Setelah penulis menjelaskan tentang Ahlus Sunnah, Asyariyah dan Maturidiyah, untuk melengkapi keterangan dan demi mendudukkan persoalan di tempat yang sebenarnya maka penulis memandang perlu menjelaskan apakah Ahlus Sunnah itu adalah Asyariyah dan Maturidiyah? Atau apakah Asyariyah dan Maturidiyah itu adalah Ahlus Sunnah?

Penulis perlu menegaskan kembali bahwa Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang berkomitmen tinggi terhadap sunnah Rasulullah saw, menjunjungnya, menghargainya, mengikutinya dan mendahulukannya diatas pendapat siapapun, sebagaimana hal itu bisa dibaca dari nama Ahlus Sunnah. Muslim manapun berhak dan tidak dilarang menisbatkan dirinya kepada Ahlus Sunnah, penisbatannya benar jika hal itu didukung oleh sikapnya yang benar terhadap Sunnah Rasulullah saw, akan tetapi jika Anda adalah orang yang alergi sunnah, tidak menghargainya, tidak mengikutinya, Anda masih kolot berpegang kepada warisan leluhur meskipun hal itu jelas-jelas bertentangan dengan sunnah Rasulullah saw, maka janganlah Anda mengklaim nama yang mulia ini karena klaim Anda ditolak oleh sikap dan perbuatan Anda sendiri. Anda berdusta.

Menjawab pertanyaan di atas, penulis katakan, jawaban darinya adalah benar, yakni Ahlus Sunnah itu adalah Asyariyah dan Maturidiyah, akan tetapi jawaban ini menurut kebanyakan orang yang hanya melihat kepada kulit tanpa menyelami masalah yang sebenarnya, jawaban serampangan dan gebyah uyah. Di Indonesia penulis tidak jarang mendengar dan membaca ucapan tokoh fulan, “Kami adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah, Asyariyah Maturidiyah.” Ucapan yang mencerminkan atau mewakili jawaban dari banyak orang di negeri ini. Dan inilah yang dipahami dan menyebar di kalangan masyarakat, setiap kata Ahlus Sunnah terucap atau tertulis maka yang muncul secara otomatis dalam benak dan pikiran adalah Asyariyah dan Maturidiyah.

Sikap keliru yang patut untuk dikoreksi dan diluruskan demi mewujudkan nasihat kepada kaum muslimin seperti yang dipesankan oleh Rasulullah saw.

Penulis telah menjelaskan pokok-pokok akidah Ahlus Sunnah melengkapi tulisan saudara saya Ustadz Agus Hasan sebelumnya, penulis juga telah memaparkan pemikiran-pemikiran dari Asyariyah dan Maturidiyah berikut bantahan terhadapnya. Jika pembaca membandingkan dan mengkaji dengan sikap obyektif dan adil tanpa tendensi ta’asshub buta dan kultus yang tercela, niscaya pembaca akan menemukan jawaban yang obyektif dan adil pula.

Berikut ini adalah kajian perbandingan antara Ahlus Sunnah, Asyariyah dan Maturidiyah.

Pertama dalam masalah iman: Asyariyah berpendapat bahwa iman hanya sebatas pengakuan semata, sama dangannya pendapat Maturidiyah, walaupun sebagian Asyariyah menambahkan ucapan dengan lisan. Sedangkan Ahlus Sunnah berkata, Iman adalah keyakinan dalam hati, pengikraran dengan lisan dan pembuktian dengan amal perbuatan. Hasil dari perbedaan ini sangat mendasar, kalau ada orang yang mengaku beriman meskipun dia tidak mengikararkannya dengan lisan, tidak pula membenarkan dengan perbuatan maka dia mukmin menurut Asyariyah dan Maturidiyah, tidak ada urusan terhadap apa yang dilakukannya setelah itu.

Kedua dalam masalah sifat Allah: Asyariyah hanya menetapkan tujuh sifat Allah, sedangkan Maturidiyah hanya menetapkan delapan sifat Allah, dan dalam menetapkan, mereka sama-sama merujuk kepada akal semata, karena petunjuk akal menetapkan tujuh atau delapan sifat tersebut, adapun sifat-sifat yang lain maka tidak ditetapkan karena petunujuk akal tidak menetapkannya, begitu kata mereka. Berbeda dengan Ahlus Sunnah yang berkata, Akal tidak berhak ikut campur dalam perkara sifat Allah, kami menetapkan sifat-sifat yang Allah tetapkan di dalam al-Qur`an dan Rasulullah saw tetapkan di dalam sunnah yang shahih tanpa takwil, tamtsil, takyif dan ta’thil. Kami meyakini bahwa tidak ada yang lebih mengetahui Allah selain Allah kemudian RasulNya.
Asyariyah tekenal dengan takwilnya terhadap sifat-sifat Allah, begitu pula Maturidiyah dan yang terakhir ini disamping takwil menambah tafwidh. Sementara Ahlus Sunnah menetapkan tanpa takwil lebih-lebih tafwidh. Asyariyah dan Maturidiyah telah bersikap tidak sopan kepada Allah terkait dengan sifat-sifatNya dengan menetapkan, menafikan dan mentakwilkan tanpa landasan ilmu dari Allah dan Rasulullah saw.

Ketiga dalam masalah tauhid: Tauhid dalam kamus Asyariyah hanya sebatas pengakuan terhadap rububiyah Allah semata, tidak lebih dari itu, orang yang mengakui rububiyah berarti dia ahli tauhid, sementara Maturidiyah setali tiga uang, mereka menafsirkan La Ilaha Illallah dengan tafsiran yang dangkal dan tidak menyeluruh, yaitu La Qadira ala al-Ikhtira’ (tidak ada yang mampu berkreasi). Karena tauhid ala Asyariyah dan Maturidiyah hanya sebatas itu, tidak menyentuh sisi uluhiyah atau ibadah maka dalam kamus mereka tidak ada istilah syirik dalam ibadah, dari sini Anda bisa memperhatikan bahwa tidak sedikit orang-orang mereka yang terjerumus ke dalam syirik bahkan sebagian imam mereka menyeru kepada berbagai bentuk syirik. Bandingkan dengan keyakinan Ahlus Sunnah yang menetapkan tauhid meliputi tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah atau ibadah dan tauhid asma` wa sifat, dan makna yang shahih dari kalimat tauhid adalah tidak ada Tuhan yang haq yang berhak disembah selain Allah Taala, di mana tuntutannya adalah mengesakan Allah dalam beribadah dan berlepas diri dari segala bentuk syirik.

Keempat dalam masalah al-Qur`an: Asyariyah berpendapat bahwa al-Qur`an bukan firman Allah secara hakiki, al-Qur`an hanyalah ungkapan dari firman Allah, karena menurut mereka kalam (firman) Allah adalah suatu makna yang ada pada diri Allah, sama dengannya pendapat Maturidiyah. Pendapat ini mengarah kepada penetapan bahwa al-Qur`an adalah makhluk. Sedangkan Ahlus Sunnah berkeyakinan bahwa al-Qur`an adalah kalam atau firman Allah, Allah berbicara dengannya secara hakiki dan ia bukan makhluk.