Betapa senangnya hati apabila semua orang berkenan menerima perkataan dan perbuatan kita. Kita tidak perlu bersusah payah menjaga perkataan dan perbuatan karena apapun ia, tetap akan diterima oleh semua orang. Harapan yang indah akan tetapi mungkinkah?

Dari Abu Ubaidah an-Naji berkata, “Kami di majlis Hasan al-Bashri. Tiba-tiba seorang berdiri kepadanya dan berkata, ‘Wahai Abu Said, di sini ada sekelompok orang yang menghadiri majlismu untuk mencari-cari kesalahanmu.”
Hasan menjawab, “Wahai orang ini, sesungguhnya aku menjadikan diriku berharap kepada perlindungan Allah, maka ia pun berharap. Aku menjadikan diriku berharap kepada bidadari surga maka ia berharap. Dan aku menjadikan diriku berharap selamat dari ucapan orang maka ia menolak. Sesungguhnya ketika aku melihat manusia tidak ridha kepada Khalik mereka, maka aku pun mengetahui bahwa mereka tidak akan ridha kepada makhluk seperti mereka.”
Hasan tahu benar bahwa ridha manusia merupakan angan-angan kosong, oleh karena itu dia tidak perlu repot meraihnya, sebagai gantinya dia berusaha meraih yang mungkin diraih.

Pelajaran yang sama diberikan oleh seorang bapak kepada anaknya. Abul Hasan bin Said berkata, Dikisahkan bahwa seorang laki-laki bijak mempunyai seorang anak. Suatu hari anaknya berkata kepadanya, “Bapak, mengapa orang-orang mengkritikmu dalam banyak hal yang engkau lakukan? Jika engkau berusaha menjauhinya, supaya bisa bebas dari kritik mereka.”
Bapak menjawab, “Wahai anakku. Kamu masih muda belum berpengalaman. Kerelaan manusia adalah angan-angan yang mustahil. Aku akan tunjukkan kepadamu buktinya.”
Lalu bapak itu mengeluarkan seekor keledai dan berkata kepada anaknya, “Naiklah, aku mengikutimu dengan berjalan kaki.”
Ketika keduanya berjalan ada seorang laki-laki yang berkomentar “Lihat, dasar anak tidak beradab. Dia naik sementara bapaknya berjalan kaki. Lihat betapa primitifnya bapaknya, dia membiarkan anaknya melakukan itu.”
Bapak berkata, “Sekarang kamu turun, berjalan di belakangku dan aku yang naik.”
Lalu seorang berkomentar, “Lihatlah orang itu. Benar-benar tidak menyayangi anaknya. Dia naik dan membiarkan anaknya berjalan.”
Bapak berkata, “Kita naik berdua.”
Lalu seorang berkomentar, “Semoga Allah menyusahkan keduanya. Lihat bagaimana keduanya menunggangi keledai sekaligus. Mestinya satu saja sudah cukup.”
Bapak berkata, “Kita turun.” Lalu keduanya membiarkan keledai itu di depan tanpa ada yang menungganginya.
Seorang berkomentar, “Semoga Allah tidak meringankan keduanya. Bagaimana keduanya membiarkan keledai berjalan tanpa ditunggangi, sementara keduanya berjalan di belakangnya.”
Bapak berkata, “Anakku, kamu telah mendengar ucapan mereka. Dan kamu tahu bahwa tidak ada seorang pun yang selamat dari kritik orang dalam kondisi apa pun.”
Jika memang demikian maka adakah ridha yang mungkin dicapai? Ada, yaitu ridha Allah. Ia dicapai dengan ketaatan dan kebaikan. Oleh karena itu tidak perlu gambling dengan mengorbankan yang mungkin diraih demi meraih yang tidak mungkin diraih. Nabi saw bersabda,

من التمس رضا الله بسخط الناس رضي الله عنه وأرضى عنه الناس ، ومن التمس رضا الناس بسخط الله سخط الله عليه وأسخط عليه الناس .

“Barangsiapa mencari ridha Allah dengan kemarahan manusia maka Allah meridhainya dan menjadikan manusia meridhainya. Dan barangsiapa mencari ridha manusia dengan kemarahan Allah maka Allah akan marah kepadanya dan menjadikan manusia marah kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban no. 1542).
(Tabyin Kadzib al-Muftari no. 422, Nafhut Thib 2/93).