1- Kemakmuran yang mencelakakan

Kemakmuran seharusnya membawa kepada kebaikan bagi kehidupan, karena dengan kemakmuran, hidup menjadi lebih mudah, lebih nikmat dan lebih tenang, suatu kondisi dan keadaan yang mendukung terciptanya kebaikan. Akan tetapi kenyataannya tidak seperti teorinya, karena faktanya sebagian orang malah justru celaka pada saat dia makmur. Bisa jadi inilah yang dimaksud oleh, “Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.” (Al-Anbiya`: 35).

Diriwayatkan dari dari Abu Said al-Khudri –penulis tidak memastikan apakah hadits ini shahih atau tidak- bahwa Rasulullah saw bersabda, “Di antara perkara yang aku takutkan terhadap kalian adalah dunia dan kenikmatannya yang dibuka untuk kalian.” Seorang laki-laki berkata, “Ya Nabiyullah, apakah kebaikan mendatangkan keburukan?” Nabi saw menjawab, “Mana orang yang bertanya?” Sepertinya beliau mengagumi perkataannya. Beliau bersabda, “Kebaikan tidak mendatangkan keburukan, akan tetapi di antara tanaman musim semi ada yang bisa membuat ternak sakit perut atau membuat perutnya mengembung.”

Kata-kata fasih, singkat, padat dan berbobot. Ia adalah perumpamaan bagi orang yang diberi bagian dari harta dunia, lalu kesibukan mengurusinya, menjaga dan menumbuhkannya membuatnya terlena sehingga dia melupakan agamanya, maka kemakmurannya mencelakakannya, sebagaimana ternak yang makan berlebihan dari padang rumput, makanannya bisa membuat perutnya sakit sehingga ia bisa mati karenanya.

اَلْيَأْسُ عَمَّا فَاتَ يَعْقُبُ رَاحَةً
وَلَرُبَّ مَطْعَمَةٍ تَعُوْدُ ذَبَاحَا

Berputus asa dari apa yang telah hilang menghadirkan ketenangan

Tidak sedikit ambisi yang menjadi pisau penikam tuannya

2-Jangan percayai dirimu jika kamu berbicara kepadanya

Terkadang seseorang mempunyai keinginan besar, harapan mulia dan cita-cita tinggi, dia menyampaikan hal itu kepada jiwanya, akan tetapi jiwanya meresponnya dengan menakut-nakutinya terhadap kegagalan dan keterpurukan, dalam kondisi ini jika yang bersangkutan percaya kepada jiwanya, maka dia akan kalah sebelum bertanding, dari sini maka ketegasan dan keberanian berkata, “Jangan percayai dirimu jika kamu berbicara kepadanya.” karena dengan begitu kamu akan menjadi manusia yang berani mengarungi resiko demi sebuah harapan luhur, kebanyakan rasa takut hanyalah kosong belaka, kata orang takut kepada bayangannya sendiri.

وَاكْذِبْ النَّفْسَ إِذَا حَدَّثْتَهَا
إِنَّ صِدْقَ النَّفْسِ يُزْرِي بِالاَمَلِ
غَيْرَ أَلاَّ تَكْذِبَنَّهَا فِي التُّقَى
وَاخْزِهَا بِالبِرِّ للهِ الاَجَلِّ

Dan jangan percayai jiwamu jika kamu berbicara kepadanya

Sesungguhnya keteguhan jiwa memunculkan sebuah harapan

Hanya saja jangan mendustakan jiwa dalam ketakwaan

Dan latihlah jiwa dengan kebaikan kepada Allah yang Mahamulia.

وَكُلُّ هَوْلٍ عَلىَ مِقْدَارِ هَيْبَتِهِ
وَكُلُّ صَعْبٍ إِذَا هَوَّنْتَهُ هَانَا

Setiap perkara besar tergantung kepada kadar resikonya

Semua yang sulit, jika kamu menganggapnya mudah maka ia mudah

تَخَوَّفُنِي صُرُوْفَ الدَهْرِ سَلْمَى
وَكَمْ مِنْ خَائِفٍ مَا لاَ يَكُوْنُ

Salma menakut-nakutiku dengan perubahan masa

Berapa banyak orang yang takut kepada sesuatu yang tidak ada

لاَ أَهَابُ عَظِيْماً حِيْنَ يَدْهَمُنِي
وَلَسْتَ تَغْلِبُ شَيْئاً أَنْتَ هَائِبُ

Aku tidak takut kepada perkara besar pada saat ia menimpaku

Dan kamu tidak akan mengalahkan sesuatu sementara kamu takut kepadanya

Dari kitab Jamhratul Amtsal.
(Izzudin Karimi)