Islam merupakan agama yang sempurna. Kesempurnaannya meliputi urusan dunia dan akhirat, yang abstrak maupun kongkrit, termasuk juga masalah jasmani dan rohani. Kesempuraan Islam itu telah diproklamirkan langsung oleh Allah subhanahu wata’ala Sang penguasa alam raya ini melalui utusan-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan untuk kamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (Qs. al-Maidah: 3)

Islam tidak mengharapkan umatnya lemah, apalagi sakit-sakitan. Oleh karena itu, pola hidup sehat dan membimbing umat untuk hidup sehat agar menjadi umat yang kuat diajarkan dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mukmin yang kuat itu lebih baik, dan lebih dicintai oleh Allah dibanding mukmin yang lemah”. (HR. Imam Ahmad).

Banyak ayat al-Quran yang membicara-kan tentang pentingnya kesehatan dan harus mengutamakan kesehatan. Begitu pula hadits-hadits Rasulullah yang mulia, banyak menjelaskan tentang pentingnya kesehatan dalam kehidupan seorang mukmin.

Di antara ayat al-Quran yang menjelaskan pentingnya mengutamakan kesehatan adalah firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “…Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air besar (kakus) atau menyentuh perempuan, lantas kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang bersih (suci)”.(QS. al-Maidah: 6). Di antara masalah yang dijelaskan dalam ayat ini adalah hukum orang sakit yang tidak boleh tersentuh air. Karena bisa jadi air akan membahayakan jiwanya atau akan menghambat proses penyembuhan penyakitnya, atau bahkan memperparah sakit yang sedang ia derita.

Dalam keadaan seperti tersebut di atas, Allah subhanahu wata’ala memberikan solusi untuk hamba-Nya yang akan menunaikan kewajibannya, tanpa harus meninggalkannya. Yaitu dengan disyari’atkannya tayammum bagi orang-o-rang yang sedang mengalami kasus seperti di atas. Karena Islam melarang hal-hal yang bisa mendatangkan bahaya bagi diri sendiri, apalagi bagi orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak diperkenankan membahayakan pribadi dan orang lain”. (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh syaikh al-Albani)

Dalam ayat lain, artinya, “…Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. (QS. al-Baqarah : 184)

Ayat ini menjelaskan tentang beberapa permasalahan seputar puasa. Di dalam ayat ini Allah subhanahu wata’ala membolehkan bagi orang yang sakit dan dalam perjalanan untuk tidak berpuasa, dan memberikan kelonggaran baginya dengan mengganti puasa yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.

Maha suci Allah yang telah mensyari’atkan agama Islam ini dengan penuh hikmah, bijaksana, dan sangat sempurna. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu orang sakit diharamkan baginya untuk berpuasa. Hal ini menunjukkan betapa Islam sangat memper-hatikan dan mengutamakan kesehatan. Sebagai contoh: Seseorang yang sedang menderita penyakit tertentu, kemudian seorang dokter ahli yang menanganinya mengatakan, “Jika ia (pasien) berpuasa dalam kondisi saat ini, maka penyakitnya akan tambah parah, bahkan dapat menyebabkan kematian”. Maka dengan perkataan dokter ahli itu, orang yang sakit tadi dilarang berpuasa (haram).

Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menjaga kesehatan adalah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim dan Ibnu Hibban, “Tidak ada bejana yang lebih buruk yang diisi oleh manusia melainkan perutnya sendiri. Cukuplah seseorang itu mengonsumsi beberapa kerat makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika terpaksa, maka ia bisa mengisi sepertiga perutnya dengan makanan, sepertiga lagi dengan minuman, dan sepertiga sisanya untuk nafas”. Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan petunjuk kepada kita agar jangan over dosis makanan, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan, dan akan menyebabkan seseorang mudah terkena penyakit.. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “…Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesunguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” (QS. al-A’raf : 31)

Para ulama dan para sejarawan yang meneliti sejarah kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendapati pola hidup sehat yang sangat ideal bagi kehidupan manusia dalam mengisi aktivitas kehidupannya sehari-hari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengonsumsi yang haram dan yang kotor. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengonsumsi yang halal dan thayyib (yang halal dan yang baik). Bahkan kalau kita mau meneliti hadits-hadits yang membicarakan tentang perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kita akan mendapati, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang sangat peduli dalam menjaga kesehatan tubuh.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang baik bagimu…” (QS. al-Ahzab: 21).

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di berkata di dalam tafsirnya, “Suri teladan itu ada dua macam; yang pertama suri teladan yang baik, yang ke dua suri teladan yang buruk. Suri tauladan yang baik itu ada pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Barangsiapa yang meneladaninya, maka ia akan memperoleh kemuliaan dari Allah. Ia akan berjalan di atas jalan yang lurus dan benar. Karena para Rasul itu berjalan di atas jalan yang lurus dan benar. Adapun mengikuti jalan yang menyelisihi jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ini adalah contoh meneladani suri teladan yang buruk. Hal semacam ini pernah dilakukan oleh orang-orang kafir ketika diajak oleh para rasul untuk mengikuti jalan mereka. Orang-orang kafir itu berkata,“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan mengikuti jejak mereka” (QS. az-Zukhruf : 22).

Cukuplah bagi kita dalam mengarungi kehidupan di dunia ini dengan meniru dan meneladani Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mudah-mudahan hal itu menjadi bukti atas cinta kita kepada beliau, sekaligus kesetiaan kita dalam mencintai Allah dan rasulNya. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “…Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali ‘Imron: 31) Karena hanya dengan meneladani beliaulah kebahagiaan yang hakiki dapat diraih.

Sungguh seandainya sesuatu yang kita tiru dan ikuti itu menyelisihi tuntunan Rasullulah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kita tetap bersikukuh untuk mengikutinya, berarti kita telah melakukan perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang-orang kafir dahulu. Orang-orang kafir itu bersikukuh mengikuti jalan nenek moyang mereka yang jelas-jelas menyelisihi jalan para Rasul. Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.

Kenyataan yang ada di masyarakat sungguh sangat disayangkan. Kebanyakan dari kita telah salah dalam melangkah. Terjebak dalam mengikuti jejak. Tertipu dalam meniru, dan masa bodoh dalam mengambil contoh. Karena kurangnya kita dalam menggali dan mengamalkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita banyak meninggalkan Kalamullah, mengesampingkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kurang mau tahu terhadap perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita lalai dengan gemerlap kehidupan dunia. Akibatnya umat Islam menjadi umat yang lemah, menjadi umat tertinggal, umat yang tertindas, umat yang mudah diombang-ambingkan oleh orang-orang yang selalu membenci Islam dan umat Islam.

Melalui selembar kertas ini, penulis mengajak kaum muslimin untuk kembali mempelajari ajaran Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk diamalkan. Mempelajari sejarah hidupnya untuk dijadikan patokan dalam mengarungi kehidupan didunia ini. Agar kita tidak menyimpang dari jalan yang benar dan menjadikan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan sejati dalam mengisi berbagai sisi kehidupan. Seperti: Cara makan dan menjaga kesehatan; Cara berpakaian; Cara berumah tangga dan bertetangga; Cara bermasyarakat dan bernegara dan lain sebagainya. Mari kita berusaha untuk sehat dan bahagia dengan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini tidak lain, kecuali karena memang pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu benar-benar terdapat suri teladan yang baik bagi orang yang beriman dan mengharap rahmat dari Allah subhanahu wata’ala.

Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan membuktikannya dengan banyak meniru dan mencontoh dari kehidupannya, meninggalkan dan membenci hal-hal yang menyelisihi jalan dan petunjuk-nya. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, shahabat, dan para pengikutnya. Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. (Ibnu Thayyib Maksudi al-Bantani).

Sumber: (Taisir al-Kariim ar-Rahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, at-Tibbun Nabawi, Ibnul Qoyyim al-Jauzi, Tafsir al-Quran al-Karim surat al-Baqoroh, Syaikh al-Utsaimin).