Di awal Agustus 1999, salah satu koran terbitan Jakarta memuat laporan utama tentang perdukunan. Dukun/paranormal semakin laris. Fungsi dan peran mereka yang dulu ditutup – tutupi kini sengaja dibuka lebar-lebar. Kini mereka berani tampil di muka umum dan pasang iklan di media cetak atau elektronik. Praktik paranormal/dukun kini menjadi profesi, tulis harian tersebut.

Gejala lari ke dukun, paranormal atau “orang pintar” kini semakin mengakar kuat di setiap lini masyarakat. Entah berapa banyak pejabat, pengusaha, kalangan profesional, intelektual dan rakyat biasa telah menjadi konsumen atau pelanggan jasa perdukunan. Kondisi ini merupakan lahan subur bagi dunia perdukunan dan paranormal. Mereka kian gencar beriklan tentang kemampuan dan kesaktiannya yang disertai gelar atau nama yang aneh, berbau magis dan terkadang nyeleneh. Mengapa dunia perdukunan semakin subur? Ironisnya ini terjadi di masyarakat yang mengaku religius dan agamis.

Maraknya Perdukunan

Maraknya perdukunan disebabkan, di antaranya:

  • Lemah iman dan kurangnya pemahaman agama.
    Lemah iman (kurangnya keyakinan bahwa Allah adalah tempat meminta segala keperluan) adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Allah berfirman:
    “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153).
  • Membungkus dunia perdukunan dengan agama.
    “Kami tak melakukan apa-apa, hanya berdoa kepada Allah, dan atas ridhaNyalah doa kami itu terkabul”, tutur seorang paranormal di sebuah media. Ungkapan di atas dan semisalnya adalah ucapan klise yang sering keluar dari mulut paranormal/dukun. Mereka berlindung di balik kata “doa” dan nama “Allah” untuk mengelabui orang dan meyakinkan bahwa kemampuan yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Untuk membantah syubhat (kerancuan) ini, perhatikanlah firman Allah:
    “Iblis menjawab, ‘Demi kekuasaan (izzah) Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya’.” (Shad: 82).

    Iblis makhluk yang telah nyata kekafirannya kepada Allah (Al-Baqarah: 24) menggunakan sifat Allah (Al-Izzah) dalam bersumpah. Maka bukan suatu hal aneh jika mereka menggunakan nama Allah, membaca (potongan) ayat-ayat Al-Qur’an sebagai mantera. Penggunaan simbol-simbol agama bukan ukuran kebenaran. Bukankah iblis yang menggunakan sifat Allah ketika bersumpah tidak menjadi pembenaran bahwa ia sesungguhnya tidak sesat dan menyesatkan. Selain itu, mereka mengatakan bahwa ilmu yang diberikan berdasar pada agama (Al-Qur’an). Tapi pada saat yang sama, mereka juga memberikan syarat, azimat dan amalan-amalan yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an atau tidak diajarkan oleh Al-Qur’an.

  • Ajaran Sufisme
    Ajaran Sufisme mempunyai andil dalam memupuk mistikisme. Lipstik agama yang membungkus ritual sufisme banyak mengelabui umat. Cerita-cerita mistik tentang hal-hal ghaib -Allah, malaikat, jin dll- banyak mewarnai ajaran mereka.
  • Animisme, dinamisme, sinkretisme
    Kepercayaan masyarakat yang suka mistik adalah sisa-sisa pengaruh dari ajaran anismisme -kepercayaan kepada roh-roh yang mendiami semua benda-, dinamisme -kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia- kemudian ajaran Hindu (tentang roh dan dewa-dewi). ( Dr. Simuh ). Termasuk budaya sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran berbagai agama untuk mencari penyesuaian (Prof. Kusnaka Adimihardja).

Pergi ke Dukun/Paranormal

Allah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya, ada di antaranya yang sudah diketahui dan ada pula yang belum. Berobat yang sesuai syari’at dibolehkan menurut kesepakatan ulama. Tidak dibolehkan mendatangi dukun/paranormal yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang diderita dan atau kebutuhan lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Barangsiapa datang ke kahin (dukun), dan percaya apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Daud).

Allah berfirman:
“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.” (Al-Jin: 26).

Para dukun/paranormal tidak mempunyai “kelebihan” melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin. Kumkum (berendam) di pertemuan dua sungai, tapa (meditasi) di gua-gua, puasa, menyembelih hewan dengan kriteria tertentu adalah sebagian bentuk dari penyembahan jin. Pengobatan alternatif, pengisian ilmu kesaktian, susuk, azimat, wafak, pengasihan dan lainnya dalam praktiknya banyak menggunakan jin dan setan. Setiap praktik dukun/paranormal yang menggunakan syarat, mahar, perantara dan mantera pantas dicurigai. Lewat syarat itulah, apakah namanya susuk atau azimat, jin masuk dengan cara yang disadari atau tidak disadari.

Pergi ke dukun/paranormal adalah awal dari rentetan kesusahan. Menyelesaikan masalah dengan menambah masalah. Jin dan setan akan terus menanamkan rasa takut, gelisah dan ketergantungan bagi para konsumen dan pengguna jasanya, yang menyebabkan ia tak akan lepas dari pengaruhnya. Syarat-syarat yang beraneka ragam -dari yang tidak rutin atau rutin dikerjakan pada waktu atau tempat tertentu- itulah bukti nyata kekuasaan jin atas konsumennya.

“Dan bahwasanya ada beberapa orang di antara manusia meminta perlindungan kepada jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rahaq.” (Al-Jin: 6). Arti rahaq menurut Qatadah ialah, dosa dan menambah keberanian bagi jin pada manusia. Rahaq juga berarti ketakutan (Abul Aliyah, Ar-Rabi’, dan Zaid bin Aslam). Ketika jin tahu manusia minta perlindungan karena takut pada mereka, maka jin menambahkan rasa takut dan gelisah agar manusia semakin tambah takut dan selalu minta perlindungan kepada mereka. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim, 4/453).

Menjauhi Dukun/Paranormal

Kandungan arti surat Al-Falaq dan An-Nas adalah bukti bahwa jin dan setan dapat berbuat jahat terhadap manusia. Juga mengajarkan kita untuk berlindung dan minta pertolongan dari hal-hal tersebut hanya kepada Allah semata. Tindakan prefentif dengan berdzikir, berdoa sesuai tuntutan agama perlu dilakukan sebelum terjadi.

Takhayul, sihir dan adu nasib memiliki lahan yang cocok untuk berkembang dan tersebar pada lingkungan-lingkungan dan masyarakat-masyarakat yang lemah di atas manhaj yang tidak bertujuan dan beragama dengan tidak benar. Gelombang sihir, takhayul dan gejala-gejala sosial yang sakit dan ganjil disebabkan oleh jauhnya manusia dari Allah (agamaNya), serta keterikatan dan ambisi mereka terhadap dunia dan kenikmatan-kenikmatan materinya.

Kembali ke agama adalah jalan pertama dan terakhir agar terhindar dari dunia perdukunan yang penuh kesesatan dan kebohongan. ( Asri Ibnu Tsani)
Maraji’: Republika, 1 Agustus 1999, Risalah tentang Sihir dan Perdukunan, Syaikh Abdul Aziz, dll.