Kerendahan hati tidak lepas dari perangai Nabi Muhammad shollallahu ’alaihi wa sallam. Kedudukan beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam yang tinggi tidak menghalangi untuk berbaur dengan istri-istrinya dalam menuntaskan pekerjaan rumah tangga secara bersama-sama.

Seorang muslim yang muwaffaq (mendapatkan taufiq) seharusnya memiliki antusiasme untuk mengetahui kesibukan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, manakala beliau berada di dalam rumah bersama istri-istrinya. Agar usahanya dalam mengikuti jejak Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam semakin baik. Sebagaimana semangat al Aswad bin Yazid bin Qais, seorang dari kalangan muhadram (orang yang beriman di masa Rasulullah masih hidup, akan tetapi belum sempat berjumpa dengan beliau), yang secara khusus menanyakan perihal tersebut kepada Ummul Mukminin, Aisyah radhiallahu ‘anha.

Pasalnya, ada banyak masalah yang tidak terjangkau oleh umum. Tidak ada jalan untuk mengetahuinya selain melontarkan pertanyaan langsung kepada orang-orang terdekat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hal ini, para istri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari al Aswad, ia berkata:

سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

Aku bertanya (kepada) ‘Aisyah radhiallahu ‘anha: “Apakah yang dikerjakan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersama istri-istrinya?” Dia radhiallahu ‘anha menjawab, “Beliau berada dalam pekerjaan istri-istrinya (yakni membantu membantu mereka). Jika (waktu) shalat telah tiba, beliau keluar (rumah) menuju shalat”. (HR. Bukhari, Kitab al Adab, 40)

Dalam riwayat lain dari ‘Urwah, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha menguraikan, bahwa di dalam rumah, Rasulullah melakukan :

كَمَا يَصْنَعُ أَحَدُكُمْ يَخْصِفُ النّعْلَ وَيُرَقّعُ ثَوْبَهُ وَيَخِيْطُ

Sebagaimana yang diperbuat oleh salah seorang dari kalian memperbaiki sandalnya, menambal bajunya dan menjahit.

Dalam riwayat yang berbeda: ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata :

كَانَ بَشَرًا مِنَ الْبَشَرِ: يَفْلَى ثَوْبَهُ وَيَحْلُبُ شَاتَهُ

Beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam seperti manusia kebanyakan; memeriksa bajunya dan memerah (susu) kambing.

Al-Hafih Ibnu Hajar rahimahullahu mengutip keterangan Ibnu Bathal yang menyimpulkan kandungan hadits di atas (hadits pertama), dengan berkata: “Di antara budi pekerti para nabi, (yaitu) tawadhu’ dan jauh dari gaya hidup mewah, serta menyederhanakan gaya hidupnya agar diteladani (umat). Dan supaya mereka tidak hanyut dalam kehidupan mewah yang tercela”. (Lihat al Fath, 10/461).

Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengalahkan orang-orang dalam hal papan, sandang dan kendaraan, serta segala sesuatu, hendaknya mengambil ibrah dari sirah (perjalanan hidup) Nabi di atas.

Diadaptasi dari Syarh Shahihi-Adabil-Mufrad, Takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani hadits no. 418, 419, 420, karya Husain bin ‘Audah al ‘Awayisyah. Cetakan I/1423H, al-Maktabah al Islamiyah.

Assunnah, Baituna Edisi 2/Tahun XI/1428H/2007M