AL-GHULUW SUMBER SETIAP MUSIBAH

Sikap al-ghuluw (berlerbihan) dianggap sebagai bagian dari tindakan pemikiran yang sangat berbahaya yang dihadapi Islam dari semenjak kemunculannya sampai sekarang. Karena tindak pemikiran tersebut merupakan arus atau gelombang tersembunyi yang berorientasi untuk menghancurkan agama Islam, merobohkan rukun-rukunnya, dan menghabiskan setiap yang berdiri di atas agama ini baik berupa kekhalifahan, kekuasaaan, peradaban, dan kemakmuran. (Kitab “Harokatu Ghuluw wa Ushuluha al-Farisiyah karya Imam Nadhlah al-Juburi, hal 5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya dari sikap berlebihan (al-ghuluw), beliau bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اَلْغُلُوْ

“Jauhilah oleh kalian sikap berlebihan (al-ghuluw) karena sesungguhnya hal yang telah menghancurkan umat sebelum kamu adalah sikap berlebihan.”( Dikeluarkan Imam an-Nasai hadist no. 3059 dan Ibnu Majah no. 3029, dan Imam Ahmad dalam musnadnya jilid 1 hal 215, 347. Ahmad Syakir dalam tahqiq (penelitian) musnad no. 1581, ia berkata bahwa sanadnya adalah shahih.)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ, هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ, هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ

“Hancurlah al-Mutanathiun, hancurlah al-Mutanathiun, hancurlah al-Mutanathiun.” (HR Muslim no. 2670) Beliau mengatakannya tiga kali, dan yang dimaksud dengan “al-Mutanaththi’un” dalam hadits tersebut adalah orang-orang yang keras dan berlebihan dalam menjalankan agamanya. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah: ‘Wahai ahli kitab janganlah kamu sekalian berlebihan dalam agamamu dengan cara yang tidak benar.’” (al-Maidah: 77)

Yang mesti dilakukan adalah tetap istiqamah tanpa mela-kukan tindakan berlebihan atau mengampang-gampangkan, Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, “Dan tetaplah kamu pada jalan yang benar sebagaimana diperintahkan kepadamu, dan orang-orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.” (Hud: 112). Maksudnya adalah jangan menambah dan jangan bersikap keras.

Yang diminta dari seorang Muslim adalah sikap istiqomah yaitu sikap seimbang atau berada di tengah-tengah di antara sikap menggampang-gampangkan dan sikap keras. Ini adalah jalannya para Nabi yaitu beristiqomah di atas agama Allah Ta’ala tanpa dibarengi dengan sikap keras dan berlebihan serta tidak menggampang-gampangkan dan tidak terputus-putus. (Syaikh Shalih al-Fauzan dalam buku “Fiqih Waaqi as-Siasi wa al-Fikri, karya DR ‘Abdullah ar-Rifai hal, 48)