Mukaddimah

Kisah-kisah para Nabi (Qashashul Anbiya`) yang akan kami tampilkan selanjutnya adalah buah karya besar dari Syaikh Abdurrahman as-Sa’dy, seorang faqih, mufassir dan penulis yang produktif, berjudul Qashash al-Anbiyaa`. Di dalamnya, terdapat beberapa pelajaran penting dari kisah-kisah para Nabi tersebut, juga kisah menarik lainnya yang terdapat di dalam al-Qur’an. Dalam hal ini, penulisnya tidak memaparkan sisi riwayat hidup secara panjang-lebar tetapi lebih kepada bagaimana refleksi dan pelajaran yang dapat dipetik dari kisah-kisah tersebut.

Adapun tujuan kami menampilkan kajian ini adalah agar kita mendapatkan pelajaran yang berharga dari kisah-kisah tersebut sebab al-Qur’an memerintahkan kita agar mengambil pelajaran dari kisah-kisah masa lampau; apa yang baik darinya kita jadikan pegangan hidup dan yang buruk kita tinggalkan agar tidak terjadi di dalam kehidupan kita.

Buku yang akan kami tampilkan selanjutnya secara berkala ini (dengan sedikit perubahan) diterbitkan oleh PUSTAKA AL-SOFWA sehingga tidak diperkenankan memperbanyaknya untuk tujuan pribadi atau komersial kecuali untuk bahan-bahan pengajian, ceramah dan semisalnya yang bermanfa’at untuk umat. Dan, apabila anda menginginkan buku yang sebentar lagi akan terbit tersebut secara lengkap dapat memesannya pada penerbit bersangkutan.

Buku ini disusun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdil Maqshud.(red.,)

Sekilas Mengenai Biografi Penulis, Syaikh Abdurrahman as-Sa’dy

Ia adalah Syaikh Abu Abdillah Abdurrahman bin Nashir bin Abdillah bin Nashir keturunan As-Sa’adi dari kabilah Bani Tamim.

Ia lahir di kota Unaizah bagian dari wilayah Al-Qashim pada tanggal 12 Muharram 1307 H. Ia ditinggal wafat kedua orang tuanya saat masih kecil, dimana Ibunya wafat saat ia berusia 4 tahun dan bapaknya wafat saat ia berusia 7 tahun.

Ia telah hafal Al-Qur’an beserta ilmu tajwidnya dalam usia tidak lebih dari 11 tahun, kemudian ia sibuk belajar serta menuntut ilmu kepada sejumlah ulama yang terdapat di negerinya dan ulama yang datang ke negerinya.

Di antara guru-gurunya yang terkenal adalah Syaikh Ibrahim bin Muhammad bin Hasir, Syaikh Muhammad bin Abdil Karim Asy-Syibl, Syaikh Shalih bin ‘Utsman qadhi Unaizah, Syaikh Muhammad Asy-Syanqithi seorang tamu dari Hijaz dan lain-lain. Sungguh benar seseorang yang berkata, “Di antara gurunya yang paling agung adalah Syaikh Islam Ibnu Taimiyah serta muridnya Ibnu Al-Qayyim karena keseriusannya di dalam mengkaji dan menerima karya-karya keduanya.”

Adapun akhlaknya yang paling utama dan terpuji adalah ketawadhuannya yang luar biasa kepada anak kecil dan orang tua, selalu berbicara dengan setiap orang mengenai hal-hal yang mendatangkan kemaslahatan dan kebaikkan kepada mereka dan sangat zuhud terhadap kesenangan dunia serta kemewahan hidup, sehingga ia tidak suka berkumpul dengan orang-orang dalam suatu kumpulan yang membahas jabatan dan uang.

Ia memiliki sejumlah karya di antaranya adalah Tafsir al-Qur’an (8 jilid), Haasyiyah Fiqhiyyah, Diwaan khathab, al-Qawaa’id al-Hasanaat, Tanziih ad-Diin (bantahan terhadap faham al-Qashimi), al-Haq al-Waadhih al-Mubiin, Bahjah al-Quluub, ar-Riyaadh an-Nadhirah dan lain-lain.

