Perang Bani Lihyan

Setelah itu, Rasulullah menetap di Madinah selama bulan Dzul-hijjah, Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, dan Rabi’ul Akhir. Pada bulan Jumadil Ula tepatnya enam bulan pasca penaklukan Bani Quraizhah, beliau keluar dari Madinah menuju Bani Lihyan guna mencari sahabat-sahabat yang beliau kirim ke Ar-Raji’ yaitu Khubaib bin Adi dan lain-lain. Rasulullah memperlihatkan diri seolah-olah hendak pergi ke Syam agar bisa mencari kelengahan Bani Lihyan.

Rasulullah keluar dari Madinah, berjalan melintasi Ghurab, gunung di tepian Madinah, ke arah Syam, melintasi Makhidh, Al-Batra’, belok kiri dan keluar di Biin*, melintasi Shukhairatul Yamam, berjalan lurus menuju Al-Mahajjah dari jalan Makkah, meningkatkan tempo perjalanan hingga turun di Ghuran yang merupakan tempat tinggal Bani Lihyan –Ghuran adalah lembah antara Amaj dengan Usfan– menuju daerah yang bernama Sayah. Rasulullah SAW., mendapati orang-orang Bani Lihyan siap siaga dan berlindung di puncak gunung.

Ketika Rasulullah turun di Sa’yah dan beliau merasa gagal menipu mereka, beliau bersabda, ‘Seandainya kita turun ke Usfan, orang-orang Makkah pasti melihat kita hendak mendatangi mereka’. Setelah itu, Rasulullah meneruskan perjalanan bersama dua ratus penunggang unta dari para sahabat hingga turun di Usfan, mengutus dua penunggang kuda dari para sahabat hingga keduanya tiba di Kurral Ghamim dan Kura’. Rasulullah sendiri memilih pulang ke Madinah.

Jabir bin Abdullah berkata, ‘Ketika hendak pulang ke Madinah, aku dengar Rasulullah SAW., bersabda, ‘Kami kembali, bertaubat insya Allah, dan memuji Rabb kami. Aku berlindung diri kepada Allah dari kesulitan perjalanan, kesedihan kepulangan, penglihatan buruk terhadap keluarga dan harta’.

Perang Dzi Qarad

“Rasulullah SAW., pulang ke Madinah dan hanya menetap beberapa malam, karena tidak lama setelah itu, Uyainah bin Hudzaifah bin Badr Al-Fazari bersama pasukan berkuda dari Ghathafan menyerang unta-unta hamil milik baliau di Al-Ghabah. Di Al-Ghabah** terdapat seseorang dari Bani Ghifar (Ibn Abi Dzar) dan istrinya. Uyainah bin Hishn membunuh orang tersebut dan membawa istrinya dengan meletakkannya di unta hamil tersebut”.

‘Orang yang pertama kali mengetahui kedatangan Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah bin Badr Al-Fazari beserta pasukannya dan bersiap-siap untuk menghadapinya adalah Salamah bin Amr bin Al-Akwa’ As-Sulami. Ia pergi ke Al-Ghabah pada waktu pagi dengan membawa busur panah ditemani budak milik Thalhah bin Ubaidillah yang menuntun kuda. Ketika Salamah bin Amr berada di atas Tsaniyyatul Wada’, ia melihat sebagian kuda-kuda Uyainah bin Hishn. Ia mendaki Sala’ dan berteriak, ‘Duhai pagi ini’. Kemudian Salamah bin Amr menelusuri jejak Uyainah bin Hishn. Salamah bin Amr persis seperti binatang buas. Ia terus berjalan hingga berhasil mengejar mereka, kemudian menyerang mereka dengan anak panah. Setiap kali ia memanah, ia berkata,
Ambillah anak panah ini, akulah si Ibnu Al-Akwa’
Hari ini hari kematian orang yang hina

Jika pasukan berkuda Uyainah bin Hishn berlari ke arahnya, ia melarikan diri dan menjauhi mereka. Jika ia mendapat kesempatan untuk memanah, ia memanah mereka sambil berkata,
Ambillah anak panah ini, akulah Ibnu Al-Akwa’.
Hari ini hari kematian orang yang hina

Itulah yang terjadi hingga salah seorang dari anak buah Uyainah bin Hishn berkata, ‘Aduh sungguh buruk siang hari kita sejak awal’.”

