Setiap kita tentu pernah bersafar (bepergian jauh), baik untuk masalah yang penting ataupun hanya sekedar berekreasi untuk menghilangkan lelah dan kepenatan setelah melakukan berbagai aktivitas.

Bepergian tersebut tentu memerlukan persiapan yang matang sebelum harinya tiba, agar perjalanannya benar-benar dapat dinikmati dan sesuai yang diharapkan.

Di dalam Islam bersafar (berpergian jauh) bukan hanya sekedar pekerjaan yang bersifat duniawi tanpa nilai di sisi Allah Ta’ala. Begitu juga orang yang bersafar bukan hanya ingin mencapai kepentingan duniawinya saja, tetapi tentu juga ingin mendapatkan pahala dan ridha Allah Ta’ala. Dan hal itu hanya dapat diraih selama dia melakukan safar dengan memperhatikan etika-etika yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini sekaligus menunjukkan betapa sempurna dan nikmatnya ajaran Islam. Bukan hanya mengajarkan umatnya tentang hal yang besar, ibadah, dan sebagainya, tapi masalah yang terkadang dianggap remeh pun diajarkan di dalam Islam dan hal itu memiliki nilai yang berarti di sisi Allah Ta’ala dan RasulNya. Ada pun di antara etika-etika Safar yang disunnahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya:

  • 1. Hendaknya musafir (orang yang safar) mengembalikan barang-barang titipan dan tanggungan yang ada padanya kepada pemiliknya, karena safar merupakan pekerjaan yang berpotensi terjadinya musibah (kematian).

  • 2. Hendaknya menyiapkan bekal yang halal, dan meninggalkan nafkah kepada semua orang yang wajib dinafkahinya seperti istri, anak, dan orang tua.

  • 3. Hendaknya berpamitan dengan keluarga, saudara-saudara, dan teman-temannya dengan mendo’akan mereka dengan do’a yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berikut,

    أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ أَمَانَتَكَ وَدِينَكَ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكَ

    Artinya, “Aku menitipkan kepada Allah Ta’ala agama, amanah, dan penghujung amal perbuatanmu.” (HR. Abu Dawud).

    Sedangkan orang yang akan ditinggalkan mengucapkan do’a,

    زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ ، وَوَجَّهَكَ إِلَى الْخَيْرِحَيْثُ تَوَجَّهْتَ

    Artinya, “Semoga Allah Ta’ala membekali ketakwaan untukmu, mengampuni dosamu, dan memalingkanmu kepada kebaikan di mana saja kamu berada” hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya Luqman berkata, “Sesungguhnya Allah lapabila dititipkan sesuatu kepadaNya, niscaya Dia akan menjaganya.” (HR. an-Nasa’i dengan sanad yang jayyid). Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan hal itu kepada orang yang mengantarnya.

  • 4. Keluar (bersafar) dengan ditemani oleh tiga atau empat orang dari orang-orang yang layak (shalih) untuk menemaninya bersafar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seorang pengendara (musafir) itu adalah setan, dua orang pengendara itu adalah dua setan, dan tiga orang pengendara adalah sekelompok musafir.” (HR. Abu Daud, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, hadits shahih). Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang lain, “Seandainya manusia mengetahui apa (bahaya) yang terdapat dalam kesendirian seperti yang kuketahui, niscaya tidak ada seorang pun yang bersafar pada waktu malam hari seorang diri.” (HR. al-Bukhari).

  • 5. Hendaklah orang-orang yang bersafar mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin/ amir dalam safar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabdah, “Apabila tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka untuk menjadi pemimpin/ amir.” (HR. Abu Daud).

  • 6. Hendaklah melakukan shalat istikharah sebelum safar. Hal ini sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sampai-sampai beliau mengajarkannya kepada mereka (para sahabat) seperti mengajarkan sebuah surat di dalam al-Qur’an dan dalam semua perkara. (HR. al-Bukhari).

  • 7. Hendaklah orang yang bersafar ketika meninggalkan rumahnya berdo’a,

    بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ اللَّهمَّ إني أعوذ بك أَن أَضِلَّ أو أُضَلَّ ، أَو أَزِلَّ أو أُزَلَّ ، أو أَجهَلَ أو يُجهَلَ عليَّ

    Artinya, “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, jangan sampai aku sesat atau disesatkan (syetan atau orang yang berwatak syetan), atau tergelincir dan digelincirkan (orang lain), atau dari berbuat bodoh atau dibodohi.” (HR. Abu Daud).

    Lalu apabila menaiki kendaraan, hendaklah berdo’a,

    بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ, مَا شَاءَ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا البِرَّ وَالتَّقْوَى ، وَمِنَ اْلعَمَلِ مَا تَرْضَى ، اللَّهمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِي سَفَرِنَا هَذَا ، وَاَطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ ، اللَّهمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيْفَةُ فِي اْلأَهْلِ ، اللَّهمَّ إِنيِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبََةِ الْمَنْظَرِ ، وَسُوْءِ المُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَ اْلأَهْلِ وَالْوَلَدِ

    Artinya, “Dengan nama Allah dan demi Allah, dan Allah Maha Besar, aku bertawakkal kepada Allah, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi, karena kehendak Allah sesuatu terjadi, adapun jika Allah tidak menghendaki, maka tidak akan terjadi. “Maha Suci Allah yang telah menjalankan kami, dan sebelumnya kami tidak mampu, dan hanya kepada Rabb kami, kami kembali, Ya Allah! sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikan dan ketakwaan di dalam perjalanan kami. Begitu pula amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan/ ringankanlah perjalanan kami ini, dan jadikan perjalanan yang jauh menjadi dekat dari kami. Ya Allah! Engkaulah teman di dalam perjalanan, dan Pemimpin/ Penjaga keluarga dan harta. Ya Allah! sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari lelahnya perjalanan, dan sedihnya pemandangan, serta kesia-siaan tempat kembali, dan buruknya pemandangan pada harta, keluarga, dan anak.” (HR. Abu Daud, Shahih).