Syaikh rahimahullah senantiasa melakukan hal-hal yang diridhai dan berperilaku terpuji hingga Allah mewafatkannya pada tanggal 22 Jumadi Ats-Tsaniyah 1376 H. Semoga Allah selalu merahmati, meridhai, memasukkannya ke dalam golongan ash-shiddîqîn (orang-orang yang memiliki iman yang teguh) dan menempatkannya pada tempat yang sangat tinggi. Amin!

Bismillahirrahmanirrahim
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
(Yusuf: 111).

Pengantar Penulis

Allah SWT telah mengkisahkan kepada kita dalam Kitab-Nya (al-Qur’an) sejumlah kisah yang baik yang di dalamnya menjelaskan sejumlah berita tentang para nabi-Nya dan Allah menyifatinya sebagai kisah terbaik.

Penyifatan itu berasal dari Allah Yang Maha Agung yang menunjukkan kebenaran, ketepatan dan manfaat dari kisah itu bagi hamba-hamba-Nya.

Di antara manfaat terpenting dari kisah-kisah tersebut ialah menambah kesempurnaan iman kepada para nabi Shallallahu ‘Alaihim Wa Sallam.

Jika kita beriman kepada para nabi masih dalam bentuk keimanan yang bersifat umum, maka keimanan yang bersifat mendetail kepada mereka dapat terbentuk melalui faidah yang diperoleh dengan memahami kisah mereka, sifat-sifat mereka sebagaimana yang dijelaskan Allah, misalnya: kejujuran yang sempurna dan sifat-sifat kesempurnaan lainnya yang termasuk sifat-sifat yang menunjukkan bahwa keluhuran, keutamaan dan kebaikan mereka melebihi manusia lainnya, bahkan kebaikan mereka dilakukan terhadap semua binatang yang diperintahkan kepada para mukallaf dalam hal mengurusnya serta menunaikan haknya. Keimanan yang bersifat mendetail kepada para nabi akan mengantarkan seseorang kepada pencapaian keimanan yang sempurna dan sebagai materi tambahan dalam membahas masalah keimanan.

Berkenaan dengan hal itu, maka dalam kisah para nabi terkandung penetapan keimanan kepada Allah, mentauhidkan-Nya, mengikhlaskan amal semata-mata hanya mencari keridhaan-Nya, beriman kepada hari akhir, penjelasan tentang kebaikan dan manfaat tauhid dan kewajiban-kewajibannya serta penjelasan tentang keburukan musyrik sebagai penyebab kehancuran dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Juga dalam kisah mereka terkandung pelajaran berharga bagi kaum mukminin yang mengikuti atau meniru mereka dalam urusan agama, tauhid, ibadah, dakwah, sabar, ketetapan hati dalam menghadapi berbagai musibah, ketenangan, ketentraman, keteguhan pendirian, keyakinan, keikhlasan beramal semata-mata karena Allah, berdiam diri dan mengharapkan sejumlah pahala dari Allah serta tidak menuntut bayaran, pahala dan ucapan terima kasih dari mahluk, melainkan hanya menuntut hal-hal yang bermanfaat bagi mahluk.

Juga dalam kisah mereka terkandung pelajaran mengenai kesepakatan mereka untuk memegang teguh agama yang satu dan keyakinan yang satu; yang menyerukan kepada seluruh mahluk agar melakukan kebaikan, keshalihan atau kemaslahatan dan melarang mereka melakukan perbuatan yang sebaliknya.

Juga dalam kisah mereka terkandung faidah-faidah fiqh, hukum-hukum syara’ dan rahasia-rahasia ilmu yang luhur yang tidak akan pernah merasa puas bagi semua pencari yang ingin mengetahuinya.

Juga dalam kisah mereka terdapat nasehat, peringatan, dorongan, keharusan bersikap hati-hati, pemberitahuan bahwa kebahagiaan datang menyertai penderitaan, kemudahan datang menyertai kesusahan, akibat yang baik niscaya akan terlihat di dunia ini, sanjungan yang baik dan tumbuhnya kecintaan dalam hati mahluk.