“Ketika Rasulullah SAW., mendapat informasi tentang teriakan Salamah bin Amr, beliau berseru di Madinah, ‘Tolong… Tolong’. Para sahabat penunggang kuda memacu kudanya menuju Rasulullah SAW. Penunggang kuda yang pertama kali tiba di tempat beliau adalah Al-Miqdad bin Amr –dialah Al-Miqdad bin Al-Aswad sekutu Bani Zuhrah–. Orang kedua yang tiba di tempat beliau dari kaum Anshar setelah Al-Miqdad bin Amr ialah Abbad bin Bisyr bin Waqasy bin Zughbah bin Zaura’ salah seorang warga Bani Abdul Asyhal, Sa’ad bin Zaid salah seorang warga Bani Ka’ab bin Abdul Asyhal, Usaid bin Dhuhair saudara Bani Haritsah bin Al-Haritsah –ia diragukan–, Ukkasyah bin Mihshan saudara Bani Asad bin Khuzaimah, Muhriz bin Nadhlah saudara Bani Asad bin Khuzaimah, Abu Qatadah alias Al-Harits bin Rib’i saudara Bani Salamah, dan Abu Ayyas alias Abu Ubaid bin Zaid bin Ash-Shamit saudara Bani Zuraiq”.

“Ketika para sahabat penunggang kuda berkumpul di tempat Rasulullah SAW., beliau menunjuk Sa’ad bin Zaid –seperti disampaikan kepadaku– sebagai pemimpin pasukan, kemudian beliau bersabda, ‘Kejarlah kaum tersebut hingga bertemu dengan mereka’.

Ketika kuda-kuda kaum muslimin berdatangan, Abu Qatadah alias Al-Harits bin Rib’i saudara Bani Salamah membunuh Habib bin Uyainah bin Hishn dan menutupinya dengan kain burdah. setelah itu, Abu Qatadah pergi mengejar musuh dan pada saat yang sama Rasulullah SAW., tiba bersama kaum muslimin.

Rasulullah mendapati Habib ditutup dengan kain burdah milik Abu Qatadah, beliau meminta kaum muslimin kembali. Kaum muslimin berkata, ‘Abu Qatadah terbunuh’. Rasulullah SAW., bersabda, ‘Ini bukan mayat Abu Qatadah, namun mayat orang yang dibunuh Abu Qatadah. Abu Qatadah sengaja meletakkan kain burdahnya di atas mayat ini agar kalian mengetahui bahwa dialah yang membunuhnya’.

Ukkasyah bin Mihshan mampu mengejar Aubar dan anaknya, Amr bin Aubar, yang keduanya menaiki satu unta, kemudian Ukkasyah bin Mihshan menusuk keduanya dengan tombak hingga tewas. Kaum muslimin berhasil membebaskan beberapa unta hamil.

Rasulullah terus berjalan hingga menuruni gunung dari Dzu Qarad. Di sanalah, kedua belah pihak bertemu. Rasulullah berhenti di tempat tersebut dan menetap sehari semalam di sana. Salamah bin Al-Akwa’ berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, jika engkau mengirimku bersama seratus orang, aku pasti mampu menyelamatkan sisa-sisa unta hamil yang belum berhasil diselamatkan dan aku penggal kepala mere-ka’. Rasulullah SAW., bersabda, ‘Sekarang mereka sedang diberi jamuan mi-num sore di Ghathafan’. Rasulullah membagi-bagikan satu unta untuk setiap seratus sahabat dan mereka membuat pesta makan dengannya. setelah itu, Rasulullah pulang ke Madinah’.

“Salah seorang wanita dari Bani Ghifar datang kepada Rasulullah SAW., dengan menaiki unta. Tiba di tempat beliau, ia bercerita kepada beliau kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku telah bernadzar kepada Allah untuk menyembelih untaku ini jika Allah menyelamatkanku di atasnya’. Rasulullah tersenyum, kemudian bersabda, ‘Sungguh jelek balas budimu kepadanya. Allah membuatmu bisa menaiki unta tersebut dan menyela-matkanmu di atasnya kemudian engkau menyembelihnya? Tidak ada nadzar dalam maksiat kepada Allah dan apa yang tidak engkau miliki. Sesungguhnya unta ini untaku, oleh karena itu, pulanglah kepada keluargamu dengan keberkahan Allah’.

CATATAN:
* Biin, nama sebuah lembah di dekat Madinah.
** Al-Ghabah adalah sebuah tempat dekat Madinah dari arah Syam.