Dari Rifa’ah bin Rafi’ radiyallallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Apakah pekerjaan yang paling baik/afdhol?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri (hasil jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur.”(HR. al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim rahimahullah)

Takhrij Hadits:

Hadits ini shahih dengan banyaknya jalur periwayatannya. Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah berkata, “Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan dishahihkan oleh al-Hakim”, beliau berkata di dalam kitab beliau at-Talkhish:”Diriwayatkan oleh al-Hakim dan ath-Thabrani, dan di dalam bab ini ada hadits juga dari Ali bin Abi Thalib, Ibnu ‘Umar g. Hal itu disebutkan oleh Abi Hatim rahimahullah. Ath-Thabrani meriwayatkan di dalam kitab al-Ausath hadits dari Ibnu ‘Umar radiyallahu ‘anhu, dan para perawinya La Ba’sa (tidak ada masalah)

Disebutkan di dalam kitab Bulughul Amani, “Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dan dikeluarkan oleh as-Suyuthi di dalam Jami’us Shaghir, dan diriwayatkan oleh al-Baihaqi secara Mursal, dan dia berkata, “Inilah yang mahfuzh Wallahu A’lam”.

Al-Haitsami rahimahullah berkata di dalam kitab Majmau’z Zawaid setelah beliau menyebutkan bahwa hadits itu memiliki banyak jalur periwayatannya, maka beliau berkata tentang riwayat Imam ath-Thabrani, “Perawi-perawinya tsiqah (kuat)”. Dan berkata tentang jalurnya Imam Ahmad, “Perawi-perawinya tsiqah (kuat)”.

Pelajaran yang bisa dipetik dari hadits di atas.

1.Hadits di atas menjelaskan salah satu ajaran di dalam Islam yaitu motivasi dan anjuran untuk berusaha, bekerja dan mencari rizki yang baik. Dan juga bahwasanya Islam itu adalah aturan agama dan Negara, sebagaimana Islam memerintahkan ummatnya untuk menunaikan hak Allah Subhanahu waTa’ala (ibadah), maka Islam juga memerintahkan untuk mencari rizki dan untuk berusaha memakmurkan dan mengembangkan bumi. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepadaNya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. al-Mulk: 15)

2. Dalil bahwasanya mata pencaharian terbaik adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri (usaha sendiri). Di dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari memakan makanan yang diperoleh dari jeripayahnya sendiri.”

3. Dalil bahwasanya perdagangan adalah salah satu mata pencaharian yang paling baik, dengan catatan apabila selamat (terbebas) dari akad-akad yang diharamkan seperti riba, ketidak jelasan, penipuan, penyamaran (menutup-nutupi cacat pada barang dagangan) dan lain-lain yang termasuk dalam kategori memakan/mendapatkan harta orang lain dengan batil.

4. Dalil bahwasanya al-Birru (kebaikan) sebagaimana terdapat dalam Ibadah, maka dia juga terdapat dalam Muamalat (interaksi sesama manusia).Apabila seorang muslim tulus dalam jual belinya, produksinya, pekerjaannya dan profesinya, maka perbuatannya ini termasuk al-Birru dan al-Ihsan yang diberikan balasan di dunia dan akhirat.

5.Bahwasanya amalan apapun yang dilakukan oleh setiap muslim yang diniatkan untuk menjaga kehormatan dirinya (tidak meminta-minta), dan untuk mencukupkan dirinya dari (bergantung kepada) apa-apa yang ada di tangan manusia, maka itu termasuk pekerjaan yang baik. Dan setiap manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu waTa’ala sesuai dengan apa yang menjadi pekerjaan dan profesinya.

6. Tidak adanya pengkhususan dari Syari’ (Allah) dan penentuan jenis pekerjaan tertentu, adalah dalil bahwa maksud hal itu adalah terwujudnya Iradah Kauniyah/ kehendak kauniyah yaitu memakmurkan alam dunia ini, dengan bekerjanya masing-masing orang atau kelompok dengan suatu pekerjaan yang tidak dilakukan oleh orang atau kelompok lain. Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (QS. Thaaha: 50)

7. Seorang laki-laki dalam hadits di atas bukanlah maksud (bukan pengkhususan), akan tetapi disebutkan dalam hadits karena kebanyakan seorang laki-laki lah memiliki pekerjaan dan bertanggung jawab dalam menafkahi keluarga.

8. Jual beli mabrur adalah jual beli yang terjadi sesuai dengan konsekuensi syari’at yaitu terpenuhinya syarat, rukun, penyempurna dan tidak adanya penghalang (yang menghalangi sahnya transaksi) dan perusak transaksi. Maka harus terkumpul di dalamnya persyaratan yang telah lalu dan tidak adanya penghalang berupa gharar (ketidak jelasan), unsur judi, riba, penipuan dan penyembunyian cacat barang.

Beda pendapat Ulama

Para ulama telah berbeda pendapat tentang penentuan pekerjaan (mata pencaharian) yang paling utama dan paling baik.

Al-Mawardi rahimahullah berkata, “Yang paling baik adalah bercocok tanam (bertani) karena hal itu lebih dekat dengan sikap tawakkal.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Sebaik-baik mata pencaharian adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri. Seandainya bertani (bercocok tanam) adalah sebaik-baik pekerjaan maka hal itu dikarenakan apa yang terkandung di dalamnya berupa statusnya sebagai pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri, ada tawakkal, dan di dalamnya ada manfaat yang luas bagi manusia lain, binatang melata dan burung-burung.”

Adapun al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Sebaik-baik penghasilan (mata pencaharian) adalah apa yang didapatkan dari harta orang kafir, dengan jalan jihad, karena hal itu adalah pekerjaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan karena di dalamnya terdapat tujuan meninggikan (menegakkan) kalimat Allah Subhanahu waTa’ala.”

Dan Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang pekerjaan duniawi yang paling utama. Sebagian mereka mengatakan yang utama adalah bercocok tanam (bertani), sebagian yang lain mengatakan perdagangan, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa yang utama adalah pekerjaan seseorang dengan tangan sendiri berupa produksi maupun keahlian yang lain.”

Dan yang paling baik untuk dikatakan dalam pembahasan ini, “Bahwa sesunguhnya pekerjaan yang paling utama adalah sesuatu yang paling cocok dengan kondisinya masing-masing. Dan wajib pada semua bidang pekerjaan adanya ketulusan dan tidak adanya penipuan serta menunaikan kewajiban dari segala segi.”

Ibnu al-Muflih rahimahullah berkata dalam kitabnya “Adabusy Syar’iah” yang ringkasannya, “Dianjurkan (disunahkan) untuk bekerja walaupun telah berkecukupan, sebagaimana dibolehkan mencari pekerjaan yang halal untuk menambah kekayaan, kedudukan, kemewahan, kesenangan dan kelapangan terhadap anggota keluarganya yang disertai dengan selamatnya agama, kehormatan, harga diri dan lepasnya tanggung jawab.”

Dan hal itu (bekerja) adalah wajib bagi orang yang tidak memiliki bahan makanan untuk dirinya dan untuk orang-orang yang nafkahnya berada dalam tanggungannya. Dan didahulukan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Cukuplah seseorang dikatakan berdosa, ketika menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya (tidak memberinya nafkah).” (HR. Muslim)

Al-Qadhi rahimahullah berkata, “Bekerja yang tidak dimaksudkan untuk bermewah-mewahan, akan tetapi tujuannya hanya sebagai sarana ketaatan (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu waTa’ala, seperti menyambung kekerabatan (silaturahim), dan menjaga kehormatan diri untuk tidak meminta-minta, maka yang seperti ini lebih utama. Hal itu karena apa yang terkandung di dalamnya berupa manfaat untuk orang lain dan dirinya sendiri. Dan ia juga lebih utama daripada ibadah nafilah (sunnah), karena di dalamnya ada manfaat untuk manusia yang lain sedangkan ibadah nafilah manfaatnya hanya dirasakan oleh pelakunya sendiri, dan sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia lainnya.”

Sumber: Taudhihul Ahkam Syarh Bulughul Maram, Kitab al-Buyu’ hadits no. 660, diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono)