun masih banyak manusia yang bermalas-malasan, enggan dan mengabaikan ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Contoh sederhana dari pahala-pahala yang banyak terabaikan adalah menebarkan salam, ‘Assalamu ‘alaikum.’
Tidak sedikit di antara umat Islam yang merasa minder dan malu kalau harus menyapa dengan mengucapkan ‘Assalamu ‘alaikum’ ketika bertemu saudaranya, dan lebih bangga kalau dapat menyapa dengan sapaan ‘ala barat’ atau sapaan yang lainnya, seperti: hallo; hai; selamat pagi; selamat siang; selamat sore; selamat malam; dan lain sebagainya. Juga ketika mendatangi rumah sanak-saudara atau teman, terasa berat rasanya mengucapkan salam dan terasa lebih ‘sreg’ kalau dengan ucapan selainnya, seperti: permisi; punten atau hanya sekedar mengetuk pintu rumahnya, bahkan masuk rumah dengan tanpa permisi. Padahal Allah subhanahu wata’ala telah berfirman, artinya

“Hai orang-orang yang beriman, jangan lah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuni nya.Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS. an-Nur: 27)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hak seorang muslim atas saudaranya yang muslim ada enam: (di antaranya) apabila kamu bertermu dengannya, maka ucapkanlah salam kepadanya.” (HR. Muslim).

Allah subhanahu wata’ala juga telah berfirman, yang artinya,

“Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memper hitungkan segala sesuatu”. (QS. an-Nisa: 86)

Mengucapkan salam ‘Assalamu ‘alaikum’ dalam Islam bukan sekedar sapaan belaka, tetapi lebih mulia dari itu. Ia merupakan bagian dari ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala, yang jelas punya nilai dan pahala yang besar di sisi-Nya. Karena ucapan salam itu adalah doa. Sedangkan doa itu sendiri merupakan inti ibadah dan diberikan pahala bagi siapa yang mengucapkannya.

Salam juga merupakan amalan dan sunnah para rasul Allahdan para malaikat-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, yang artinya,

“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan. (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, “Salaman”, (maka) Ibrahim menjawab, “salamun” (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal”. (QS. adz-Dzariyat: 24-25)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Tatkala Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissalam, Dia berfirman, “Pergilah!! Dan ucapkanlah salam kepada para Malaikat yang sedang duduk, lalu perhatikanlah apa yang mereka akan jawab, sesungguhnya jawaban (para malaikat itu) adalah salam (penghormatan)mu dan anak keturunanmu. Maka Nabi Adam ‘alaihissalam berkata, “Assalamu ‘alaikum”, lalu mereka (para malaikat) menjawab, “Assalamu’alaika wa Rahmatullah”. Mereka menambahkan: “Warahmatullah”.(Muttafaq’alaih)

Dan tidak diragukan lagi, salam juga merupakan ajaran dan amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat ridwanullahu ‘alaihim.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amru bin al’Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ajaran Islam yang manakah yang paling baik”? Beliau menjawab, “Kamu memberi makan (orang yang membutuhkannya), dan kamu mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”. (Muttafaq ‘alaih)

Karena kecintaan para shahabat yang begitu besar kepada Allah subhanahu wata’ala, suatu ketika mereka mengucapkan di dalam shalat mereka, “Salam sejahtera atas Allah subhanahu wata’ala dari hamba-hamba-Nya, salam sejahtera atas Jibril, salam sejahtera atas fulan dan fulan. Maka saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mereka untuk mengucapkan yang demikian, “salam sejahtera untuk Allah subhanahu wata’ala, salam sejahtera untuk hamba-hamba-Nya”. Dan Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Dia lah Yang Maha Pemberi keselamatan/as-Salam (yakni: Dia lah Jalla wa ‘Ala yang menyelamatkan dari segala aib dan kekurangan), maka tidak perlu kalian memuji-Nya dengan mendoakan keselamatan atas diri-Nya”. Lalu Beliau berkata kepada mereka, “Ucapkanlah, “Salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih”. Maka jika kalian mengucapkan nya, sesungguhnya kalian telah mengucapkan salam kepada semua hamba yang shalih baik yang ada di dunia maupun di langit”. (HR. al-Bukhari)

Seorang yang mengucapkan salam kepada saudaranya berarti ia telah mendoakan saudaranya agar Allah subhanahu wata’ala menyelamatkannya dari segala musibah yang akan menimpanya. Apakah musibah itu berupa penyakit lahir maupun bathin (hati), hilang akal (gila), dari kejahatan manusia, maksiat dan dosa-dosa, dari siksa neraka dan semuanya yang kita anggap sabagai musibah dari yang terkecil sampai musibah yang paling besar.

Ini semua menunjukkan betapa indah dan harmonisnya kehidupan kaum muslimin, saling mendoakan di antara mereka dengan kebaikan dan keselamatan, sehingga tumbuhlah kecintaan dan kasih sayang di antara mereka. Hal ini sesuai dengan contoh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang pernah diajarkan kepada ummatnya,

Dari Abu hurairah radhiyallahu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah kalian masuk surga sampai kalian beriman. Dan tidaklah kalian beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan akan sesuatu. Apabila kalian melakukannya niscaya kalian akan saling mencintai, Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Dan kalau setiap harinya kita menjumpai 100 orang muslim dan saat itu kita tidak mengucapkan salam kepadanya, betapa meruginya kita, karena berarti kita telah mengabaikan dan menyia-nyiakan pahala-pahala yang Allah subhanahu wata’ala sajikan cuma-cuma tanpa harus bersusah payah mendapatkannya. Belum tentu kesempatan emas untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya dengan cuma-cuma akan kembali diberikan kepada kita. Boleh jadi saat itu adalah kesempatan terakhir yang akan kita sesali dan tangisi pada hari akhir. Maka dari itu jangan sia-siakan!!! Mulailah menebarkan salam kepada saudara-saudaramu!!!

(Muhammad Ruliyandi Abu Nabiel)
Marja’: kitab “Riyadhus Sholihin” syarh Syeikh Ibnu Utsaimin