Umat ini adalah umat yang wasath, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikanmu (umat Islam), umat yang wasath (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atasmu.” (Al-Baqarah: 143), sebagaimana umat ini merupakan umat pertengahan, maka sebagai firqah najiyah, golongan yang selamat Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga memiliki prinsip wasathiyah ini.

Asma` wa Shifat

Ahlus Sunnah wal Jama’ah berada di tengah antara ahli ta’thil jahmiyah dan ahli tamtsil musyabbihah. Jahmiyah mengingkari sifat-sifat Allah bahkan yang ekstrim dari mereka mengingkari nama-nama Allah, kata mereka, “Tidak menetapkan nama dan sifat bagi Allah karena jika kamu menetapkan nama bagi Allah berarti kamu menyamakanNya dengan yang diberi nama dan jika kamu menetapkan sifat bagi Allah berarti kamu menyamakanNya dengan yang diberi sifat. Jadi kami tidak menetapkan nama dan tidak pula sifat. Nama-nama yang Allah nisbatkan kepada diriNya hanya sekedar majaz bukan karena Dia menamakan diriNya dengan nama-nama tersebut.

Mu’tazilah mengingkari sifat dan menetapkan asma’. Asy’ariyah menetapkan asma dan sifat yang berjumlah tujuh. Semua kelompok di atas termasuk ke dalam kelompok ahli ta’thil hanya saja dari mereka terdapat kelompok yang murni seperti Jahmiyah dan terdapat pula kelompok yang relatif seperti Mu’tazilah dan Asy’ariyah.

Adapun ahli tamtsil musyabbihah maka mereka menetapkan sifat bagi Allah. Kata mereka: wajib menetapkan sifat-sifat bagi Allah karena Allah menetapkannya untuk diriNya hanya saja mereka berkata: Sifat-sifat Allah sama dengan sifat-sifat makhluk.

Mereka ini berlebih-lebihan dalam menetapkan sementara ahlli ta’thil berlebih-lebihan dalam mensucikan. Mereka berkata: Kamu harus menetapkan wajah bagi Allah, wajah ini seperti wajah paling tampan dari kalangan bani Adam, karena Allah berfirman kepada kita dengan apa yang kita pahami dan mengerti. Dia berfirman, “Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 27). Yang kita pahami dari wajah adalah yang kita saksikan dan manusia adalah yang terbaik yang kita saksikan.

Allah – menurut mereka, naudzubillah – berwajah seperti wajah pemuda paling tampan dari kalagan bani Adam. Kata mereka: Inilah yang masuk di akal.

Adapun Ahlus Sunnah wal Jamaah maka mereka berkata: Kami mengambil kebenaran dari kedua kelompok tersebut, dalam hal mensucikan kita mengambil kebenarannya maka kita tidak menyamakan dan dalam hal menetapkan kita mengambil kebenarannya maka kita tidak menta’thil akan tetapi menetapkan tanpa tamtsil. Pensucian tanpa ta’thil. Kami menetapkan tetapi tanpa tamtsil, kami mengambil dalil dari sini dan dari sini.

Kesimpulannya Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah golongan pertengahan antara dua kelompok yang ekstrim kelompok ekstrim dalam penafian dan pensucian, mereka adalah adalah ahli ta’thil dari Jahmiyah dan lain-lain dan kelompok ektrim dalam penetapan mereka adalah ahli tamtsil.

Ahlus Sunnah wal Jamaah berkata: Jangan berlebih-lebihan dalam menetapkan dan menafikan. Kami menetapkan tanpa tamtsil berdasarkan firman Allah, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (Asy-Syura: 11).

Perbuatan Hamba

Manusia terbagi menjadi tiga kelompok dalam perkara takdir.

Pertama: Beriman kepada takdir Allah tetapi berlebih-lebihan dalam menetapkannya sampai-sampai mereka merampas kemampuan dan pilihan manusia. Kelompok ini berkata: Sesungguhnya Allah pelaku dari segala sesuatu. Hamba tidak mempunyai kemampuan dan pilihan. Seorang hamba berbuat dengan keterpaksaan bahkan sebagian dari kelompok mengklaim bahwa perbuatan hamba adalah perbuatan Allah. Oleh karena inilah ahli ittihad dan hulul bergabung dengan kelompok ini, mereka ini adalah Jabariyah.

Kelompok kedua; berpendapat bahwa hamba independen dalam perkara perbuatannya, ia tidak berkait dengan kehendak dan takdir Allah, sampai-sampai sebagian dari mereka bersikap berlebih-lebihan. Katanya: Allah tidak mengetahui perbuatan hamba kecuali jika hamba tersebut melakukannya, sebelumnya Allah tidak mengetahui apapun. Kelompok ini adalah Qadariyah, Majusi umat ini.

Kelompok pertama berlebih-lebihan dalam menetapkan takdir Allah dan perbuatanNya. Mereka berkata: Allah memaksa seseorang untuk berbuat, dia tidak mempunyai pilihan apapun.

Kelompok kedua berlebih-lebihan dalam menetapkan kodart manusia, mereka berkata: Kodrat Ilahi dan kehendakNya tidak berkait dengan perbuatan manusia, manusialah pelaku dengan pilihan mutlak.

Kelompok ketiga: Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka berkata: kami mengambil kebenaran yang dimiliki oleh kedua kelompok. Kami katakan perbuatan hamba terjadi dengan penciptaan dan kehendak dari Allah, tidak mungkin terjadi pada kekuasaan Allah apa yang tidak Dia kehendaki, manusia memiliki pilihan dan kehendak, dia membedakan antara perbuatan terpaksa dan perbuatan sukarela. Perbuatan manusia adalah dengan kehendak dan pilihan mereka, meskipun demikian ia terjadi dengan penciptaan dan kehendak Allah.

Hanya saja ia menyisakan pertanyaan. Bagaimana ia ciptaan Allah padahal itu adalah perbuatan manusia?

Jawabnya: Perbuatan manusia terjadi dengan kemampuan dan keinginan dan yang menciptakan keduanya pada manusia adalah Allah, seandainya Allah berkehendak niscaya Dia mengambil kemampuan tersebut maka ia tidak mampu, kalau ada orang yang mampu berbuat tetapi tidak ingin maka perbuatan tidak terjadi darinya.

Setiap manusia yang mampu melakukan perbuatan, dia melakukan dengan kehendaknya kecuali orang yang dipaksa. Kita berbuat dengan kehendak dan kemampuan kita dan yang menciptakan keduanya pada diri kita adalah Allah.

Dari Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin.