Seorang muslim beriman bahwasanya Allah Ta’ala telah menetapkan manusia pilihan sebagai rasul-rasulNya. Dan Dia telah menurunkan wahyu kepada mereka tentang ajaran-ajaranNya. Lalu mewajibkan rasul-rasulNya tersebut agar menyampaikan wahyu kepada manusia agar tidak ada hujjah (alasan) bagi mereka dihadapan Allah Ta’ala di hari kiamat kelak. Allah Ta’ala mengutus mereka kepada kaumnya dengan diperkuat bukti-bukti dan berbagai mukjizat. Nabi yang diangkat sebagai rasul pertama adalah Nabi Nuh, sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi dan Rasul pungkasan.

Sekalipun para rasul tersebut merupakan manusia biasa yang berlaku terhadap mereka apa yang berlaku bagi manusia lainnya, seperti makan dan minum, sehat dan sakit, lupa dan ingat, hidup dan mati, akan tetapi seorang muslim meyakini, bahwa mereka adalah manusia-manusia pilihan dan paling sempurna. Mereka adalah manusia paling utama tanpa terkecuali.

Meyakini bahwasanya tidak akan sempurna iman seseorang kecuali dengan beriman kepada para rasul, secara global maupun secara rinci. Dan jika tidak beriman terhadap kerasulan salah satu dari rasul-rasul tersebut, maka sama artinya ia tidak beriman kepada seluruh rasul, dan berarti ia telah berbuat kekafiran.

Pengertian Rasul

Menurut bahasa, Rasul adalah ‘orang yang mengikuti berita-berita orang yang mengutusnya’. Dan rasul juga berarti nama bagi risalah atau bagi yang diutus. Sedangkan secara istilah, Rasul adalah “Seorang laki-laki merdeka yang diberi wahyu oleh Allah Ta’ala dengan membawa syari’at dan ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada umatnya, baik orang yang dikenal atau tidak, maupun orang yang memusuhinya”.

Dan di antara yang membedakan antara nabi dan rasul adalah, bahwa kenabian adalah syarat kerasulan, maka tidak bisa menjadi rasul orang yang bukan nabi. Kenabian lebih umum dari kerasulan. Setiap rasul pasti nabi, tetapi tidak setiap nabi adalah rasul. Dan rasul adalah orang yang membawa risalah kepada suatu kaum yang tidak mengerti tentang agama dan syari’at Allah Ta’ala, atau kepada kepada kaum yang telah mengubah syariat dan agama, untuk mengajari mereka atau mengembalikan mereka ke dalam syariat Allah Ta’ala. Dia adalah hakim bagi mereka. Sedangkan nabi diutus dengan dakwah kepada syariat nabi atau rasul sebelumnya.

Dalil-Dalil yang Mewajibkan Beriman kepada Para Rasul

  • Dalil- Dalil Naqli (al-Qur’an dan al-Hadits)

    • 1. Di antara khabar yang berasal dari Allah Ta’ala tentang rasul-rasulNya dan tentang penetapan mereka menjadi rasul dan risalah-risalah (misi) yang mereka bawa, adalah terdapat dalam ayat-ayat berikut, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu’…” (QS. an-Nahl:36)

      “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’:163-165)

    • 2. Berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang dirinya dan tentang saudara-saudaranya para rasul dan para nabi, hal tersebut tercantum dalam hadits-hadits yang sangat banyak di antaranya:

      Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh Abu Dzar tentang jumlah para nabi dan rasul, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Seratus dua puluh ribu nabi, dan yang menjadi rasul di antara mereka sebanyak tiga ratus tiga belas (rasul).” (HR. Ibnu Hibban).

      Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah tiada mengutus seorang nabi melainkan ia telah memberikan peringatan kaumnya akan si buta sebelah matanya lagi pendusta, yaitu al-Masih Dajjal”. (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Dalil-Dalil ‘Aqli

    • 1. Rububiyyah Allah Ta’ala dan rahmat-Nya memastikan pengangkatan rasul dariNya untuk segenap umat manusia agar memperkenalkan (Rabb) kepada mereka dan membimbing mereka menuju jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

    • 2. Allah Ta’ala menciptakan manusia supaya beribadah kepadaNya, firmanNya, artinya, “Dan Aku tidak sekali-kali menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56). Maka hal ini menuntut adanya pemilihan manusia sebagai rasul agar mengajarkan kepada manusia bagaimana seharusnya beribadah kepada Allah Ta’ala. Sebab yang demikian itulah tugas dan tujuan penciptaan manusia.