Dengan demikian apa yang terkandung dalam kisah mereka dapat meningkatkan semangat bagi orang-orang yang bertakwa, menambah kebahagiaan bagi orang-orang yang taat beribadah, menjadi obat penawar bagi orang-orang yang sedang bersedih dan menjadi nasehat bagi orang-orang yang beriman.

Tujuan dari pemaparan kisah mereka bukan hanya sebatas cerita, akan tetapi tujuan terbesarnya adalah menjadikannya sebagai peringatan dan pelajaran.

Sebelum memaparkan kisah mereka, perlu diketahui bahwa kebanyakan dari kisah mereka dikemukakan oleh Allah Ta’ala di dalam Kitab-Nya secara berulang kali dengan gaya bahasa yang sesuai dengan konteksnya. Terkadang sejumlah tambahan dan faidah yang dipaparkan pada suatu tempat tidak terdapat pada tempat yang lain; atau diungkapkan dengan gaya bahasa dan kalimat yang tidak digunakan dalam kisah yang lainnya dengan makna yang sejalan dan saling berdekatan.

Terlepas dari semuanya itu, bahwa paparan itu bersifat ringkas, sehingga terkadang sejumlah kisah dipaparkan serta dikumpulkan dalam satu tempat dan dikupas berdasarkan makna yang ditunjukkan kalimat al-Qur’an dari awal hingga akhir.

Setiap kisah diikuti dengan keterangan yang dijelaskan Allah, baik yang berkaitan dengan materi pokok-pokok agama, cabang-cabangnya, akhlak, pendidikan dan meteri-materi yang lainnya yang beraneka ragam.

Seraya mengharapkan pertolongan dari Allah SWT, semoga Dia memberikan pertolongan kepadaku dalam menyusun tulisan ini berupa kebenaran kalimatku dan keikhlasan hatiku sesuai dengan keridhaan-Nya dan menjadikan tulisan ini bermanfaat dengan manfaat yang bersifat menyeluruh. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

KISAH NABI ADAM AS (BAPAK MANUSIA)

Allah ialah yang awal; yang tidak ada sesuatu sebelum-Nya, yang berbuat sesuai kehendak-Nya, tidak ada waktu yang membatasi seluruh perbuatan-Nya, firman-Nya keluar sesuai dengan kehendak-Nya, kehendak-Nya sejalan dengan kebijakan-Nya; karena memang Allah adalah Dzat Yang Maha Bijaksana dalam segala hal yang telah ditakdirkan dan ditetapkan-Nya, sebagaimana Allah pun Maha Bijaksana dalam menetapkan semua ketentuan syari’at-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

Berdasarkan kebijaksanaan Allah yang menyeluruh, ilmu-Nya yang melingkupi segala hal dan rahmat-Nya yang sempurna maka Allah Ta’ala memutuskan untuk menciptakan Nabi Adam AS sebagai bapaknya manusia, dimana Allah mengutamakan manusia di atas mahluk lainnya dengan beberapa keutamaan. Kemudian Allah Ta’ala memberitahukannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (al-Baqarah: 30). Yakni seorang khalifah yang berbeda dari mahluk sebelum mereka yang tidak akan mengetahuinya selain Allah.”

Kemudian para malaikat berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah.” (Al-Baqarah: 30). Perkataan itu diutarakan mereka dengan maksud mengagungkan Rabb mereka jangan sampai Rabb mereka menciptakan mahluk di muka bumi ini yang akhlaknya menyerupai akhlak mahluk yang pertama atau Allah Ta’ala mengabarkan kepada mereka tentang penciptaan Nabi Adam AS dan pelanggaran yang akan diperbuat keturunannya.*

Allah berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)

Sesungguhnya ilmu Allah meliputi segala sesuatu serta hal-hal yang berkaitan dengan keadaan mahluk tersebut (Nabi Adam AS) mengenai maslahat dan manfaatnya yang tidak terhitung dan tidak terhingga.

Allah memberitahukan kepada mereka tentang keberadaan Dzat-Nya yang sempurna ilmu-Nya dan Allah mesti mengenalkan keberadaan Dzat-Nya yang memiliki keluasan ilmu dan hikmah, sehingga Dia tidak mungkin menciptakan sesuatu dengan sia-sia dan tidak ada hikmah di baliknya.

