Kewajiban Muslim untuk Menghadapi Orang-orang yang Akan Merusak Keamanan Masyarakat dan Mengintimidasi Orang-orang yang Berada dalam Keadaan Aman

Fadhilah asy-Syaikh al-‘Allamah Abdullah bin Jibrin (Ket : Majmu’ Fatawa wa Rasail, karya Syaikh Ibnu Jibrin, bab al-‘Aqidah (Juz VIII).), ditanya, “Apa kewajiban seorang Muslim untuk menghadapi orang-orang yang akan merusak keamanan masyarakat dan mengintimidasi orang-orang yang berada dalam keadaan aman. Mereka mencoba untuk merusak keamanan dan ketenteraman masyarakat Muslim? Apa kewajiban seorang Muslim untuk menghadapi orang yang diketahui bahayanya dan kemudaratannya terhadap masyarakat, dan ia merupakan salah satu penyebab timbulnya masalah ini, dan ia berusaha untuk memerangi, menghancurkan, dan memecah belah kaum Muslimin?

Jawabannya:

Tidak diragukan bahwa seorang Muslim yang Mukmin, maka keimanannya akan membawanya untuk mencintai secara tulus Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, pemimpin kaum Muslimin, dan masyarakat umumnya. (Ket : Dari hadis Tamim ad-Dari, ia berkata bahwa Rasulullah a bersabda, “Agama itu nasihat {ketulusan cinta}-(beliau mengulangnya tiga kali)- untuk Allah, kitab-kitab-Nya, Nabi-Nya, pemimpin kaum Muslimin, dan masyarakat umum.” Dikeluarkan oleh Muslim, hadis no.55.) Disadari bahwa ia berhutang kepada masyarakatnya yang Muslim untuk memberikan cinta dan keikhlasan dalam muamalah (berinteraksi), dan mencegahnya dari berbuat zalim, kemudharatan, serta berbuat keburukan bagi masyarakat Muslim yang mempunyai hak atasnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ بُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَ خِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

“Tidak dianggap beriman salah seorang dari kalian, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya.” (Dikeluarkan Bukhari hadis no.13, Muslim hadis no,45, dari hadis Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu)

Maknanya, bahwa keimanan seorang Mukmin akan membawanya untuk mencintai saudaranya, berbuat kebaikan kepada mereka, serta menjauhkan keburukan dari mereka. Maka ketika salah seorang dari mereka tidak memberi rasa aman bagi negerinya atau merusak ketenteramannya, hal itu merupakan indikasi dari kelemahan imannya, kurangnya penghormatannya kepada kaum Muslimin, dan hatinya dipenuhi oleh kebencian dan kedendaman kepada negerinya dan warga negaranya.

Sifat-sifat tersebut akan mengeluarkannya dari al-Ukhuwah ad-Diniyyah (persaudaran karena agama), dan menjauhkannya dari sifat amanah dan dapat dipercaya. Jika ada warga negara sampai kepada kondisi buruk seperti ini, maka kaum Muslimin seluruhnya harus membencinya, mencegah perbuatan kejinya, berhati-hati jangan sampai percaya kepada ucapannya, mempercayainya, dan jangan dekat dengannya, sehubungan ia dianggap sebagai warga negara yang lumpuh. Hal demikian karena Allah telah mengikat persaudaraan di antara kaum Muslimin. Allah menyebutkan mereka dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (al-Hujurat: 10) dan firman-Nya, “Dan jadilah kalian dengan nikmat-Nya itu menjadi bersaudara.” (Ali Imran: 103)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menguatkan hal itu dengan sabdanya, “Seorang Muslim adalah saudaranya yang Muslim, ia tidak boleh menzaliminya, menghinanya, menyerahakannya. Cukuplah keburukan seorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim bagi Muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (Dikeluarkan Bukhari hadis no.2442, Muslim hadis no.2580, dari hadis Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma.)