    • 3. Adanya pahala dan hukuman yang berkaitan dengan pengaruh ketaatan dan kemaksiatan pada jiwa (hati) hingga menjadi bersih atau kotor merupakan perkara yang memastikan pengutusan para rasul dan pengangkatan manusia menjadi nabi. Juga di hari Kiamat kelak tidak ada manusia yang mengatakan, “Sesungguhnya kami ya Rabb kami tidak mengetahui cara patuh kepada Engkau, sehingga kami bisa mematuhiMu, dan kami pun tidak mengetahui sisi kedurhakaan kepadaMu sehingga kami menjauhinya; Dan pada hari ini tidak ada kezhaliman di sisiMu, maka janganlah Engkau menyiksa kami.” Allah Ta’ala menegaskan dalam firmanNya, artinya, “(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’:165)

Beriman Kepada Para Rasul Mengandung Empat Unsur

  • 1. Bahwa risalah (misi) mereka benar-benar dari Allah Ta’ala, dan jika mengingkari kebenaran risalah salah satu di antara para rasul berarti ia telah mengingkari seluruh risalah para rasul.

  • 2. Beriman kepada nama-nama mereka yang telah kita ketahui seperti Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa dan Nuh ‘alaihimus Salam atau yang lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits. Adapun yang tidak kita ketahui namanya secara rinci, maka kita wajib mengimaninya secara global. Firman Allah Ta’ala, artinya, “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu…” (QS. QS. Mukmin:78)

  • 3. Membenarkan ajaran dan berita yang mereka sampaikan.

  • 4. Mengamalkan syariat rasul yang diutus kepada kita dan kepada seluruh manusia, yaitu syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Buah Beriman Kepada Rasul-Rasul Allah

  • 1. Mengetahui betapa besarnya rahmat dan inayah Allah Ta’ala terhadap hambaNya yang wajib disyukuri, dimana Dia telah mengutus para rasul untuk menunjukkan mereka ke jalan Allah dan menjelaskan kepada mereka cara menyembah Allah Ta’ala, sebab manusia tidak akan mampu mengenal Tuhannya hanya dengan perantaraan akal saja.

  • 2. Timbul rasa cinta, pengagungan serta pujian kepada para rasul sesuai dengan kedudukan mereka.

Beriman bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Sebagai Penutup para Nabi dan Rasul

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba Allah dan rasulNya, yang diutus kepada seluruh ummat manusia. Dengan kenabiannya, Allah Ta’ala menutup dan mengakhiri kenabian dan kerasulan. Maka orang yang mengakungaku sebagai nabi atau rasul sesudah beliau, maka dirinya dan orang yang mempercayainya adalah tersesat lagi kufur, karena ia telah mengingkari ayat-ayat Allah Ta’ala dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi Muhammad Ta’ala telah dikaruniai berbagai mukjizat dan diutamakan atas segenap para nabi, sebagaimana ummatnya telah diutamakan atas ummat-ummat yang lain. Allah Ta’ala telah mewajibkan cinta kepadanya, mentaatinya dan mengharuskan mutaba’ah (mengikuti)nya. Di antara dalil-dalil yang menyatakan tentang hal tersebut adalah:

  • 1. Kesaksian Allah Ta’ala dan para malaikat terhadap wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana firman Allah Ta’ala, artinya, “(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya.” (QS. An-Nisaa:166)

  • 2. Informasi dari Allah Ta’ala mengenai universalitas kerasulan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, akhir kenabian, kewajiban taat dan mencintainya dan sebagai nabi penutup. Diantaranya firman Allah Ta’ala, artinya, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Ta’ala Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ahzab:40). FirmanNya yang lain, artinya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa’:107)

  • 3. Berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri tentang kenabiannya, yang dengannya kenabian diakhiri, kewajiban taat dan patuh kepadanya dan keumuman risalah kerasulannya (untuk seluruh manusia). Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya aku adalah seorang hamba Allah dan penutup para nabi; dan sesungguhnya Nabi Adam masih berwujud tanah”. (HR. Bukhari, Ahmad dan Ibnu Hibban) dan hadits-hadits yang lainnya.

  • 4. Kesaksian kitab Taurat dan Injil tentang kerasulan dan kenabian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam serta berita dari Nabi Musa dan Nabi Isa, firman Allah Ta’ala, artinya, “Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata: Hai bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad). Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: Ini adalah sihir yang nyata. (QS. Ash-Shaff:6).

Oleh : Andri Abd. Halim
Sumber: Minhajul Muslim, Syarh Ushul ats-Tsalatsah, Kitab Tauhid II.