Kemudian Allah menjelaskan kepada para malaikat secara mendetail; bahwa Dia akan menciptakan Nabi Adam AS dengan tangan-Nya** langsung dan akan memuliakannya di atas seluruh mahluk lainnya. Allah menggenggam satu genggaman dari semua lapisan tanah; baik yang halus, yang kasar, yang subur dan yang gersang, sehingga keturunannya memiliki tabiat-tabiat tersebut. Pada mulanya hanya berupa tanah, kemudian Allah meneteskan air di atasnya, sehingga berubah menjadi lumpur (tanah liat), dan setelah keberadaan air di dalam lumpur tersebut telah cukup lama, maka lumpur itu berubah menjadi lumpur hitam yang diberi bentuk. Selanjutnya Allah Ta’ala menyempurnakan kejadiannya setelah membentuknya terlebih dahulu; sehingga keberadaannya bagaikan tembikar dari tanah liat. Pada tahapan ini, maka ia hanya berbentuk jasad tanpa ruh. Setelah Allah menyempurnakan penciptaan jasadnya, maka Allah meniupkan ruh ke dalamnya, sehingga jasad itu berubah yang tadinya hanya benda mati menjadi mahluk yang mempunyai tulang, daging, urat saraf, urat-urat kecil dan ruh. Itulah hakikat penciptaan manusia, dan Allah menjanjikannya dengan semua ilmu dan kebaikan.

Allah menyempurnakan ni’mat-Nya kepada Nabi Adam AS dan mengajarinya nama-nama semua benda. Ilmu yang sempurna niscaya dapat membawa kepada kesempurnaan yang pari purna dan kesempurnaan akhlak. Allah hendak memperlihatkan kepada para malaikat mengenai kesempurnaan mahluk ini (Nabi Adam AS). Kemudian Allah menanyakan kepada para malaikat tentang nama-nama benda yang telah disebutkan Nabi Adam AS, seraya Allah Ta’ala berfirman kepada mereka: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kamu orang yang benar!” (Al-Baqarah: 31). Yakni perkataan para malaikat yang terdahulu yang meminta supaya Allah SWT meninggalkan penciptaan-Nya didasarkan pada kenyataan yang tampak di hadapan mereka pada saat itu.

Para malaikat tidak mampu mengetahui nama-nama benda yang telah disebutkan Nabi Adam AS, seraya mereka berkata, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 32)

Allah Ta’ala berfirman, “Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman, “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.” (Al-Baqarah: 33)

Para malaikat menyaksikan langsung kesempurnaan mahluk tersebut (Nabi Adam AS) dan kesempurnaan ilmunya yang tidak dimiliki mereka dalam hal hitungannya. Dengan kejadian itu, mereka mengetahui secara mendetail dan menyaksikan langsung kebijaksanaan Allah, kemudian mereka pun mengagungkan serta menghormati Nabi Adam AS. Allah menghendaki pengagungan dan penghormatan yang diperlihatkan para malaikat kepada Nabi Adam AS dilakukan secara lahir dan bathin.

Allah Ta’ala berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam.” (Al-Baqarah: 34). Yakni hendaklah kamu menghormati, mengagungkan dan memuliakannya sebagai ibadah, ketaatan, kecintaan dan kepatuhanmu kepada Rabbmu. [BERSAMBUNG]

CATATAN:

* Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitabnya al-Bidaayah Wa an-Nihaayah (1/70-71): “Allah Ta’ala mengabarkan kepada para malaikat dengan gaya bahasa pujian mengenai penciptaan Nabi Nabi Adam AS dan keturunannya, seperti halnya Allah mengabarkan urusan yang besar sebelum penciptaannya. Para malaikat pun bertanya dengan maksud menyelidiki dan mencari tahu tentang hikmah di balik penciptaannya tersebut; dan bukan bermaksud menentang penciptaan Nabi Adam AS dan keturunannya atau iri terhadap mereka; sebagaimana yang dituduhkan para mufassir yang bodoh.”

** Sebagaian ulama menafsirkan kata tangan bagi Allah dengan kekuasaan