G. Biasanya membunuh umat non Muslim menyebabkan pembunuhan terhadap diri sendiri [terutama dalam kasus bom bunuh diri]

Perlu dicermati, bahwa tindakan-tindakan peledakan tersebut biasanya membunuh jiwa pelakunya ketika melakukan tindakan tersebut bahkan yang lebih aneh lagi adalah bahwa pelakunya sengaja membunuh dirinya sendiri [bom bunuh diri] padahal bisa saja dia menyelamatkan diri. Tidak ada interpretasi lain terhadap fenomena seperti ini selain sebagai bentuk bunuh diri dan pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan Allah sebagaimana dalam firmanNya,

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisâ`: 29).

Khususnya lagi bahwa targetnya adalah orang-orang kafir mu’âhad, dan apa pun alasannya tidak mungkin menganggap mereka sebagai orang-orang kafir yang boleh diperangi (muhârab).

Sedangkan upaya berdalil dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Keluarkan orang-orang musyrik dari jazirah Arab” (HR. al-Bukhari: 3168 dan Muslim: 20) atas dibolehkannya membunuh mereka tersebut adalah tidak benar sebab khithâb (pesan) tersebut diarahkan kepada para Waliyyul Amri dan ini termasuk juga kemaslahatan umum yang dipandangnya. Bisa jadi, dikarenakan adanya suatu kebutuhan menuntut tinggalnya sebagian mereka untuk beberapa waktu. Orang-orang musyrik masih ada pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, masa kekhilafahan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu, demikian juga pada masa kekhilafahan Amirul Mukminin, Umar bin al-Khaththab radhiallahu ‘anhu bahkan orang yang membunuh Umar adalah termasuk orang-orang musyrik. Keberadaan individu-individu dari orang-orang musyrik itu terus berlangsung setelah itu pada masa beberapa khalifah dan Umara’ sepanjang periode Daulah Islamiyah hingga zaman kita saat ini. Inilah tindakan yang selaras guna mengkompromikan antara dalil-dalil terkait dan sikap menepati perjanjian yang terjadi antara kaum Muslimin dan umat non Muslim. Perlu dicatat pula, bahwa pada masanya, Umar bin al-Khaththab pernah memperingatkan kaum musyrikin dan memberikan limit waktu hingga tiga malam namun tidak membunuh mereka. Inilah yang dapat dimaknai dari hadits tersebut di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memerintahkan agar mereka dikeluarkan (diekstradisi) bukan memerintah agar mereka dibunuh.