As-Sunnah datang dengan syari’atnya yang menguatkan persaudaraan ini, seperti Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Seorang Muslim kepada Muslim lainnya mempunyai enam hak yang harus dilakukan dengan baik; memberi salam apabila berjumpa dengannya; memenuhi undangannya; mendoakannya jika bersin; mengunjunginya jika sakit, mengantarkan jenazahnya jika ia meninggal, dan mencintainya seperti ia mencintai dirinya.” (Ket : Dikeluarkan aT-Turmudzi no.2736, Ibnu Majah no.1433, dari hadis Ali bin Abi Thalib RA. At-Turmudzi berkata, “Ini hadis hasan.” Dan ia berkata, “Dalam satu bab dari Abu Hurai-rah, dari Abu Ayub, dan dari al-Bara dan Ibnu Mas’ud.” Dikeluarkan at-Turmudzi no.2737 dari hadis Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan lafazd, “Seorang mukmin bagi mukmin lainnya mem-punyai enam hak.., Ia berkata, “Ini hadis hasan shahih.)

Maka renungkanlah bimbingan Nabawiyyah ini yang datang bersama syari’at yang harus diamalkan oleh seorang Muslim terhadap saudaranya yang Muslim. Demikian pula Islam datang dengan membawa kebaikan yang bersifat umum dan memerintahkannya untuk dikerjakan hingga kepada non Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa membunuh orang yang terikat perjanjian damai, maka ia tidak akan dapat mencium wanginya surga.” Ketika Islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada tetangga, maka hal ini menjadikan seorang tetangga mempunyai hak-hak bertetangga.

Bimbingan Nabawiyyah ini menjelaskan bahwa agama ini datang untuk menguatkan kecintaan dan persaudaraan, serta memperingatkan dari hal-hal yang dapat menghilangkannya dari bentuk-bentuk kemudharatan dan gangguan terhadap ketenteraman. Sesungguhnya orang yang memudharatkan seorang Muslim, ia akan dimudharatkan Allah, dan barangsiapa menyulitkan seorang Muslim, ia akan disulitkan Allah. (Ket : Lafadz ini dari hadits yang dikeluarkan at-Turmudzi no.1940, Abu Daud no.3635, Ibnu Majah no.2342, dari hadits Shuramah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa suka memudharatkan maka akan dimudharatkan Allah, dan barangsiapa suka menyulitkan akan disulitkan Allah.”) Dan orang yang suka menipu bukan termasuk kaum Muslimin. (Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, di dalamnya ada lafadz, “Barangsiapa yang menipu, maka dia bukan dari golongan ku”. Di keluarkan oleh muslim no. 102)

Maka wajib bagi setiap individu ahli Islam (Muslim) untuk mengetahui hak-hak saudaranya dan tetangganya, agar berhati-hati jangan sampai berbuat buruk kepada saudaranya, bersedia menasihati pemerintahnya dan para pemimpinnya dengan memberi peringatan terhadap adanya keburukan dan kerusakan agar mereka dapat segera menangkap para perusak itu dan memberi hukuman kepada mereka, sehingga kerusakan dan pelakunya dapat dibasmi. Allahlah tempat memohon pertolongan.”

Sebagai penutup, wahai saudaraku sesama Muslim!!,

Sesungguhnya beratus-ratus contoh yang terjadi di dunia Islam setiap harinya dapat kita saksikan dan kita dengar melalui media komunikasi dan informasi; di sini terjadi ledakan, di sana pembunuhan, dan di tempat lainnya terjadi perampasan, dan seterusnya. Peristiwa-perisiwa ini menunjukkan terhadap betapa banyaknya orang yang tidak memahani al-Qur’an dan as-Sunnah, dan hidupnya tidak berdasarkan manhaj salafush shaleh radhiallahu ‘anhum.

Penutup.

Kerugian kaum Muslimin adalah jika mereka dikuasai musuh, sehingga dakwah menyeru ke jalan Allah menjadi terhalang. Allah adalah tempat memohon pertolongan dan kepada-Nya kita bergantung. Kita tidak mengatakan kecuali, “Ya Allah, kami memohon keteguhan pada kebenaran.”