Iman memiliki tuntutan dan konsekuensi, tuntutannya adalah menyintai iman itu sendiri dan orang-orang yang beriman, ini berarti menuntut sebaliknya, membenci lawan iman, yaitu kekufuran dan orang-orang yang kafi. Yang pertama disebut wala` dan yang kedua disebut bara`.

Makna wala` adalah kecintaan, kedekatan dan kasih sayang, sedangkan bara` adalah kebencian, permusuhan dan penjauhan. Wala’ dan bara’ termasuk perbuatan hati dan konsekuensinya nampak pada lisan dan anggota badan.

Wala` dan bara` merupakan syarat iman sebagaimana firman Allah, “Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 80-81)

Ibnu Taimiyah berkata tentang ayat ini, “Allah menyebutkan kalimat syarat yang berarti jika syaratnya terpenuhi maka terpenuhi pula apa yang menjadi tuntutannya dengan kata ‘Seandainya.’ Sebaliknya jika syaratnya terpenuhi maka apa yang menjadi konsekuensinya tidak terpenuhi, Dia berfirman, “Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong.” (Al-Maidah: 82). Ini menunjukkan bahwa iman yang disebut dalam ayat menafikan dan menentang pengangkatan mereka sebagai penolong-penolong, iman menolak pengangkatan mereka sebagai penolong-penolong. Ini menunjukkan bahwa barangsiapa mengangkat mereka menjadi penolong-penolong maka dia tidak menunaikan iman yang diwajibkan yaitu iman kepada Allah, Nabi dan apa yang diturunkan kepadanya.”

Wala` dan bara` adalah tali simpul iman terkuat sebagaimana sabda Nabi saw, “Tali simpul iman terkuat adalah menyintai karena Allah dan membenci karena Allah.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Hakim, dihasankan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 1728.

Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab, penulis kitab Taisir al-Aziz al-Hamid, Syarah Kitab at-Tauhid berkata, “Bukankah agama menjadi sempurna atau jihad ditegakkan atau panji amar ma’ruf dan nahi mungkar dikibarkan dengan cinta karena Allah dan benci karena Allah, wala` karena Allah dan bara` karena Allah, kalau manusia bersatu diatas cara yang satu dan kecintaan tanpa permusuhan dan kebencian maka tidak ada pembeda antara yang haq dengan yang batil, tidak pula antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir, tidak pula antara wali-wali Allah dengan wali-wali setan.”

Nabi saw membaiat sahabat-sahabatnya demi terwujudnya prisip dasar yang agung ini. Dari Jarir bin Abdullah al-Bajali berkata, aku datang kepada Nabi saw sementara beliau sedang membaiat, aku berkata, “Ya Rasulullah, ulurkan tanganmu sehingga aku membaiatmu dan letakkan syarat atasku karena engkau lebih mengetahui.” Rasulullah bersabda, “Aku membaiatmu agar kamu menyembah Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menasihati kaum muslimin dan memisahkan diri dari orang-orang musyrik.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 936.

Sebuah hadits hadir melalui jalan Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya berkata, “Ya Nabi Allah, aku tidak mendatangimu sehingga aku bersumpah lebih dari jari-jari tanganku untuk tidak mendatangimu dan tidak mengikuti agamamu. Aku seorang laki-laki yang tidak memahami sesuatu kecuali apa yang diajarkan Allah dan rasulNya kepadaku, aku bertanya kepadamu dengan wajah Allah dengan apa Tuhanmu mengutusmu kepada kami?” Nabi saw menjawab, “Islam.”Aku bertanya, “Apa bukti-bukti Islam?” Nabi saw menjawab, “Kamu berkata, ‘Aku menyerahkan wajahku kepada Allah dan aku berlepas diri dan kamu mendirikan shalat, membayar zakat, setiap muslim atas muslim haram dua saudara saling menolong, Allah tidak menerima suatu amal dari seorang musyrik setelah dia masuk Islam sehingga dia berpisah dengan orang-orang musyrik kepada kaum muslimin.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no, 369.

Betapa indah ungkapan yang ditulis oleh Abul Wafa` bin Aqil yang berkata, “Jika kamu ingin mengetahui posisi Islam di mata penduduk suatu zaman maka janganlah melihat kepada berdesak-desakannya mereka di pintu-pintu masjid, dan teriakan mereka di Padang Arafah dengan labbaika akan tetapi lihatlah kepada persekutuan mereka kepada musuh-musuh Islam. Ibnu ar-Rawandi dan al-Ma’arri –semoga keduanya meraih laknat Allah- hidup dengan menyusun syair dan kalimat kekufuran, mereka hidup bertahun-tahun, kubur mereka diagung-agungkan, buku-buku mereka dijual-belikan, dan ini merupakan bukti dinginnya agama dalam hati.”

Wala` hanya diberikan kepada Allah, rasulNya saw dan orang-orang yang beriman, firman Allah, “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah.” (Al-Maidah: 55)

Wala` kepada orang-orang beriman dengan menyintai mereka karena iman mereka, menolong, menasihati, mendoakan, mengucapkan salam kepada mereka, mengunjungi yang sakit dari mereka, mengantar yang mati dari mereka, membantu mereka dan berkasih sayang kepada mereka dan lain-lain.

Bara` kepada orang-orang kafir adalah dengan membenci mereka dari segi agama, berlepas diri dari mereka, tidak cenderung kepada mereka atau mengagumi mereka, berhati-hati sehingga tidak meniru mereka, menyelisihi mereka secara syar’i, berjihad melawan mereka dengan harta, lisan dan pedang dan lain-lainnya yang merupakan tuntutan dari memusuhi karena Allah. Wallahu a’lam.

Dari Nawaqidhul Iman al-Qauliyah wal Fi’liyah, Dr Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdul Lathif.