  • 8. Hendaklah keluar pada hari Kamis di awal siang. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ya Allah Berilah keberkahan kepada umatku pada waktu pagi mereka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim), dan diriwayatkan dalam hadits lain, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selalu keluar dalam safarnya pada hari Kamis.(HR. al-Bukhari dan Muslim).

  • 9. Hendaklah orang yang bersafar bertakbir (mengucapkan Allahu Akbar) ketika melewati tempat yang tinggi. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Bahwasanya seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak bersafar, maka berilah aku nasehat” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah Ta’ala, dan mengucapkan takbir (bertakbir) ketika melewati tempat yang tinggi.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan).

  • 10. Apabila takut terhadap gangguan manusia, maka hendaklah ia berdoa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

    اللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُورِهِمْ، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُورِهِمْ

    Artinya, “Ya Allah, Sesungguhnya kami menjadikan Engkau sebagai Penolong dalam menghadapi mereka, dan sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari kejahatan-kejahatan mereka” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani),

  • 11. Hendaklah dia berdoa di dalam safarnya dan memohon kepada Allah Ta’ala kebaikan dunia dan akhirat. Karena safar merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Terdapat tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi padanya: do’a orang yang dizhalimi, do’a orang yang bersafar, dan do’a orang tua kepada anaknya.” (HR. at-Tirmidzi, hadits hasan).

  • 12. Apabila singgah di suatu tempat, hendaklah ia mengucapkan,

    أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ

    Artinya, “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan.” (HR. Muslim)

    Dan apabila ia mendapatkan hari telah malam di dalam safarnya, maka hendaknya ia mengucapkan,

    يَا أَرْضُ رَبِّى وَرَبُّكِ اللَّهُ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ وَشَرِّ مَا خُلِقَ فِيكِ وَشَرِّ مَا دَبَّ عَلَيْكِ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ كُلِّ أَسَدٍ وَأَسْوَدَ وَحَيَّةٍ وَعَقْرَبٍ وَمِنْ سَاكِنِ الْبَلَدِ وَمِنْ شَرِّ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ

    Artinya, “Wahai bumi, Rabbku dan Rabbmu adalah Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu dan kejahatan apa yang ada di dalammu. Begitu pula dari kejahatan makhluk yang diciptakan di dalammu dan dari kejahatan sesuatu yang merayap di atasmu. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan setiap singa, ular hitam besar, ular, dan kalajengking, serta dari kejahatan penduduk negri ini, dan dari kejahatan orang tua dan anaknya.” (HR. Ahlu Sunan dan Muslim).

  • 13. Apabila takut/ gelisah karena kesepian, hendaklah mengucapkan,

    سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ ، رَبِّ الْمَلائِكَةِ ، وَالرُّوحِ ، جَلَّلْتَ السَّمَاوَاتِ ، وَالأَرْضَ بِالْعِزَّةِ ، وَالْجَبَرُوتِ

    Artinya, “Maha Suci Raja Yang Maha Suci, Rabb para malaikat dan ruh, telah diagungkan langit-langit dan bumi dengan kemuliaan dan kekuasaan.” (HR. ath-Thabrani).

  • 14. Apabila tidur di awal malam hendaklah tidur berbantalkan lengan tangannya, dan jika tidur di akhir malam, hendaklah menegakkan lengan tangannya dan kepala di atas telapak tangannya, sehingga ia tidak ketiduran dan tertinggal shalat Shubuh pada waktunya.

  • 15. Hendaklah segera pulang kepada keluarga dan negrinya apabila telah menyelesaikan hajat dari safarnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Safar adalah sepotong dari adzab (siksaan), Ia menghalangi salah seorang di antara kalian dari makan, minum, dan tidurnya. Maka apabila salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan hajatnya dari safarnya, hendaklah dia segera pulang ke keluarganya.” (Muttafaq ‘alaih).

  • 16. Apabila hendak pulang/ kembali ke kampung halamanan, maka hendaklah dia bertakbir sebanyak tiga kali, dan mengucapkan doa berikut serta mengulang-ulanginya beberapa kali, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

    آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ

    Artinya, “(Kami) kembali, bertaubat, beribadah dan memuji kepada Tuhan kami.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • 17. Hendaklah dia tidak kembali ke keluarganya di malam hari (HR. al-Bukhari dan Muslim), dan hendaklah dia mengutus kepada mereka (keluarga) seorang yang memberitakan (kabar gembira) akan kedatangannya, sehingga tidak mengejutkan mereka. Sungguh hal ini merupakan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

  • 18. Janganlah seorang perempuan bersafar yang memakan waktu perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam artinya, “Tidak halal bagi seorang perempuan bersafar yang memakan waktu perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaq ‘alaih).

Oleh : Abu Nabiel
Sumber: Minhajul Muslim, Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi