Bakr bin ‘Abdullah al-Muzanny mengisahkan bahwa ada seorang tukang bambu yang jatuh cinta pada seorang wanita (pembantu) rumah salah seorang tetangganya. Lalu wanita itu dikirim keluarganya untuk suatu kepentingan ke kampung yang lain, maka si tukang bambu ini membuntutinya dan merayunya untuk melakukan sesuatu yang terlarang.

Lalu dia berkata, “Jangan kamu lakukan itu. Sungguh rasa cintaku kepadamu lebih besar daripada rasa cintamu kepadaku namun aku takut kepada Allah.”

Tukang bambu itu berkata, “Kamu saja takut kepada-Nya sedangkan aku tidak?.” Lalu diapun pulang guna bertaubat kepada Allah.

Suatu ketika, dia merasakan dahaga yang amat sangat hingga kerongkongannya terasa akan putus. Tiba-tiba dia bertemu seorang utusan sebagian para Nabi dari kalangan Bani Isra`il.

Lalu utusan ini bertanya kepadanya, “Ada apa denganmu.?”
Dia menjawab, “Dahaga.”

“Mari kita berdoa kepada Allah agar dinaungi awan dan bisa masuk ke kampung.” Kata utusan itu.
“Apa yang harus kulakukan.?” Tanya tukang bambu
“Aku berdoa dan kamu mengamini saja.” Katanya.
Lalu utusan itu berdoa dan dia mengaminkannya. Maka awan menaungi mereka hingga bisa mencapai kampung tersebut.

Si tukang kayu kembali ke tempatnya sementara awan yang tadinya condong lalu menaunginya. Utusan itu pulang sembari berkata, “Kamu bilang tidak punya pekerjaan dan akulah yang berdoa tadi sementara engkau mengamininya, lantas awan menaungi kita kemudian aku mengikutimu. Tolong ceritakanlah, apa masalahmu?.”

Lalu dia menceritakannya, maka berkatalah utusan itu, “Tidak ada orang yang dapat menempati tempat yang ditempati oleh orang yang bertobat.”

(SUMBER: al-Maw’id Jannât an-Na’îm karya Ibrâhîm bin ‘Abdullah al-Hâzimy, h.27-28)