Pada edisi sebelumnya telah disebutkan syubhat pertama yang disebarkan oleh para penentang pemerintah, berikut kelanjutannya,

Syubhat Kedua:

Hujjah atau dalil dari sebagian orang dalam permasalahan menentang penguasa dengan menggunakan dalil realita sejarah

Syaikh al-Albani rahimahullah ; telah ditanya tentang syubhat berikut (kapankah menentang penguasa ini disyari’atkan? Kaset rekaman milik Imam al-Albani no 606.),

“Sebagian orang berdalil dengan apa yang terjadi dalam sejarah Islam, sebagaimana kisah Ibnul asy’at dan penentangan para Qurraa’ yang diketuai Said bin Jubair dan orang-orang yang mengikutinya, juga apa yang terjadi pada Aisyah, Zubair dan Thalhah terhadap Ali ; Sesungguhnya peristiwa ini dikategorikan penentangan, tetapi apa yang menjadi tujuan mereka tidak terwujud. Walaupun tindakan keluar [penentangan] ini merupakan suatu yang dibolehkan, maka apakah berdalil dengan kisah-kisah yang telah terjadi pada periode pertama ini dibenarkan? Dan apa jawabnya? Karena hal ini sering atau banyak digunakan demi membebaskan atau mengesahkan permasalahan menentang penguasa.”

Syaikh al-Albani ; menjawab syubhat ini,
“Keluar atau menentang penguasa tidak dibolehkan, dan dalil-dalil ini sebenarnya menimpa orang yang berhujjah dengannya dan bukan untuk kemaslahatannya sama sekali. Ada hikmah yang diriwayatkan dari Isa ; tidak begitu penting bagi kita keshahihan sanadnya tapi yang penting bagi kita adalah keshahihan maknanya, bahwasanya Isa ; pada suatu hari memberikan nasihat kepada para penolongnya dan memberitahukan mereka bahwa ada seorang Nabi yang akan menjadi Nabi terakhir, bahwasanya bersamaan dengan dia akan ada pula nabi-nabi palsu. Mereka bertanya, “Bagaimana kami dapat membedakan Nabi yang sesungguhnya dari nabi yang palsu?” Maka ia menjawab dengan hikmah yang telah disebutkan, Yaitu ‘dari buahnya kalian akan mengetahuinya.’”.

Maka tindakan keluar atau menentang penguasa, sebagaimana dilakukan beberapa sahabat ; di antaranya adalah keluarnya Aisyah ;, kita menghukumi tindakan keluar ini dari buahnya, apakah buahnya pahit ataukah manis?

Tidak diragukan lagi bahwasanya sejarah Islam yang menceritakan kepada kita tentang kisah keluarnya para Sahabat Rasulullah ; sebenarnya memberitahukan kepada kita bahwa tindakan seperti itu adalah jelek, maka dengan sebab tersebut (tindakan keluar atau menentang penguasa) sudah banyak darah orang Islam yang ditumpahkan dan disia-siakan dengan tanpa faidah, khususnya yang berkaitan dengan keluarnya Ummul Mukminin Aisyah; Aisyah ; menyesal atas keluarnya ia, dan ia menangis dengan sangat sehingga kerudungnya menjadi basah, dan ia berharap untuk tidak bertindak seperti itu lagi.

Sesungguhnya berhujjah dengan realita sejarah seperti ini:

Pertama:

Ini adalah merupakan hujjah atas mereka (para penentang penguasa-pent), karena ini tidak mendatangkan faidah.

Kedua:

Mengapa kita berpegang teguh atau berhujjah dengan keluarnya Said bin Zubair ; dan tidak mau berhujjah dengan tidak keluarnya para senior dari kalangan sahabat yang hidup pada zamannya seperti Ibnu Umar;dan yang lainnya, kemudian diikuti oleh para ulama salafussalih, mereka semuanya tidak keluar atau tidak menentang para penguasa.

Perlu diketahui bahwasanya ada dua tindakan keluar atau menentang penguasa:
Tindakan keluar dalam bentuk pemikiran, dan ini lebih berbahaya.
Tindakan keluar dalam bentuk aksi, dan ini merupakan buah dari yang pertama (pemikiran).

Maka tindakan keluar seperti ini tidak dibolehkan, dan dalil-dalil yang disebutkan tadi adalah dalil atas mereka dan bukan merupakan dalil bagi mereka.

Syubhat Ketiga:

Penentangan Husain bin Ali

Syaikh Ibnu Jibrin ; ditanya tentang syubhat ini,

“Dalam akidah Ahli Sunnah dikatakan, ‘Kita tidak boleh keluar dari penguasa,’ maka bagaimana Anda menafsirkan perkataan ini dengan perbuatan Husain bin Ali ; ketika ia keluar dan menentang salah seorang khalifah Umawiyah?

Maka beliau ; menjawab tentang syubhat ini:

Pertama:

Bahwasanya Husain ; telah bersalah dengan tindakan keluarnya, dan terjadilah apa yang telah terjadi dari pembunuhan dirinya dan orang-orang yang bersamanya.

Kedua:

Bahwasanya Husain;tidak membai’at Khalifah Yazid bin Muawiyah ketika itu, karena telah tersebar luas atau masyhur bahwasanya Yazid bin Muawiyah orangnya tidak punya malu dan bermaksiat, ia meminum khomr (arak), dan melakukan perbuatan-perbuatan yang mendorong Husain, Ibnu Zubair ; dan banyak dari orang-orang Mekkah untuk tidak membai’atnya.

Ketiga:

Bahwasanya penduduk Irak yang menulis surat kepada Husain dan memintanya untuk datang kepada mereka untuk membai’atnya sebagai Khalifah, mereka tidak membai’at Yazid. Mereka mengatakan, “Sesungguhnya kami pasti akan membai’atmu wahai Husain, dan kamu akan menjadi khalifah sebagai pengganti ayahmu. Kamu tinggal bersama kami dan kami akan menolong serta memperkuatmu”. Tetapi mereka tidak menepati hal itu, bahkan mereka berpaling darinya ketika datang kepadanya kelompok tentara yang akan membunuhnya. (lihat Majmu Fatawa wa-Rasail Syaikh Ibnu Jibrin, al-Akidah Juz 8.)

Syubhat Keempat:

Keluarnya Mahdi al-Muntadzar pada akhir zaman

Syaikh Ibnu Jibrin ; ditanya tentang syubhat berikut: “Ketika Mahdi al-Muntadzor keluar pada akhir zaman nanti apakah dikatagorikan menentang atau berpaling dari penguasa pada zaman itu? Padahal menentang penguasa tidak diperbolehkan?”

Beliau menjawab, “Tidak demikian. Dikatakan, ‘Mahdi al-Muntadzor akan keluar atau turun pada waktu di mana waktu tersebut tidak ada pemimpin, dan ini telah disepakati, Mahdi al-Muntadzor ketika itu sebagai seorang alim yang diikuti karena ilmunya. Dan para pemimpin pada saat itu sebagai pelaksana. Hal itu terjadi pada kebanyakan zaman. Sebagaimana kita ketahui, banyak sekali zaman di mana para pemimpin atau Khalifah berada pada posisi sebagai pelaksana atau penegak bagi hukum-hukum, dan ia memiliki para ulama, masyayikh (syaikh-syaikh) dan yang lainnya yang mana posisinya sebagai penasihat bagi para pemimpin yang mengarahkannya dan menunjukannya pada kebenaran, sehingga para pemimpin dengan peranannya melaksanakan nasihat (dari para ulama), maka boleh jadi Mahdi al-Muntadzor seperti itu, dan di sana juga ada para pemimpin yang melaksanakan apa yang dikatakan ulama dalam hal ini Mahdi al-Muntadzor, Wallahu A’lam. (lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Ibnu Jibrin al-Akidah juz 2),

Demikian beberapa syubhat dari para penentang penguasa. Wallahu a’lam bishowab. (Yusuf Supardi)