Seorang laki-laki lebih cenderung menggunakan akalnya di dalam mengatur urusan keluarga. Adapun seorang istri lebih cenderung menggunakan perasaannya di dalam mengatur semua permasalahannya, termasuk mengatur masalah urusan rumah tangga. Istri yang mecintai suaminya dan yang subur keturunannya, maka itulah istri yang didambakan, karena rasa cinta, kasih sayang yang ada pada diri seorang istri dalam mengelola rumah tangga adalah salah satu bentuk rahmat yang nantinya akan dapat mengarahkan anak ke jenjang yang lebih baik. Dan adanya anak di suatu rumah itu tidak lain adalah benar-benar sebagai penobatan hubungan yang mulia yang mengikat antara suami dan istri.

Sesungguhnya keberadaan seorang anak pada setiap tahapan dari beberapa tahapan yang dijalani suami istri adalah sebagai penguat unsur-unsur yang mengikat di antara keduanya (suami istri) dan sebagai pembaharu ikatan yang merajut antara mereka berdua.

Dan setiap kali bertambahnya rasa cinta dan penghormatan di antara mereka berdua, maka hubungan tersebut akan semakin bertambah (kuat) sehingga menjadi pasangan yang sejati.

Sehingga akhirnya sang istri menjadi pendamping setia bagi sang suami di dalam mengarungi bahtera kehidupannya yang panjang, dan dia menjadi tempat mencurahkan rahasia sang suami. Karena manusia secara tabiatnya mencari teman yang baik dan dekat untuk membuka semua rahasianya dengan berterus-terang.

Seperti yang kami sebutkan, seorang anak adalah ibarat seorang yang mengikat hubungan (suami istri ). Bila tidak dikaruniai seorang anak hubungan tersebut dimungkinkan akan hambar setelah beberapa tahun dari pernikahan, dan akhirnya menjadi pudar. Dan terkadang juga hubungan (suami istri) tersebut terputus.

Kelanggengan hubungan suami istri yang selalu diiringi rasa cinta, menuntut seorang istri untuk melakukan pekerjaan yang begitu banyak, baik yang berkaitan dengan materi maupun maknawi.

Di antaranya yaitu:

  • Menertibkan dan mengatur rumahnya dengan suatu cara yang memuaskannya, tetapi wajib pula baginya untuk meminta pendapat/perhatian dari suaminya, dan jika suaminya menyutujui, maka itulah yang diharapkan.
  • Wajib bagi istri untuk berusaha sekuat tenaga untuk lebih profosional di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan tidak mempersoalkan kekurangan-kekurangan yang ada pada suaminya. Wajib baginya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan ini dengan cara tidak memberitahukan kepada suaminya. Maka seandainya seorang suami tidak memperhatikan dalam meletakkan pakaian pada tempat yang semestinya dan dia meletakkan pakaian-pakaian tersebut di atas kursi dan sofa, maka mau tidak mau sang istri dituntut untuk mengambil dan meletakkan pada tempatnya yang sekiranya tempat tersebut dapat menjaga keindahan/keserasiannya.

    Bila kebiasaan itu telah terjadi dan istri sedang dalam keadaan sakit, maka sang suami merasakan kesusahan, dia akan berusaha untuk menggantikan posisi sang istri dalam mengurus rumahnya, dia akan meletakkan pakaian pada tempat yang semestinya dan mulai dari sanalah dia akan melaksanankan kebiasaan yang baik tersebut.

  • Sang istri wajib merasa bahwa dia adalah suaminya dengan tujuan untuk saling melengkapi antara yang satu dengan yang lain, maka sang istri dituntut lebih mempersembahkan rasa cinta dan kasih sayang dan begitu pula sang suami harus berkoban dengan jiwa dengan penuh tanggung jawab, keperkasaan dan keberaniannya.

Jika keduanya sudah sampai pada perasaan yang sedemikian rupa, menyadari mereka sebagai dua jenis yang saling memahami dan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya, maka mereka berdua akan hidup bahagia sepanjang hayatnya.

Sesungguhnya seorang mukmin selalu merasa diawasi oleh Allah Subhanahu Wata’ala di dalam semua gerak-geriknya, maka ketika di rumah sang suami wajib menunaikan kewajibannya dan melaksakannya dengan sangat teliti, dan begitu pula sang istri bila senantiasa melaksanakan apa yang diridhoi oleh Allah ‘Azza Wajalla dan Rasul-Nya Shallallahu‘Alaihi Wasallam, keduanya taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta berpegang teguh dengan yang haq disetiap perkataan dan perbuatannya, maka Allah akan menjaga dan menaungi mereka dengan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Dengan syarat keduanya wajib berpegang teguh dengan berkata yang haq……………………
Hanya saja asas yang paling penting adalah berkata jujur dan tidak bohong, karena kebohongan akan menjauhkan antara suami dan istri dan akan menimbulkan rasa ketidakkepercayaan di antara mereka berdua, yang mempunyai dampak negatif terhadap keharmonisan mereka pada kehidupan mendatang. Sungguh kebohongan merupakan kunci pertama hancurnya rumah tangga.

Seorang istri wajib setia, tidak egois seperti halnya dia seharusnya tidak menuntut macam-macam kepada suami, seperti membebani suami dari berbagai segi, baik itu berupa materi maupun maknawi. Sebagai contoh jika suaminya seorang pegawai dan dia tahu gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka hendaklah ia tidak meminta beberapa permintaan berat yang dapat menyusahkannya, sehingga terkadang seorang suami mengadu kepada salah seorang temannya untuk meminjam uang agar dia tidak diketahui kekurangannya oleh sang istri.

Seorang istri wajib menghilangkan tabir penghalang yang ada pada mereka berdua, sekiranya keduanya menjadi sebuah lembaran kertas yang putih di hadapan yang lain, mengungkapkan perasaan kepadanya dalam menghadapi semua masalah yang ada, dan sesungguhnya jiwa keterbukaan yang ada pada mereka berdua itu dapat menenangkannya dan dapat membersihkan setiap keduanya dihadapan yang lain dengan penuh kebebasan dan penuh kemerdekaan.