Shalat merupakan Rukun Islam yang kedua setelah dua kalimat Syahadat, bahkan merupakan tiang Agama dan pembeda antara orang mukmin dan orang kafir, serta orang musyrik. Oleh karenanyalah begitu besar perhatian Al-Qur’an dan as-Sunnah terhadap shalat. Begitu pula shalat merupakan salah satu sifat orang mukmin yang akan menempati “surga Firdaus”, sedang meninggalkan shalat merupakan salah satu sifat penghuni “neraka Saqar”.

Saking pentingnya perkara shalat ini, seorang mukmin masih tetap diperintahkan untuk mengerjakannya walaupun dalam keadaan genting seperti peperangan dan kondisi lainnya. Dalam Islam shalat dalam kondisi genting atau dalam kondisi kaum muslimin melakukan peperangan dikenal dengan “Shalat Khauf”.

Dan pada edisi kali ini, Insya Allah buletin ini akan sedikit mengkaji tentang Shalat Khauf.

Dalil Disyari’atkanya Shalat Khauf

Allah Ta’ala berfirman artinya: “Peliharalah oleh kalian semua shalat (fardhu) dan Shalat Wustha (Ashar). Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan Khusyuk. Jika kamu takut (ada bahaya), shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan. Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (shalatlah), sengaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah: 238-239)

Tentang firman Allah Ta’ala yang artinya, “Jika kamu takut ada (bahaya) shalatlah sambil jalan kaki atau berkendaraan…, Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah Berkata, “Tatkala Allah Ta’ala memerintahkan para hambaNya untuk memelihara semua shalat fardhu dan menegakkan batasan-batasannya, Dia juga menegaskan perintah shalat tersebut dengan menyebutkan (kewajiban shalat dalam) kondisi seseorang yang yang ketika itu kesulitan untuk melaksanakannya secara sempurna, yaitu dalam keadaan perang dan berkecamuknya perang tersebut.” (lihat Tafsirul Qur’anul ‘Azhim 1/396)

Juga firman Allah Ta’ala, artinya, “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqashar shalat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu), lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata mereka, kemudian apabila mereka (yang shalat bersertamu) sujud (telah menyempurnakan satu raka’at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklahlah segolongan yang lain yang belum shalat, lalu mereka shalat denganmu, dan hendaknya mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus, dan tidak mengapa kamu meletakan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit, dan bersiap siagalah kamu. Sungguh Allah telah menyediakan ‘adzab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. Selanjutnya apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), Ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring, kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (se-bagaimana biasa). Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman.” (QS. an-Nisa:102-103)

Tata cara Shalat Khauf dalam safar

Maka dalam keadaan safar shalat khauf dilaksanakan dengan di qashar halitu apabila shalat yang dikerjakan jumlahnya empat raka’at.

Berkata al-Allamah Abdurahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah, “Dibolehkan melaksanakan shalat khauf sesuai dengan semua sifat (cara) yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Banyak dalil yang menjelaskan tentang sifat shalat khauf Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya adalah hadits Shalih bin Khawwat, dari orang yang pernah melaksakan shalat (khauf) bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hari (peperangan) Dzata riqa, yaitu:

  • Sekolompok membikin shaf bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan kelompok yang lain bersiaga untuk menghadapi musuh.

  • Kemudaian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dengan kelompok yang bersamanya satu raka’at

  • Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tetap berdiri dan shaf pertama tadi menyempurnakan shalat tersebut secara sendiri-sendiri, kemudian beralih dan membuat shaf menghadapi musuh,

  • Lalu datang kelompok yang lain (yang belum shalat), kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dengan mereka satu raka’at yang tersisa ,

  • Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tetap duduk, sedangkan mereka menyempurnakan shalatnya masing-masing, kemudian beliau melaksanakan salam dengan mereka. (Muttafaqun ‘alaih).

Syaikh Muhammad al-Khudhairy berkata, “Hadist ini diriwayatkan al-Bukhari 7/421 dan Muslim no 842.” (lihat Manhajus salikin dengan tahqiq: Muhammad al-Khudairy hal 84-85)

Tata cara shalat Khauf ketika muqim

Apabila peperangan terjadi di daerah sendiri, maka pada waktu itu tidak mengqashar shalat. Tetapi sifatnya adalah :

Kelompok pertama mengerjakan dua rakaat bersama Imam dan dua rakaat sendiri-sendiri, dan imam tetap berdiri. Kemudian Imam melanjutkan shalatnya (yang tersisa dua raka’at) bersama kelompok lain (yang belum mengerjakan shalat), dan imam tetap duduk (tasyahud). Lalu kelompok tersebut menyempurnakan shalatnya yang tinggal dua raka’at secara masing-masing, lalu melakukan salam bersama imam.

Tata Cara Shalat Khauf Ketika Tidak Memungkinkan Membagi Kelompok

Apabila Perang Sudah berkecamuk, dan tidak memungkinkan membagi kelompok shalat, maka mereka shalat masing-masing dalam keadaan apapun baik dengan cara berjalan atau lari, menghadap kiblat atau tidak menghadap kiblat. Yaitu melakukan (Shalatnya) dengan isyarat berdasarkan firman Allah Ta’ala, artinya, “Jika kamu takut (ada bahaya), shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan..” (QS. al-Baqarah: 239)

*Tata Cara Shalat Orang Yang Mengejar Musuh Atau Dikejar Musuh

Barangsiapa yang mengejar musuh dan khawatir jikalau musuh tersebut luput darinya, atau dia dikejar musuh dan khawatir jika musuh berhasil menangkapnya, maka dia dibolehkan melakukan shalat dalam keadaan apapun, baik berjalan ataupun lari, menghadap kiblat ataupun tidak menghadap kiblat. Demikian juga barangsiapa khawatir dengan marabahaya yang akan menimpanya baik itu dari manusia, hewan atau selainnya, maka dia melakukan shalat khauf sesuai dengan keadaannya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala, artinya, “Jika kamu takut (ada bahaya), shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan..”.(QS. al-Baqarah: 239).

Maraji’:

1. Tafsirul Qur’anil Azhim Li Abil Fida Isma’il Ibnu Katsir
2. Manhajus-Salikin lis-Syaikh As-Sa’di
3. Zaadul ma’ad libnil Qayim
4. Ar-Raudhul Murbi’ lisy-Syaikh Manshur bin Yusuf.
5. Ad-Duraari al-Mudhiyyah Syarhu ad-Durar al-Bahiyyah li Muhammad Ali Asy-Syaukani
6. Taisirul-‘Allam Syarh ‘umdatul Ahkam Li ‘Abdillah ali Bassam
7. Minhajul Muslim Li Abi Bakr Jabir al-Jazairi.