Kedelapan, tidak memperdulikan pujian dan cacian manusia, karena pujian mereka tidak bermanfaat dan cacian mereka tidak merugikan, sebaliknya hendaknya ketakutannya kepada celaan Allah dan kebahagiaannya dengan pujian Allah, “ Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus: 58).

Hendaknya Anda menyadari bahwa tiada manusia yang pujiannya berguna dan tiada manusia yang celaan memburukkan selain Allah semata, bila demikian lalu untuk apa Anda mencari pujian yang tidak menghiasi dan berlari dari celaan yang tidak memburukkan? Mestinya sebaliknya, Anda kudu mencari pujian yang menghiasi dan celaan yang memperburuk.

Perhatikanlah siapa yang mencelamu, bila dia benar dan bermaksud menasihati maka terimalah nasihatnya, pahit memang, tetapi ibarat obat dari seorang dokter yang diharapkan menjadi sebab kesembuhan, demikian pula dengan nasihat, terima saja-lah karena dia memperlihatkan aib-aibmu kepadamu, mengingatkan kesalahan-kesalahan yang kamu mungkin lupa kepadanya. Namun bila dia berdusta, maka sekalipun Anda bebas dari aib tersebut, Anda toh tidak lepas dari aib yang lain bukan? Bersyukur, pendusta tersebut tidak mengetahui aib-aibmu, kedustaannya merupakan pelebur dosa bagimu bila kamu bersabar dan berharap pahala dari Allah.

Kesembilan, takut kepada su`ul khatimah, di mana penutup amalnya dan akhir ajalnya adalah riya, akibatnya dia harus memikul kerugiaan yang besar, karena manusia di bangkit di hari Kiamat di atas apa yang dia mati di atasnya, manusia dibangkitkan sesuai dengan niat-niat mereka dan sebaik-baik amal adalah penutupnya.

Kesepuluh, memohon pertolongan kepada Allah dan selalu bergantung kepadanya, Nabi saw telah bersabda, “Wahai manusia, takutlah kalian terhadap syirik ini, karena ia lebih samar daripada gerakan semut.” Mereka bertanya, “Bagaimana kita menjaga diri darinya wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Ucapkanlah, ‘Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung dari mempersekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui dan kami memohon ampun kepadaMu dari apa yang tidak kami ketahui.” Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang jayyid.

Kesebelas, menutup mata terhadap apa yang ada di tangan manusia, karena cinta sanjungan dan pujian dari manusia, termasuk berharap apa yang ada di tangan mereka tidak berkumpul dalam hati dengan keikhlasan dan berharap balasan hanya dariNya, seperti api dengan air. Bila Anda ingin meraig derajat ikhlas maka datangilah tamak terhadap balasan manusia, sembelihlah ia dengan pedang putus asa. Sadarilah bahwa apa yang dimiliki manusia, Allah memilikinya dalam bentuk lebih melimpah, lebih besar, lebih langgeng dan lebih nikmat.

Keduabelas, menyadari buah-buah keikhlasan di dunia dan di akhirat setelah mengetahui akibat buruk riya`, karena mengetahui buah-buah yang baik akan mendoron untuk memetiknya sebagaimana mengetahui akibat buruk akan mendorong untuk berlari darinya. Wallahu a’lam.