Sunnah berarti thariqah, jalan, riwayat hidup, sunnah Rasulullah saw adalah jalan hidup Rasulullah saw yang tertuang dalam sabda, perbuatan dan taqrir ketetapan beliau.

Sabda Nabi saw, jika ia berita maka ia wajib dibenarkan, jika ia perintah maka ia wajib dilaksanakan, jika ia larangan maka ia wajib dijauhi. Semua ini telah dipaparkan sebelumnya.

Adapun perbuatan Nabi saw maka ia terbagi menjagi beberapa bagian:

1- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw sebagai tuntutan tabiat kemanusiaan, seperti makan, minum, tidur, berbicara, diam dan sebagainya. Bagian ini pada dasarnya tidak berkait dengan hukum, jika pun ia berkait maka itu karena perkara lain. Misalnya makan, Nabi saw makan, makan Nabi saw tidak memiliki hukum karena semua manusia makan sesuai dengan tuntutan tabiatnya sebagai manusia, namun Nabi saw makan dengan basmalah dan dengan tangan kanan. Jadi di sini hukum berkait dengan cara bukan makannya itu sendiri.

2- Apa yang beliau lakukan sesuai dengan tuntutan adat kaumnya seperti sifat (model) pakaian beliau. Bagian ini tidak berbeda dengan sebelumnya.

3- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw sebagai khushusiyah, misalnya puasa wishal, nikah lebih dari empat, nikah dengan lafazh hibah dan sebagainya. Bagian ini hanya khusus untuk Nabi saw, umatnya tidak mengikuti beliau. Dan sesuatu tidak dihukumi khusus untuk Nabi saw kecuali jika ada dalil shahih yang menetapkannya, jika tidak maka kembali kepada prinsip bahwa beliau adalah teladan.

4- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw sebagai sebuah ibadah, atau dengan kata lain al-fi’lu al-mujarrad, perbuatan Nabi saw murni dalam arti tidak ditunjang dengan sabda beliau. Misalnya, Aisyah ditanya, “Apa yang dilakukan oleh Nabi saw pertama kali jika beliau masuk rumah?” Aisyah menjawab, “Bersiwak.” (HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasa`i dan Ibnu Majah). Misal lain, Nabi saw menyelang-nyeling jenggotnya pada saat wudhu. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi menshahihkannya).

Bersiwak pada saat masuk rumah dan menyelang-nyeling jenggot pada saat wudhu hanya sekedar perbuatan Nabi saw. Hukum bagian ini adalah istihbab.

5- Apa yang dilakukan oleh Nabi saw dalam rangka menjelaskan ijmal pada ayat atau hadits. Jika yang dijelaskan itu wajib maka perbuatan Nabi saw wajib seperti penjelasan beliau tentang tata-cara shalat, penjelasan beliau tentang nishab harta zakat, penjelasan beliau tentang tata-cara manasik haji dan sebagainya.

Jika yang dijelaskan bersifat mandub, dianjurkan maka perbuatan Nabi saw adalah mandub. Misalnya Nabi saw shalat di belakang maqam Ibrahim dua rakaat setelah Thawaf seraya membaca ayat, “Dan jadikanlah maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.”(Al-Baqarah: 125).

Adapun taqrir beliau atas sesuatu maka ia merupakan dalil dibolehkannya sesuatu itu dalam bentuk sebagaimana Nabi saw menetapkannya, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Yang pertama seperti taqrir Nabi saw atas jawaban seorang hamba sahaya wanita ketika beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah?” Dia menjawab, “Di langit.” (HR. Muslim).

Yang kedua misalnya taqrir beliau atas perbuatan seorang pemimpin pasukan yang selalu menutup bacaan shalatnya dengan surat al-Ikhlas. Maka Nabi saw bersabda, “Tanyakan kepadanya untuk apa dia melakukannya?” Maka orang-orang bertanya kepadanya, dia menjawab, “Sebab ia adalah sifat ar-Rahman, aku suka membacanya.” Maka Nabi saw bersabda, “Sampaikan kepadanya bahwa Allah menyintainya.” (Muttafaq alaihi).

Juga taqrir Nabi saw atas perbuatan Amru bin al-Ash yang shalat Shubuh sebagai imam dengan tayamum padahal dia junub dengan alasan dinginnya udara yang jika dia mandi dikhawatirkan mencelakakan dirinya. (HR. Abu Dawud).

Contoh taqrir Nabi saw atas perbuatan sahabat pada zaman beliau berjumlah banyak, ia diriwayatkan dalam kitab-kitab sunnah. Di sini penulis menyinggung beberapa sebatas sebagai contoh.

Adapun apa yang terjadi pada zaman Nabi saw namun beliau tidak mengetahui maka ia tidak dinisbatkan kepada beliau, hanya saja ia adalah hujjah karena taqrir dari Allah Ta’ala. Misalnya masalah ‘azl (membuang sperma di luar). Jabir berkata, “Kami melakukan ‘azl sedangkan al-Qur`an turun.” (Muttafaq alaihi). Muslim menambahkan, Sufyan berkata, “Seandainya ia dilarang niscaya al-Qur`an telah melarangnya.”

Di antara perkara yang menunjukkan bahwa taqrir Allah adalah hujjah, bahwa perbuatan orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi pada saat itu yang dilakukan oleh di belakang Nabi saw dan Nabi saw tidak mengetahuinya, Allah membongkar, mengingkari dan mencelanya. Ini berarti jika tidak ada pengingkaran maka ia boleh. Wallahu a’lam.

Selanjutnya seorang muslim harus menyintai sunnah Rasulullah saw dengan mengamalkannya dalam kehidupannya dan menyintai orang-orang yang mengamalkannya.