Para sahabat adalah manusia, kesalahan dan dosa mungkin terjadi dari mereka, mereka tidak ma’shum, karena Allah hanya berkenan memberikan derajat ishmah hanya kepada para Nabi dan RasulNya, namun begitu para sahabat sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah, “Para sahabat itu memiliki kebaikan-kebaikan di atas kita dan keutamaan-keutamaan yang membuat apa yang mereka lakukan – kalau dilakukan – diampuni.” Inilah yang diyakini oleh Ahlus Sunnah.

Para sahabat memiliki kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan yang tidak ditandingi oleh seorang pun, mereka menolong Nabi, berjihad dengan harta dan jiwa, mengorbankan leher mereka untuk menjunjung kalimat Allah, ini menyebabkan ampunan untuk apa yang mereka lakukan meskipun ia termasuk dosa besar selama tidak sampai pada tingkat kekufuran.

Salah satunya adalah kisah Hathib bin Abu Balta’ah ketika dia berkirim surat kepada Quraisy menyampaikan keberangkatan Rasulullah kepada mereka sampai Allah memberitahu NabiNya tentang itu sehingga suratnya tidak sampai kepada mereka. Maka Umar meminta izin kepada Nabi untuk memancungnya, Nabi bersabda, “Dia berperan serta dalam perang Badar. Siapa tahu bisa jadi Allah melongok kepada ahli Badar, lalu berfirman, ‘Lakukanlah apa yang kalian suka karena Aku telah mengampuni kalian’.”

Ibnu Taimiyah berkata, “Kemudian dengan asumsi bahwa salah seorang dari mereka telah melakukan dosa maka bisa jadi yang bersangkutan telah bertaubat darinya, atau dia melakukan kebaikan yang menghapus, atau Allah mengampuni karena kebaikannya yang lalu, atau karena syafaat Nabi saw d mereka adalah orang-orang yang paling berhak atasnya, atau dosa itu diampuni karena ujian yang menimpa di dunia.”

Ini adalah perkara-perkara yang menghapus kesalahan yang terjadi di kalangan para sahabat.

Pertama, taubat. Yang bersangkutan telah bertaubat darinya sehingga akibat buruk dari kesalahannya telah terangkat dan terhapus. Jika hal ini berlaku untuk seluruh umat Muhammad saw, maka para sahabat adalah orang-orang yang paling patut dan mereka berada di barisan pertama.

Kedua, kebaikan yang menghapus kesalahan, berdasarkan firman Allah, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114).

Ketiga, keutamaan dan kebaikan masa lalunya, seperti dalam kisah Hathib di atas.

Keempat, syafaat Nabi saw. Yaitu untuk umat beliau di mana para sahabat adalah orang-orang yang paling berhak atasanya. Dan syafaat ini telah dijelaskan sebelumnya.

Kelima, ujian yang menimpa di dunia, karena ujian melebur dosa-dosa, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw, “Tidak ada seorang Muslim yang ditimpa sesuatu yang menyakitkan, baik dalam bentuk sakit dan selainnya kecuali Allah meluruhkan kesalahan-kesalahannya seperti pohon menjatuhkan daun-daunnya.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Hadits-hadits dalam bab ini berjumlah banyak dan terkenal.

Kadar yang layak diingkari dari perbuatan sebagian dari mereka sangatlah sedikit, lebih sedikit dari sedikit. Oleh karena itu Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak sebanding dengan keutamaan dan kebaikan mereka.”

Tanpa ragu sebagian dari mereka pernah mencuri, minum khamar, qadzaf dan zina, akan tetapi semua dosa ini tidak ada apa-apanya di depan kebaikan dan keutamaan mereka dan dari sebagian dosa tersebut telah dilaksanakan had atasnya. Jadi ia sebagai pelebur untuknya.

Apabila kamu melihat dengan ilmu dan bashirah serta sikap obyektif pada kebaikan mereka dan keutamaan yang Allah berikan kepada mereka niscaya kamu meyakini bahwa mereka adalah orang-orang terbaik setelah Nabi saw, mereka lebih baik daripada Hawariyin sahabat Isa, mereka lebih baik daripada orang-orang terpilih dari sahabat Musa dan lebih baik daripada orang-orang yang beriman kepada Nuh, Hud dan lain-lain.

Tidak ada seorang pun dari pengikut para Nabi yang lebih baik daripada sahabat. perkara ini adalah perkara yang maklum lagi jelas berdasarkan firman Allah, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (Ali Imran: 110). Orang-orang terbaik dari kita adalah sahabat karena orang terbaik adalah Nabi maka sahabatnya adalah sahabat terbaik. Ini menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah

Dari Syarah Aqidah Wasithiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin.